Chapter 17

1.5K 88 8
                                    

Maaf lama Update...
Budayakan Vote & Comment, guys. Biar cepet updatenya, karena banyak yang baca tapi yang like sedikit:(

Oke, lanjut aja ya guysss....
Happy Reading

.
.
.
.
.

"Lisha?" Seruan itu membuat Samudra maupun Lalisha menghentikan langkah mereka, dengan kompak mereka menoleh, melihat Wildya yang berlari dari ujung koridor dengan tas yang diseret penuh oleh cewek tomboi itu, yang membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Ada apa, Dya? Itu tas lo kotor, jangan diseret-seret gitu!"

"Maafin gua soal kemarin, Lish. Gua janji ngga bakal kaya gitu lagi. Gua tau itu salah, tapi rasa penasaran ngalahin ego gua, Lisha. I'm so sorry." Mohon Wildya menggenggam tangan Lalisha. Sebenarnya dia masih sedikit kesal dengan kejadian kemarin namun melihat Wildya dengan wajah putus asanya membuat Lalisha menyungging senyum dan mengangguk.

Samudra yang berada disebelahnya tersenyum lembut, dia sangat tau bahwa Lalisha masih enggan untuk memberi maaf, mungkin karena tidak enak hati, akhirnya Lalisha mengiyakan perminta maafan Wildya.

"Yaudah ke kelas yuk, bentar lagi mau bel."

"Ayo!" Seru Wildya dengan menyeret tasnya lagi, dan tentu saja Lalisha langsung menarik kuncir kuda gadis itu. "Tas lo kotor! Pake yang bener!" Ketus Lalisha.

"Males baget sumpah! Tas gua itu beban banget."

"Yaudah sini, gua bawain." Tawar Lalisha yang direspon Samudra dengan sentilan dikeningnya.

"Sakit, Sam!"

"Enteng banget ya nawarin kaya gitu! Masa tas lo gua yang bawa, lo malah bawa tas si koboi!"

"Lo sendiri yang mau bawa tas gua, gua nyuruh juga ngga. Kalau ngga ikhlas sini." Dengan Wajah ditekuk Lalisha mencoba mengambil alih tasnya yang berada di bahu lelaki itu.

Sebenarnya itu bukan kemauan Lalisha, namun Samudra sendiri yang memasukkan beberapa buku tulisnya ditas Lalisha. Memang tidak asing lagi kalau Samudra tidak pernah membawa tas, semua buku tulis maupun buku paket berada diloker, kalau ada tugas baru deh bawa. Dan sekarang Samudra hanya membawa tas Lalisha, sehingga buku mereka tercampur dalam tasnya.

"Jangan! Ini berat, nanti lo-..."

"NGGA AKAN KUAT, BIAR PUTRA SAJA." Seruan itu terdengar dari murid-murid yang tengah memperhatikan pertengkaran kecil mereka. Sudah tidak asing lagi bagi mereka, jika kedua sejoli itu selalu bersama. Walau tidak banyak yang menyukai Lalisha, namun entah mengapa semakin lama ia dekat dengan Samudra, semakin banyak orang yang menerimanya. Maksudnya, menerima kehadirannya walaupun masih banyak tatapan sinis jika Lalisha berjalan seorang diri tanpa Samudra.

"Gua duluan, lama-lama bisa muntah kalau disini terus." Dengan langkah ringan Wildya melangkah menjauhi kedua sejoli itu, dan tentu saja tasnya masih diseret. Tidak asing bagi murid yang menatap hal tersebut karena memang begitulah kebiasaan cewek tomboi itu.

***

"Lo makin deket aja sama Lisha."

"Emang kenapa?" Samudra memfokuskan pandangannya lagi ke smartphonenya ketika terdapat balasan dari chattingannya dengan Lalisha.

"Lo jadi sering ngga ikut kumpul main sama kita-kita."

"Emang kenapa?" Ulangnya lagi.

"Ya, tanpa lo kita sepi, Putra."

"Sepi atau kalian selalu kalah sama sekolah lain?" Walau percakapan mereka ringan namun Samudra mencium ketidaksukaan disini, dia tidak menutup mata pada lingkungan sekitarnya, dia tau bahwa teman sepergaulannya mulai memandang remeh dirinya.

"Jangan ngeremehin kita, bro!"

"Kenyataannya gitu, gimana dong?" Setelah perkataan itu keluar dari bibir Samudra, Mikael langsung meninju wajah songongnya.

"Ayolah, guys. Kalian punya otak, jangan ngandelin gua terus. Gua tau kok kalau kalian selalu memuja gua disini karena pengen gua memperkuat squad ini kan?" Mereka memandang Samudra dengan tatapan nyalangnya.

"Maksud lo apa bicara kaya gitu, Put?" Itu suara Reno yang baru saja datang menghampiri teman-temannya.

"Nih bocah mulai songong! Kalau bukan karena kekuatan adu jotos lo, udah gua tendang lo dari sini! Sama senior aja belagu. Kebanyakan dipuja!" Mikael bersua dengan wajah merah padamnya, sedangkan Samudra masih dengan santainya duduk dengan sesekali menyeka darah yang berada disudut bibirnya.

"Ini nih maksud gua! Karena gua disini cuma dimanfaatin, dan kalian ngga punya otak buat jaga diri sendiri, bisanya ngandelin gua." Setelah itu dia mulai melenggang meninggalkan gudang sekolah dengan geraman Mikael yang tidak terima.

Sebelum mencapai pintu Samudra berbalik. "Oh iya, satu lagi. Kalau mau gosipin gua, please jangan dikamar mandi! Kek cewek aja."

"Kenapa sampai ribut, sih? Kaya bocah tau ngga!" Marah Reno pada teman sekelasnya itu.

"Saking ngga maunya lo kehilangan Putra di squad ini, lo sampe ngga buka mata lo? Putra itu mulai ngelunjak! Ngurusin hal pribadinya sampe lupa kita-kita." Lagi-lagi hanya Mikael yang emosi, sebenarnya daritadi teman-temannya yang lain hanya bisa menonton perdebatan tersebut, bukannya tidak ingin melerai namun mereka cukup paham bahwa Mikael salah resepsi disini. Kalau mereka ikut campur malah berbuntut panjang nantinya.

"Lo homo?"

"Maksud lo apa, bangsat!"

"Ya ngapain juga lo pengen diperhatiin si Putra? Kita punya kepentingan masing-masing, bro! Hidup kita ngga selamanya buat ini squad! Lagipula, kita bentuk ini squad bukan untuk ado jotos doang! Tapi buat ajang silaturahmi, buat hiburan, buat jaga sekolah kita! Stop berpikiran pendek, open minded, bro!" Hilang sudah bahasa Sunda yang sering ia pakai, karena beginilah Reno. Dia akan serius bila memang berada disituasinya, karena menurutnya, sangat tidak lucu jika dia sedang serius malah memakai bahasa kebanggannya, nantinya malah mengundang tawa. Setelah berkata panjang lebar Reno keluar ruangan itu, diikuti dengan puluhan siswa kelas 10-12 yang tengah berkumpul itu, meninggalkan Dekka yang menepuk pelan punggung Mikael.

"Stop nyakitin diri lo sendiri. Sekarang jernihin pikiran lo, resapin apa yang udah dibilang bang Reno." Ujar Dekka pelan sambil melangkah keluar, Dekka memang nakal namun jika memanggil Reno dia akan memanggilnya dengan sebutan yang special. Mungkin karena mereka sangat dekat, sehingga Dekka lebih menghormati seniornya itu.

Ditengah kesendiriannya Mikael menghempas barang apa saja yang didekatnya. Walau berada digudang, jangan pikir ruangan ini akan berdebu atau semacamnya karena mereka telah mendekor ulang gudang ini dan tentu saja tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Letaknya yang tidak pernah terjamah murid-muridpun membuat mereka memilih tempat ini sebagai tempat bolos mereka.

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang