Cowok Sinting

134 13 0
                                    

Jam istirahat serasa bagaikan surga bagi siswa SMA Airlangga yang selalu dicekoki dengan jam belajar tak berperikemanusiaan. Tak heran kalau mereka menyambut dengan suka cita waktu tersebut. Seperti biasa, di ruang kelas paling ujung bertuliskan XII Seni dan Budaya, Chika asyik melamun. Ia belum bisa move on dari pikiran kemarin. Ia sudah bertekad untuk menamatkan cerita Chika and Prince dari buku tulisnya gara-gara Nata. Namun, semakin ingin ditamatkan, semakin jelas pula muncul dalam benak.

Rasanya tak adil. Kenapa bayangan Chika menggambarkan Prince tampak semakin mirip dengan cowok menyebalkan itu? Memang aneh kalau Chika jadi terus memikirkan Nata. Namun, ia yakin seratus persen kalau sama sekali tak menaruh hati, apalagi jatuh cinta pada cowok itu. Memang sempat terpesona gara-gara kemiripan yang tak disengaja itu. Tapi pesona itu langsung sirna dan berganti dengan kebencian. Chika masih mengingat tangisan Sheila gara-gara cowok itu. Huh! Dasar sok keren!

"Ka, ke kantin, yuk?" ucap Safa tiba-tiba sambil menepuk bahu Chika.

"Eh, kodok!" Chika latah, "Ah! Elu nih demen banget ngagetin orang? Untung jantung gue udah dijahit!" sungutnya sambil memutar bola mata. Kocak sekali.

Safa cengengesan, "Sorry, Ka! Sorry .... Habis, elu ngelamun terus. Sampai eneg gue lihatnya!" kata Safa dengan bibir manyun.

"Kalau gue ngelamun, itu artinya gue lagi cari inspirasi!" sungut Chika. Sikapnya imut banget. Safa sampai tertawa geli.

Lalu keduanya keluar kelas untuk segera melancong ke kantin. Saat Safa mengutarakan keinginan untuk makan bakso, Chika sempat protes. Gimana nggak? Chika merasa tubuhnya semakin bulat. Namun, tak urung ia mau juga. Meski mamanya kerap melarang anak gadisnya sering makan bakso, Chika tetap tak peduli. Namanya juga lapar. Menu di kantin mana ada yang sehat? Mentok juga gado-gado. Sayangnya, Chika tak begitu suka. Hanya bakso yang menjadi favoritnya.

Dua porsi bakso plus es jeruk telah terhidang di meja. Tanpa basa-basi, Safa dan Chika langsung melibas habis bakso mereka. Tampak seperti orang yang sangat kelaparan hingga menimbulkan rasa kasihan bagi siapapun yang melihatnya. Rasanya sedih kala melihat dua gadis kecil makan bakso dengan buru-buru seolah ingin menuntaskan hasrat lapar yang menyiksa.

"Apa lu lihat-lihat?" semprot Chika kesal kala dipandangi oleh berbagai pasang mata. Sialan! Dikira pajangan antik apa? Diakui, memang ia sedang lapar banget. Begitupun dengan Safa. Itu karena pelajaran sebelumnya cukup menguras energi. Yups, pelajaran Antropologi dengan guru killer yang punya semboyan Tiada Ampun Bagi Pelanggaran itu.

Hal seperti itu sebenarnya sering terjadi. Entah karena kasihan, atau karena uniknya postur tubuh Chika dan Safa yang terbilang mungil. Namun, jangan salah. Meski kecil, keduanya bisa menjadi manusia Super Saiya kalau sedang marah. Itu sebabnya banyak yang segan pada mereka.

Seperti minggu-minggu ini, Safa ditembak anak kelas Sains. Namanya Miko. Lumayan ganteng sih. Namun, Safa menolaknya mentah-mentah. Itu karena ia punya prinsip kalau selama sekolah tak akan pacaran dengan cowok manapun. Ia ingin menjadi anak baik yang bisa membanggakan orang tua dengan prestasi yang dimiliki. Topik itulah yang kini dibicarakan keduanya di sela acara makan bakso.

"Gue yakin kalau cowok itu manis di awal doang," ucap Safa sok tahu.

Lalu, keheningan menyapa keduanya.

"Kalaupun punya cowok, gue pengen yang seperti abang tiri gue. Udah ganteng, baik lagi. Emang sih banyak cewek yang dendam gara-gara dibikin patah hati. Tapi abang gue orangnya serius kalau udah jatuh cinta sama cewek!" ceritanya panjang lebar.

"Lho? Bukannya kemarin lu bilang kalau dia nggak percaya sama cinta?" tanya Chika sambil mengerutkan alis.

"Iya. Tapi kemarin dia berubah. Pas malam-malam cerita sama gue, dia bilang kalau udah menemukan cewek yang membuatnya jatuh cinta. Kalau dipikir-pikir, dia itu mirip elo, Ka! Sama-sama tukang ngayal!" terang Safa, disambut bibir Chika yang dimanyun-manyunin. Kata-kata tukang ngayal cukup mengganggu pikirannya. Ah, apa iya separah itu?

"Gue jadi penasaran sama abang lu itu. Kaya gimana sih wujudnya?" ucap Chika dengan memasang muka serius.

Safa tertawa cekikikan, "Ada deh! Gue rahasiain aja biar lu penasaran! Yang jelas, dia jauh lebih cakep dari cowok khayalan lu!" godanya.

"Ih! Sok tahu!" sungut Chika sambil menekan lengan Safa hingga empunya lengan hampir jatuh. Lalu, keduanya pun tertawa. Yups, Chika dan Safa memang sudah terbiasa bercanda seperti itu. Jadi, separah apapun candaannya, masing-masing tak ada yang merasa sakit hati. Ya, namanya juga cuma bercanda.

***

Jam pulang sekolah telah tiba. Perut Chika terasa berat gara-gara kebanyakan jajan. Ia berjalan menuju gerbang dengan tak semangat. Pikirnya, dalam kondisi seperti ini, tidur adalah kegiatan paling tepat.

"Ka, gue duluan, ya? Udah dijemput, nih!" pamit Safa yang selalu diantar jemput sopir pribadi lantaran takut diculik.

"Iya, Fa! Hati-hati!" balas Chika sambil melambaikan tangan. Tak lama kemudian, tak tampak lagi sosok Safa dari balik gerbang.

Chika meneruskan langkah. Ia berharap angkot yang ditunggu akan segera tiba. Ia menanti di halte dekat gerbang sekolah. Di sana, banyak berjajar pedagang kali lima yang menjajakan makanan. Chika berhasrat untuk membeli somay, tapi ditahan. Kalau dipaksa jajan dalam keadaan perut penuh, bisa-bisa ia jadi makin bulat.

"Chika!" terdengar suara cowok memanggil. Chika menoleh. Tampak seorang cowok nangkring di atas motor sport warna putih. Kaca helm disingkap hingga wajahnya tampak menusuk mata gadis yang melihat. Namun, tidak dengan Chika. Gadis itu malah geram. Ia mikir, mau apa cowok itu datang lagi?

Ia Prince. Ah, bukan! Maksudnya Nata!

Chika cuek. Ia melengos seolah tak ada siapa-siapa. Ih! Bodoh amat! Siapa juga yang mau meladeni cowok buaya ini? Amit-amit! Chika menyerapah dalam hati dan berharap cowok itu lekas menyingkir.

"Ka? Lu kenapa, sih? Gue kan sengaja datang buat jemput lu!" protes Nata. Mungkin ia kesal juga dicuekin terus oleh Chika.

"Apaan, sih, lu?" tukas Chika sewot, "Gue nggak minta! Lagian ngapain lu sok akrab gitu sama gue?" sungut Chika judes. Nata pun garuk-garuk kepala.

"Gue nggak sok akrab!" elak Nata, "Gue tahu lu! Nama lu Meyriska Putri kan? Lu anak kelas XII Seni dan Budaya. Lu pecinta kartun Princess dan sekarang lagi berusaha ikut tes beasiswa fashion ke Perancis. Terus, lu anak tunggal yang sekarang jomblo! Gue tahu banyak tentang lu!" terang Nata panjang lebar.

Chika mendelik kesal. Bagaimana mungkin cowok itu tahu semua tentangnya? Apa cowok itu juga tahu kalau sebenarnya Chika itu sahabat Sheila? Lagipula, ada urusan apa cowok itu mendekatinya? Pakai acara jemput segala lagi!

"Cie ... ternyata cowok lu anak kelautan, Ka? Cakep, tuh! Pantas aja nggak pernah dipublikasikan. Takut diembat kali!" ledek teman-teman Chika yang kebetulan melintas.

Hati Chika terasa makin panas. Mungkin sebentar lagi ia akan berubah menjadi manusia Super Saiya.

"Mau lu apa, sih? Tuh, gara-gara elu, anak-anak ngira kita pacaran!" tantang Chika tanpa bisa menyembunyikan kemarahannya. Ia tatap mata Nata lekat dan syarat dengan emosi membuncah.

"Gue cuma mau antar lu pulang!" jawab Nata santai.

"Sakit lu, ya?!" jerit Chika kesal, lalu melangkahkan kaki hendak pergi. Sayangnya, Nata buru-buru mencekal tangan mungil Chika untuk mencegah gadis itu pergi.

Gila! Cowok itu benar-benar gila! Chika heran, kok bisa Sheila sama Kiara jatuh hati sama cowok saiko model begini? Rasanya ia ingin menonjok muka cowok itu, andai tangannya tak dicekal kuat seperti ini.

"Gue heran sama lu, Ka!" protes Nata, "Kayanya lu benci banget sama gue! Salah gue sama elu apaan?"

Mendengar pertanyaan itu, Chika langsung tersenyum kecut. Ia menatap sepasang mata Nata dengan berani.Tak ada gentar sedikit pun.

"Salah lu? Lu norak tahu, nggak!" kata Chika pelan, tapi cukup menusuk hati Nata. Cowok itu melepaskan genggaman tangannya perlahan dan membebaskan gadis itu pergi. Sementara Chika tak melewatkan kesempatan ini. Ia langsung kabur menuju angkot yang berhenti. Ia tak mau berurusan lagi dengan cowok itu.

Nata menatap kepergian Chika dengan tatapan nanar. Ia merasa hatinya sakit. Namun, ia bertekad untuk pantang mundur. Gadis yang ia cari telah berada di depan mata dan tak akan dibiarkan hilang begitu saja.

***


Minta kritik dan saran, ya? Kalau suka, jangan lupa klik bintangnya. :D

Candy Floss LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang