Chapter 16

9.3K 1.4K 226
                                    

[Aku semakin mencium aromamu lebih dekat.]

◾◽◾

Yoojung merasa tak puas akan penyelidikannya hari ini mengenai pemuda bernama Ten tersebut. Semua hal tentang pemuda itu masih samar baginya. Bahkan ia tak mendapat hasil apapun. Menghabiskan es krimnya dengan cepat dan terburu-buru bergegas mengejar Ten, Yoojung hanya berlari sia-sia.

Pemuda itu telah pergi entah kemana menyisakan beragam tanda tanya dalam benak Yoojung. Satu hal yang kini Yoojung tahu dan dipertanyakan adalah siapa penghuni apartemen Sujeong nomor 303 itu. Siapa yang ditemui Ten hari ini?

Oleh karena itu, Yoojung berjalan cepat kembali ke apartemen Sujeong. Menaiki lift dan berharap-harap cemas akan siapa di balik pintu apartemen nomor 303 tersebut. Lift berdenting menambah kegugupan dirinya. Namun mengumpumpulkan segenap keberaniannya, Yoojung melangkah keluar dari lift dan berjalan cepat. Berdiri di depan pintu apartemen 303.

Yoojung menatap bel apartemen. Berperang dalam batinnya.

Tekan. Tidak. Tekan. Tidak.

Yoojung memilih untuk tidak menekan bel apartemen tersebut. Ia tak ada kesiapan untuk mendapat beragam pertanyaan dari sosok penghuni apartemen 303 tersebut. Bagaimana jika dia menanyakan identitasnya, dan alasan mengapa ia datang.

Sayangnya ketika Yoojung hendak berbalik meninggalkan apartemen 303, pintu apartemen terbuka menghentikan langkahnya. Seorang pria dengan hoodie hitam dan celana jins sobek pada lututnya keluar menenteng plastik berisi sampah.

"Kau siapa?" tanya pemuda tersebut, menutup pintu apartemennya dan berdiri tegap menatap gadis di hadapannya. Yoojung gugup. "Ada keperluan apa?" tanya pemuda itu lagi.

"Ah, anu.." Yoojung mengayunkan telunjuknya. "Aku hanya lewat. Haha.." lanjutnya tertawa garing dan segera pergi berlalu.

"Tunggu!" pemuda itu berteriak kecil menghentikan langkah kakinya. Yoojung mendesis jengkel. Harusnya aku tak datang!

"Ya?" Yoojung berbalik memasang senyum seramah mungkin.

Pemuda tersebut berjalan mendekat. Tas sampah di tangannya bergoyang pelan. "Sepertinya kau bukan sekedar lewat apartemenku." Ucap pemuda tersebut membuat Yoojung gugup setengah mati. Sudut bibir pemuda tersebut membuat lekukan. "Kau ingin bertemu denganku?"

"Tidak!" jawab Yoojung cepat. "Eh, itu.. rumah bibiku ada disini. Aku baru saja mengunjunginya." Yoojung berbohong. Tentu saja ia tak memiliki bibi yang tinggal disini. Ia tak memiliki saudara satupun di Seoul. Mereka semua menetap tinggal di Busan.

"Begitukah? Sayang sekali." Gumam pemuda tersebut. Namun Yoojung dapat mendengarnya. Matanya menyipit menatap curiga pada pemuda dengan hoodie hitam tersebut. "Kalau begitu, senang bertemu denganmu Yoojung-ssi." Ujarnya lantas berjalan melewati Yoojung.

Yoojung terdiam sebentar. Ia lantas berbalik dan mendapati pemuda tersebut telah memasuki lift. Begitu lift tertutup Yoojung menyadari sesuatu. "Bagaimana ia tahu namaku?"

---

Yoojung tak mendapati hasil apapun hari ini. Bahkan saat ia mengejar pemuda berhoodie hitam penghuni apartemen Sujeong tersebut, pemuda itu telah pergi entah kemana selepas membuang sampah tadi. Yoojung menggerutu kesal masuk ke dalam kamar.

Ah, namun setidaknya ia tahu siapa yang tinggal disana meskipun tak mengetahui namanya.

Pemuda yang tinggal disana mencurigakan. Pemuda itu bahkan tahu namanya padahal ia tak pernah memperkenalkan diri. Atau jangan-jangan Ten yang menceritakannya pada pemuda tersebut. Itu memang opsi yang masuk akal. Namun terlepas dari opsi tersebut, Yoojung tetap harus mencurigai pemuda tersebut. Ia merasakan sesuatu yang aneh dalam ekspresi wajah pemuda tersebut saat menatapnya.

"Aghrr...!" Yoojung mengusap kasar wajahnya. Semua terasa rumit dalam benaknya. "Kenapa ayah belum pulang?" gumamnya tiba-tiba teringat ayahnya. Ia segera meraih handphone di sakunya dan menatap layar handphone yang nihil notifikasi.

Tak ada pesan masuk, pun tak ada panggilan masuk.

Padahal hari ini ia membolos. Apakah Mark tak bertanya-tanya? Biasanya pemuda itu rusuh sekali di sekitarnya.

Tunggu dulu! Kenapa tiba-tiba ia mengharapkan Mark menghubunginya?

"Dasar gila!" kutuk Yoojung pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba handphonenya berdering pertanda pesan masuk. Yoojung menatap layar handphonenya dan langsung mengernyit bingung. Ada sebuah pesan masuk dari nomor asing. Ibu jari Yoojung bergerak membuka pesan tersebut. Pesan yang begitu singkat namun cukup membuat jantungnya berdegup kencang,

[Merindukan seseorang? Aku menemukanmu, cantik.]

Yoojung langsung bangkit dari posisi berbaringnya di atas ranjang. Tepat ketika itu Bibi Baek masuk. "Jungie-ya! Ada paket untukmu!"

"Ya?"

Buru-buru Yoojung menerima uluran paket tersebut. Bibi Baek langsung keluar dan menutup pintu. Yoojung duduk di meja belajarnya dan menatap paket tersebut sebentar. Ini adalah kotak yang sama yang tempo hari Ten bawa. Yoojung mengigit bibir bagian dalamnya dan segera membuka isi kotak tersebut.

Begitu ia membukanya, Yoojung tak lagi mendapati puluhan foto polaroid dirinya seperti isi dua paket sebelumnya. Isi paket ini lebih mengerikan dan sukses membuatnya sesak nafas menahan emosi dan rasa ketakutan yang bercampur aduk.

Handphone milik ayahnya ada dalam kotak tersebut. Handphone yang kotor dengan bercak darah. Tepat ketika tangannya bergetar meraih handphone tersebut, ponsel ayahnya mendapat pesan masuk dari nomor tak dikenal.

Yoojung dengan segenap ketakutan dan kecemasan membuka pesan masuk tersebut.

[Merindukan ayahmu? Bersabarlah, aku akan menjemputmu. Ah, jangan lapor polisi jika kau tak ingin menemukan ayahmu dengan tengkorak yang hancur. Sampai bertemu sebentar lagi, cantik!]





To be continued.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang