Chapter 14

1.5K 107 7
                                    

Happy Reading guys.
.
.
.
.
.
"Jadi kapan lo kasih tau buktinya?" Tanya Lalisha kesal, dia sudah rela bolos tapi sampai sekarang Samudra tidak memberitahunya.

"Nanti aja, gua lagi sibuk!" Jawabnya yang memfokuskan kembali pandangannya pada makanan yang disediakan bu Hami.

"Simpen dulu makanannya!"

"Gua tau lo ngga bego-bego amat." Ujarnya yang tentu saja membuat Lalisha memberikan cubitan mautnya. "Sakit! Ya lagi, lo tau kan kalau makanan disimpen dulu takut basi! Nanti mubazir!"

Mungkin Lalisha saking kesalnya sampai menjambak rambut Samudra, yang hanya dibalas ringisan sakit.

"Gua juga tau lo ngga bego-bego amat! Gua cuma minta lo kasih penjelasan, ngga sampe 1 jam! Makanannya juga ngga mungkin diambil tikus! Apalagi sampe basi!"

"Yaudah. Jadi, nyokap gua pemilik yayasan di sekolah ini, gua pernah disuruh nyokap buat ambil berkas gitu diruang kepala sekolah. Terus gua liat si Fenny duduk didepan ruang guru terus bu Hesti keluar! Mereka berantem gitu, yaudah karena gua penasaran gua samperin dan denger kalau mereka ibu dan anak! Gua ngga terlalu ngerti sama masalah keluarga itu tapi yang buat gua kesel itu si Fenny minta ibunya buat gangguin lo. Kejadian gua teriak di kelas tadi ya buat ngebales mereka. Mungkin ini terlalu halus. Ngerti?" Tanya Samudra diakhir kalimatnya dan dengan wajah bodohnya Lalisha menggeleng kaku.

"Kenapa belum ngerti!" Sentak Samudra yang membuat Lalisha membolakan matanya.

"Ya salah lo sendiri! Ngomong itu pake titik jangan kaya kereta yang terus jalan kalau ada mobil yang lewat!" Kesalnya yang membuat Samudra tersenyum geli.

"Gua pake titik."

"Tapi kecepetan!"

"Mulut kaya kereta!" Lanjutnya yang dibalas kekehan kecil Samudra.

"Kalau mulut gua kaya kereta berarti lo udah ketabrak sama mulut gua karena lo didepan gua, Lalish!" Lalish memalingkan wajahnya malu. Asal ceplos aja nih anak! Setelah itu dngan sabar Samudra memberi penjelasan lagi, mereka melanjutkan acara bolosnya bersantai ria di warung itu tanpa ingat waktu.

"Putra?" Panggilan itu membuat keduanya menoleh.

"Reno. Kenapa lo lari-larian? Lagi olahraga ya?" Tanya Samudra pada kakak kelasnya itu.

"Si Yudha nonjok Filo! Bararenyut eta budak!" Ujar Reno dengan aksen sundanya, walau wajah Reno terlihat kearaban tapi jangan salah dengan kemahirannya dalam berbahasa sunda. Kata dia mah 'sunda teh bagaikan jiwa raga.'

"Loh? Kenapa bisa, Ren?" Tanya Samudra panik, walau disekolah elit itu tidak mengenal kumpulan geng namun Samudra si pentolan sekolah tetap turun tangan jika ada masalah seperti ini terjadi.

Dia sudah dikenal sejak SMP soal kemahiran bela dirinya dan tak jarang kakak kelas SMPnya banyak yang dia temui lagi di SMA jadi walau sudah terkenal karena otak cerdasnya, Samudra makin terkenal karena skill bela dirinya itu.

"Kita samperin tuh anak!" Dengan menggebu Samudra beranjak dari duduknya, namun sedetik kemudian dia terdiam ketika merasakan lengannya ditarik seseorang.

"Jangan pake urat!" Ketus Lalisha yang membuat Samudra mencuramkan alisnya.

"Gua ngga suka urat! Kalau mau makan baso sendiri aja. Gua ada urusan, lo tunggu disini."

"Maksud gua lo ngomong baik-baik sama Yudha! Jangan kepancing emosi gini!"

"Lelaki menyelesaikan masalah tanpa emosi itu kurang jantan Lalish." Candanya menaik turunkan alisnya.

"Jangan bego!"

"Gua pinter!"

"Pinter akademik tapi ngga punya moral sama aja bego! Lagian kalau lo mau nyamperin si Yudha, emang si Yudha lagi dimana? Pasti lagi sekolahkan!" Kalimat awalnya terasa sangat menusuk namun hanya dibalas senyum kecil oleh keduanya.

"Lo terlalu polos buat mikir kalau dia itu anak baik-baik Lalish!" Seru Reno angkat suara. Dia memang sudah mengenal Lalisha walau hanya sebatas tau bahwa gadis itu teman dekat Samudra. Lagipula pemikiran Lalisha tentang Yudha yang sedang sekola menggelitik bibirnya untuk protes. Seorang Yudha sekolah tanpa bolos itu mustahil!

Sebenarnya Yudha itu seangkatan dengan Reno. Saat kelas sepulus Yudha juga disebut pentolan sekolah namun ketika angkatan Samudra masuk dia tidak lagi jadi nomor satu. Mungkin karena itulah Yudha tidak menyukai Samudra. 'Bahasa halusnya mah Sirik'

"Bodo kak! Yang pasti lo ngga boleh kemana-mana." Tunjuknya pada Samudra.

"Kok kaya pacar yang protective ya?" Tanya Samudra dengan nada yang terselip jahil. "Kekhawatiran lo sangat menghangatkan jiwa gua Lalish." Dengan gaya yang mendramalisir Samudra memegang dadanya.

"Gua bukan khawatir! Tapi yakali lo telantarin gua disini! Lo yang ngajak bolos lo juga yang pergi. Ngga bertanggung jawab!"

"Gua 'kan ngga hamilin lo."

"Gua lagi ngga bercanda Sam!"

"Oke-oke. Gua ngalah buat si bocel ini." Dengan gerakan refleks Samudra mengacak puncak rambut Lalisha dengan gemas. "Ren, nanti lanjut aksinya. Sekarang mending lo balik ke sekolah terus urus dulu masalah Filo."

"Yaudah. Ntar lo calling aja ya, masalah Filo udah ada Yanto sama Dekka yang ngurus. Gua cabut!"

"Udah duduk lagi. Jangan tegang, kita habisin makan dulu." Seru Samudra antusias dengan menggosokkan tangannya seakan mulai tergiur kembali, setelah makannya terjeda karena percakapannya dengan Reno.

"Masalah beginian aja, nomor satu diprioritaskan!"

"Ngga kok, yang nomor satu itu lo. Buktinya sekarang lo prioritas utama gua."

***

Salam Hangat,
Irawati Putri:)

Semoga suka yaaaaa, guyssss.

Udah dapet feelnya blm guysss? Comment yaaa. ♡♡♡

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang