Chapter 33

9.7K 1.1K 148
                                    

Lucas menatap Taeyong sembari menyipitkan matanya. Di tangannya tergenggam dua buah pisau lipat, mengasah keduanya dengan sorot mata tak lepas menatap punggung Taeyong yang tengah menghadap komputernya membuka website 'Astaroth' miliknya.

Di sisi lain, Yoojung terus duduk terdiam di atas ranjang dengan pandangan kosong. Kedua tangannya bertaut dan saling menggesekkan jari, resah. Bayangan kematian ayahnya terus menghantui pikirannya. Bahkan untuk merasa sedih, ia tak tahu bagaimana caranya lagi. Perasaannya kacau, begitupula pikirannya.

Mark datang pagi tadi sekedar menengoknua dan memberikan satu kecupan singkat di keningnya sebelum akhirnya kembali pergi untuk berangkat sekolah. Sejauh ini, interaksi antara dirinya dengan Mark hanyalah sedikit, sehingga ia tak tahu karakter seperti apa Mark itu.

Disini tak ada jam dinding, jadi Yoojung mengira ini sekitar jam 10 pagi. Entahlah. Waktu seakan mengabur dalam ruangan ini. Lucas datang mendekat setelah memasukkan kedua pisau lipatnya ke dalam saku hoodie hitamnya.

Ia duduk di sisi Yoojung, mengusap rambut gadis itu lembut dan mencium bibirnya. Tak ada penolakan, Yoojung bahkan tak menatap wajah Lucas. Hal ini membuat Lucas menarik satu tarikan senyuman miring. Ia senang kucing manisnya tak memberontak lagi. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah pengakuan gadis itu.

Siapa yang menyentuhnya pertama kali. Mark ataukah Taeyong.

Semalam semua terasa begitu lucu. Lucas pikir ia bisa mempercayai kedua komplotannya. Memegang kesepakatan mereka dan saling mempercayai satu sama lain. Nyatanya, menemukan Yoojung tak lagi perawan bukanlah suatu hal yang boleh terjadi.

Sekarang gilirannya. Harusnya ia yang menyentuh pertama kali. Jika begini, nampaknya rasa percaya Lucas mulai memudar kepada dua kakak beradik itu—Mark dan Taeyong. Lucas mengangguk kecil. Sepertinya rasa kepercayaannya yang ia bangun selama beberapa tahun belakangan ini mulai roboh. Ia mencium bau penghianatan disini.

Taeyong dan Mark. Siapa diantara mereka berdua yang mengingkari kesepakatan mereka?

Lucas mengusap pipi Yoojunv lembut, menatapnya intens dan memberikan senyuman terhangatnya. Meski bagi Yoojung semua itu hanyalah sampah. Tak ada satu kebaikan bahkan dalam senyuman itu. Lucas bangkit, memasukkan kedua tangan dalam saku hoodienya.

"Aku pergi dulu," ucapnya mendapat anggukan dari Taeyong. Rencananya hari ini Lucas pergi ke Busan. Banyak hal yang harus ia urus disana, termasuk mayat-mayat yang ia kubur disana. Jadi, ia tak akan pulang hingga esok hari. Menatap Yoojung sekilas berharap selama kepergiannya gadis itu masih baik-baik saja. Ia belum menyelesaikan urusannya dengan Yoojung. Jadi gadis itu belum boleh mati.

Selepas kepergian Lucas, Taeyong terus duduk di balik komputernya. Menuliskan beberapa hal termasuk mengontrol beberapa data yang ia dapat dari para member game simpel yang ia buat. Terutama data para gadis muda yang memainkan game tersebut.

Jarum jam terus berputar, suara ketikan keyboard dan pencetan mouse mengisi ruangan. Mata Yoojung tertuju pada pintu di sudut ruangan. Ruangan 'peti mati' tempat Ten berada.

Apa kabar pemuda itu? Terakhir kali ia melihat, Ten terlihat sangat kacau. Ia bahkan tak tahu apakah tiga pemuda sinting itu memberikan makan atau tidak. Dalam diamnya, terbesit bahwa ini adalah kesempatannya lagi untuk kabur.

Ia ingat bahwa Taeyong tak suka dirinya diikat. Maka dengan segenap keberanian ia membuka mulutnya memanggil Taeyong yang masih terfokus dengab komputernya. "Taeyong-a!"

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang