Chapter 4

2.2K 117 0
                                    

Happy Reading...

*
*
*
*

"Minggir! Ngapain sih deketin gua mulu! Ngefans lo sama gua?" Ujar Samudra jengah. Dia sedang lapar, ingin ke kantin tapi langkahnya terhenti melihat cewek aneh itu berdiri menghalangi langkahnya.

"Gua ngga deketin lo! Gua cuma mau jadi temen curhat lo."

"Ngga usah, gak butuh gua! Jangan jadi temen curhat gua, ntar lo jadi jatuh cinta endingnya!"

"Tau dari mana kalimat ngga bermutu itu?" Cowok jaman sekarang percaya temen curhat jadi saling jatuh cinta? Samudra doang emang!

"Dari novel yang gua baca! Udah minggir, gua laper! Jangan sampe lo yang gua makan!" Jahat bener nih cowok! Dengan cepat Lalisha merentangkan tangannya di depan pintu.

" Apa lagi yang lo mau?" Wajahnya mulai menunjukkan ketidaksukaan.

"Terima gua jadi sandaran lo! Lo butuh gua, Sam!" Samudra tersenyum sinis.

"Jangan ngelunjak lo! Sekarang minggir atau lo bakalan nyesel berhadapan sama gua!" Perkataan menusuk Samudra membuat nyali Lalisha menciut.

"Tapi lo kesepian! Lo butuh temen!" Dengan keberanian sebesar biji jagung Lalisha mengatakan kalimat itu. Dia tidak akan menyerah! Dia telah melihat rapuhnya Samudra, dia tidak ingin semua terulang kembali.

"Apa lo pikir, dengan gua temenan sama lo, gua ngga kesepian lagi gitu? Temen gua ngejubel di luar sana! Ngga usah sok peduli." Perkataan terakhirnya menutup percakapan mereka lelaki berwajah asia itu melenggang pergi meninggalkan Lalisha.

"Dia butuh temen! Gua yakin, gua ngerasain sisi lain darinya! Mungkin dia pikir, gua bisa dia bodohin kaya yang lain. Tapi dengan jelas gua lihat topengnya, senyum disaat hati tersakiti."

***

Lalisha melihat lelaki itu lagi. Letaknya tepat ketika terakhir kali ia melihat Samudra yang duduk di taman, dengan pencahayaan yang minim.
Lagi-lagi, takdir mempertemukannya di sini. Jika dulu ia lebih mengacuhkan keberadaan Samudra, namun sekarang ia lebih memilih mendekati lelaki itu.

"Lagi numpahin kesedihan Sam? Kenapa ngga hangout bareng temen-temen lo? Katanya banyak temen?"

"Shut up!" Lalisha tersenyum menenangkan ketika mendengar bentakan Samudra. Samudra dengan kepala batunya harus disikapi dengan lembut. Jika tidak, mungkin semua tidak akan selesai.

"Perlu gua temenin, Sam?" Pertanyaan Lalisha sama sekali diabaikan. "Lo lagi punya masalah ya? Lo bisa curhat ke gua kok, Sam."

"Pertama, jangan panggil gua Samudra! Kedua, berhenti peduliin hidup gua! Dan terakhir, lo bisa pergi sekarang!"

"Pertama, gua tadi panggil lo Sam! Kedua, ini buat kebaikan lo! Ketiga, gua ngga mau!" Dengan semangat menggebu Lalisha menjawab semuanya. Semangatin diri buat ngga lemah hati sama perkataan pedes Samudra!

"Terserah lo deh! Yang penting, berhenti ngoceh dan jangan ganggu gua! Bener ya kata temen sekelas! Lo itu bego tapi sombong" Setelah itu hening, baik Lalisha maupun Samudra lebih memilih bungkam. Lalisha sama sekali tidak tersinggung niatnya di sini bukan untuk sakit hati, melainkan menjadikan Samudra temannya.

Sebenarnya banyak yang ingin Lalisha tanyakan tapi dia lebih memilih diam terlebih dahulu, kalo Samudra udah tenang baru dia ngoceh lagi.

"Dulu, waktu gua di panti. Gua punya sahabat, nama dia Ferro. Dia bukan anak yatim piatu, tapi dia selalu ngabisin waktunya di panti asuhan tempat gua dibesarin. Namanya, panti asuhan Kasih Bunda. Dia baik banget, suka ngasih apapun yang gua mau, dia manjain gua banget. Dia udah kaya kakak bagi gua, tapi dulu dia nyembunyiin sesuatu yang besar dari gua. Lo tau apa?" Jeda Lalisha menunggu respon Samudra. Namun penantiannya membuahkan hasil, Samudra menggeleng dengan lirih. Itu berarti dia menyimak apa yang Lalisha katakan.

"Dia nyembunyiin kesedihannya! Dia baik-baik aja di depan gua. Tapi waktu dia sendirian, masalah yang dia punya seakan menekan Ferro berpikir keras. Dia punya masalah sama keluarganya yang gua denger, orang tuanya kurang harmonis dia juga punya adek tapi adeknya ngga pernah mau maen sama dia. Waktu dia nemuin gua, dia selalu pake pakaian panjang mulu, eh ternyata dia kaya gitu karena mau nutupin luka sayatannya. Luka yang dia buat sendiri. Gua ngerasa bersalah, gua ngga peka sama orang yang gua sayang. Dia selalu nemenin gua, ketika gua punya masalah tapi gua sendiri malah tutup mata sama apa yang dia tanggung. Gua bego banget ya? Dia mungkin bakal tenang di alam sana kalau keluarganya baik-baik aja dan menjadi sadar setelah kehilangan anak sulung mereka."

"Dia meninggal? Karena tertekan dan aksi Phsychopathnya?" Tanya Samudra lirih

Dengan tawa lirih Lalisha mengangguk lalu melirik samudra yang tengah menelusupkan wajahnya ke lututnya, namun tawa lirihnya terhenti ketika melihat bahu Samudra bergetar. Apa Samudra menangis?

"Sam? Are you okey?" Samudra mengangkat wajahnya dengan air mata yang mengalir di wajahnya.

"Oke. Gua setuju. Lo jadi temen gua! Ingat, cuma temen curhat." Lalisha hanya bisa menatap Samudra dengan kerutan di dahinya. Mimpi apa dia semalam?

"Denger! Jangan sampe lo ngegosip tentang gua yang nangis sekarang! Bisa turun image gua!"

"Lo tau sendiri, gua pendiem di sekolah! Mana mungkin gua ngegosip!" Lalisha tidak terima dengan perkataan Samudra, orang dia ngga punya temen! Mau curhat sama siapa? Hantu?

"Tapi kenapa lo nangis?" Lalisha memiringkan wajahnya agar dapat melihat jelas wajah tampan lelaki itu.

"Terharu! Tapi kenapa lo tau kalo dia nyakitin diri sendiri? 'Kan lo ngga liat?"

"Waktu gua ketemu mommy sama daddynya, mereka nyeritain semuanya, mereka nyesel udah bersikap kaya gitu. Tapi gua ngga tau kalo mereka udah berubah apa belum, gua harap kedua adeknya ngga ngerasain hal yang sama."

"Gua harap juga gitu. Semoga Ferro tenang di alam sana, gua turut berduka."

"Iya, aamiin. Gua yakin, dia lebih bahagia di sana."

Dengan obrolan yang terus berlanjut, Lalisha tidak henti bersyukur karena bisa menjadi teman Samudra walau hanya sekedar teman curhat, mungkin lebih tepatnya teman pelampiasan.

***
See u next time:)

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang