4 ~ Buat apa dilanjutkan

69 41 23
                                    

Semenjak itu...,
Hanya ada tangis luka dan rasa bersalah yang besar,
Karena tak mampu menjaganya dipelukanku...
Kini waktu seakan terus menyergap,
menghantui,
Dan menyadarkan perasaanku...,
Bahwa dia adalah sang cinta,
Yang keberadaannya sangat berarti disisiku...
Dan tak boleh disia-siakan keberadannya di hidup ini :)

£££££

Matanya yang terpejam sayu di bawah alis yang tipis, seolah memberikan sebuah isyarat agar gue harus tetap bertahan, meski kini dia tak lagi sehat dalam menjaga dan menciptakan kebahagiaan dengan gue. Namun, walaupun kini Nuca tak mampu membuatku tersenyum, tapi aku akan tetap setia menunggunya, sampai matanya kembali siap melihat perawakanku yang selalu menyayangi dia apa adanya.

Tasya...

Youca?

Hasrat gue seakan berdalih, dan menghadapkan wajah melihat Nuca yang sepertinya sudah siuman, setelah sejam lebih dia sempat pingsan dalam pelukanku.

"Sayang, kamu udah bangun? Gue langsung menghadapkan wajah ke Nuca, dan menggenggam tangannya yang terasa dingin diselimuti oleh kekuatan AC dalam mendinginkan sebuah kehangatan.

Nuca menatap gue lirih, sembari sedikit mengernyitkan keningnya, kemudian berkata, "Sya? Aku dimana?"

"Kamu di UKS, sayang. Tadi sebelum kamu sempat dibawa ke UKS, kamu mendadak pingsan. Terus, datang pasukan PMR yang hari ini tugas di UKS, Youc," gue mencoba menjawab dengan lembut kebingungan Nuca, sembari tersenyum kecil kepadanya.

DAP!!!

"Astaga! Aku pingsan, Sya?" Tanya Nuca, sembari menepuk dahinya yang tampak kelihatan masih lembam.

"Oh My God, Youca! Kamu jangan ketuk-ketuk jidat kamu kayak gitu, dong. Kamu nggak liat, ya, jidatmu itu, lho, masih pada lembam-lembam..." Gue berusaha mencegat Nuca agar jangan menepuk dahinya yang masih lembam-lembam di kedua sisinya.

"Iya, iya, sayang. Oh, ya, Sya, tadi aku siapa yang angkat? Arghhh, sumpah, aku gak sadar sama sekali pas pingsan tadi. Sampe-sampe aku lupa apa hal yang aku lakuin sama kamu, Sya,"

"Iya, tadi yang bawa kamu ke UKS anak-anak PMR. Hmm, mendingan sekarang kamu jangan mikir yang nggak-nggak dulu, deh. Kondisi kamu masih kurang stabil, sayang. Ada baiknya kamu cerita ke aku dulu, apa yang sebenarnya terjadi. Ayo, cerita!"

Gue berusaha menanyakan apa yang sebenarnya terjadi ke Nuca yang membuat dia babak belur kayak gini.

Nuca tampak sedikit mengernyitkan dahinya, kemudian melihat ke arah gue dengan tatapan yang agak takut akan sesuatu hal.

"Hmm, gak ada yang terjadi apa-apa kok, Sya...," Nuca berseloroh dengan nada sedikit ragu dan ketakutan.

Gue yang mendengar jawaban dari Nuca itu seketika langsung tak percaya begitu saja dengan apa yang dia katakan. Aku yakin ada hal yang sengaja dia sembunyikan dari gue. Dan gue rasa hal yang dia sembunyikan itu adalah hal buruk, yang apabila tidak segera diselesaikan akan menimbulkan masalah baru.

"Astaga, Youca, kamu masih bisa bohong sama aku. Aku nggak percaya sama kamu. Kamu jangan pura-pura begok, deh. Kondisi kamu yang kayak gini itu bukan main-main, lho? Aku yakin 100% pasti ada hal yang kamu coba nutupin dari aku, kan? Kamu jangan bohong, deh! Ayo, cerita, sayang!"

Gue terus membujuk Nuca, agar dia mau berbagi masalahnya dan bersedia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sama dia. Sampai dia babak belur kayak gitu.

"Nggak ada, Sya. Gue nggak papa, ini cuman luka kecil doang. Kamu nggak perlu tau apa yang sebenarnya terjadi. Karena ini urusan aku, sayang. Aku nggak pengen kamu terlibat dalam masalah ini. Trust Me, Honey,"

Mendengar jawaban yang tak logis dari Nuca itu, kembali membuat gue merasa dia masih menyembunyikan sesuatu dari gue. Pasti ada hal yang tidak beres telah terjadi. Dan dia mengisyaratkan untuk tidak membuka rahasia yang menyebabakan dia bisa babak belur.

"Youc? Aku nggak percaya sama kebohongan kamu. Please, percaya, kan, pacarmu ini untuk mengetahui masalah apa yang mendekap kamu. Aku ini pacar resmi kamu, lho, Nuca. Masa kamu nggak percaya sama pacar kamu sendiri...," Dengan kata-kata halus, gue kembali meyakinkan Nuca, bahwa semua masalah yang kini mendekap dia bisa diselesaikan bersama-sama, dengan adanya gue yang membantu dia.

"Nggak papa, sayang. Tasya..."

"Arghhh! Kamu masih belum mau cerita juga sama aku? Kalau memang kamu maunya gitu, pengennya dipendam sendiri aja, lebih baik kita putus, aja. Apa untungnya kita melanjutkan hubungan ini, kalau ujung-ujungnya tidak ada keterbukaan sesama pasangan. Lebih baik hubungan ini ditiadakan saja..."

"Sya..Bukan gitu maunya aku," Nuca mencegat kata-kata yang gue ucap barusan.

"Hhh, karena aku nggak pengen hubungan ini dilandasi dengan tidak adanya kepercayaan antar sesama pasangan. Yang ada hanya menunjukkan luka saja jika harus dilanjutkan ke depannya...," Gue mencoba meneruskan kata-kata gue.

"Sya, trust Me..." Nuca kembali kekeh dengan jawabannya.

"Terserah..."

Buat apa sebuah hubungan dilanjutkan ke depannya?
Toh, hubungan ini tidak dilandasi adanya kepercayaan antara sesama pasangan...
Yang ada hanya akan menimbulkan luka perih berkepanjangan yang tak sanggup untukku dalam menjalaninya...
Karena, jujur,
Saat ini...,
Aku belum siap kehilanganmu...

Ok, guys?
Kalau okeh, jangan lupa buat Vote, Comment, dan Share my story'...

*Tunggu, ya, kelanjutan kisah percintaan remaja antara Tasya dan Nuca. Apakah yang selanjutnya akan terjadi? Simak terus kisahnya, guys...Bye...!

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang