Chapter 8

1.7K 121 6
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.

"Jadi Ferro yang lo ceritain ke gua itu, kakak gua sendiri?" Sebenarnya nama Ferro atau kak Putra itu Putra Ferronio Atlanta. Namun jika di luar rumah, Putra lebih sering dipanggil Ferro.

"Maybe. Bisa aja lo cuma anak pulung." Samudra yang mendengarnya menoyor kepala Lalisha gemas.

"Dia punya penyakit self-injury."

"Itu penyakit apa?" Tanya Lalisha polos. Samudra yang gemas mencubit pelan pipi gadis itu.

"Ck. Lo anak IPA tapi ngga tau penyakit self-injury! Intinya tuh penyakit yang mendorong diri seseorang buat nyakitin diri sendiri buat ngilangin bebannya. Contohnya, ketika kakak gua punya masalah yang buat diri dia tertekan, dia pasti ambil silet atau benda tajam lainnya, terus dia goresin ke salah satu anggota tubuh. Kalau silet itu udah buat daging lo robek terus darahnya ngalir seakan ada sensasi membuat seseorang yang ngelakuin itu melayang, masalah dia menguar gitu aja. Selain cutting bisa juga orang yang mengidap Self-injury menyakiti fisiknya dengan memukul tembok dengan tangan kosong, maupun dengab kepalanya. And something like that."

Lalisha memandang Samudra dengan dahi yang berlipat bingung. Lalisha melihat sesuatu yang aneh, ketika Samudra menceritakan hal tersebut, Samudra menampilkan berbagai mimik muka. Seharusnya saat menceritakan itu dia sedih, tapi yang dilihat Lalisha, Samudra malah menyeringai dan menampilkan Wajah yang terpuaskan.

"Kenapa lo mandang gitu ke gua?"

"Lo ceritain semua itu, seakan lo sendiri yang ngalamin." Samudra menyeringai masam.

"Pantes lo jadi penulis novel sukses. Ngeliat mimik muka seseorang di real life aja, lo jago."

"Maksud lo apa?" Cicit Lalisha mulai takut, wajah Samudra yang menyeringai seperti itu membuat nyalinya menciut.

"Seperti kata lo dulu 'Karena gua punya cara tersendiri buat menjadi diri orang lain' sekarang perkataan lo, seakan menjadi motto hidup gua. Kata-kata lo pas banget buat gua." Melihat Lalisha yang terdiam Samudra terkekeh kecil.

"Jangan takut Lalish. Walau gua suka nyakitin diri gua seperti kak Putra, gua ngga mungkin nyakitin lo." Lalisha melotot tidak percaya.

"Lo juga, self-injury?" Samudra hanya mengangguk kecil.

"Waktu ditaman, gua nangis bukan karena terharu. Cuma cerita lo tentang kak Putra itu seakan jadi cerminan gua banget. Orang tua gua sama sekali ngga berubah seperti yang lo harepin Lalish. Dia tetep sama. Berantem terus kerjaannya, mommy gua yang masih tukang selingkuh dan daddy yang udah sembuh dari penyakitnya malah jadi workholic. Dateng ke rumah bikin keributan kerjaannya. Gua sendiri Lalish, gua kesepian. Kakak gua lebih mentingin dunia malemnya. Gua yang pernah ngeliat kak Putra ngelakuin hal gilanya, malah gua coba dan inilah akhirnya. Gua jadi candu."

Lalisha yang tadi menghindari Samudra sekarang malah mendekatinya bahkan memeluk tubuh Samudra yang terkekeh pelan. Dia tau, sangat tau. Bahwa tawa itu bukan tawa mengejek, namun tawa yang menutupi kesedihannya.

"Lo punya gua Sam. Pertama kali gua liat lo hampir nangis di ruang Bimbingan Konseling, gua punya pandangan aneh tentang lo. Dan mungkin ini yang bikin gua terus berusaha buat lo jadi temen gua. Karena gua pengen, lo buka topeng lo! Buang sisi gelap lo, kalau lagi emosi dateng ke gua. Jadiin gua sandaran dan rumah buat lo pulang Sam. Kalau semua orang liat lo bahagia, biarin lo tumpahin kesedihannya depan gua. Lo masih punya gua. Janji sama gua! Lo bakalan berusaha jauhin penyakit lo itu. Demi gua. Paling ngga demi diri lo sendiri."

"Gua janji Lalish. Demi lo." Samudra semakin mengetatkan pelukannya merasakan kenyamanan saat jemari Lalisha membelai penuh kasih sayang rambutnya.

"Sekarang ceritain tentang diri lo."

"Ngga ada yang menarik Sam."

"Pokoknya ceritain!" Rengek Samudra. Kalau lagi dateng sifat galaknya, pasti Lalisha menggeplak cowok itu. Saking mualnya mendengar rengekkan Samudra.

"Gua cuma anak panti. Kata bunda, gua ditemuin di depan panti waktu seumur jagung." Lalisha terkekeh.

"Gua ngga punya niat buat nyari orang tua gua. Tapi gua selalu berharap, orang tua gua bahagia dimanapun dia berada. Gua ngga berdo'a sama Tuhan buat pertemuin gua sama orang tua gua, tapi gua berdo'a 'apapun alasan orang tua gua buang gua. Dia dimaafkan sama Tuhan. Karena telah melakukan dosa besar' cuma itu aja sih. Terus hobi gua nulis."

"Lo juga punya gua Lalish. Kalau lo ditakdirkan untuk bertemu mereka, lo harus bersyukur. Dan kalau lo memang merasa sendiri sekarang ada gua kok. Jangan sedih ya."

"Gua ngga sedih Sam. Karena situasi kaya gini udah sering terjadi. Situasi saat orang sedih denger kisah hidup gua sedangkan gua udah bosan bahkan terlampau bisa aja mengingat sepahit apapun hidup gua. Toh, ada yang lebih menyakitkan dibanding hidup gua. Contohnya lo."

***

"Fokus Lalish! Gua gigit juga lo lama-lama."

"Gimana mau fokus! Lo aja nempel-nempel ngga jelas di belakang gua!"

"Namanya juga ngajarin. Kalau materi doang, lo ngga bakalan ngerti!"

"Tapi kalau lo disuruh ngajarin temen cewek lain, lo selalu ngga mau!"

"Karena ngga semua cewek bisa gua pegang Lalish. Pengecualian buat lo dan kakak gua."

"Gombal!" Samudra hanya terkekeh senang. Setelah acara tangis menangis tadi, sekarang Samudra mengajaknya bermain basket dengan mengajari Lalisha terlebih dulu.

"Sekarang arahin fokus lo ke ring aja. Anggep aja itu ring tingginya sama kaya lo terus lempar dengan benar!" Setelah melempar bola orange tersebut, Lalisha menghela napas kecewa.

"Udah ah. Gua cape! Males main kaya gitu! Tinggi banget ringnya! Siapa sih yang-..."

"Bukan ringnya yang tinggi, lo nya aja yang mungil!" Dengan gemas Samudra menggigit pipi berisi Lalisha, sedangkan Lalisha melotot tidak percaya.

"Samudraaa! Gua sebel sama lo!" Dengan menghentakkan kakinya pada lantai, Lalisha meninggalkan Samudra yang masih tertawa dibelakangnya.

"Pegang bolanya. Jangan protes apalagi banyak tanya." Setelah bola itu berada dalam genggamannya, Samudra mengangkat tubuh Lalish dari belakang.

"Samudraaaa, turunin. Nanti jatoh!"

"Masukin bolanya Lalish! Jangan banyak ngomong. Badan mungil lo berat juga ternyata." Setelah memasukan bolanya Lalisha memekik senang.

"Gua masukin bolanya Sam." Tawa Lalisha senang, sedangkan Samudra hanya tersenyum melihat tawa lepas Lalisha. Manis.

***
Salam hangat.
Irawati Putri♡

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang