[Aku memang menemukan banyak hal. Namun semua terasa semakin buram, semakin aku menggalinya.]
◾◽◾
Yoojung penasaran akan sebenarnya siapa Nyonya Lily itu. Tentang keluarga wanita pemiliki gedung itu, kematian putri bungsunya, dan keberadaan putra sulungnya. Terlebih alasan mengapa apartemen 127 tidak dijual dan dibiarkan kosong seperti itu. Paman penjaga gedung Taeil mengatakan bahwa apartemen 127 memang sengaja dibiarkan kosong oleh pemilik gedung entah karena alasan apa.
Nyonya Lily hanya tak ingin menjualnya saja. Hanya begitu.
Mencurigakan. Apakah Nyonya Lily hanya tak ingin menjualnya karena kenangan yang ada di dalamnya ataukah karena tak ada seorangpun yang ingin membelinya selepas insiden kematian putrinya di dalam apartemen tersebut.
Yoojung bukanlah seorang detektif. Ia hanya gadis SMU biasa. Bagaimana bisa ia mencari tahu itu semua disaat orang-orang yang pernah tinggal di sekitar Nyonya Lily di masa lalu bahkan tak mengetahui jelas kejadian kematian putri bungsunya dan hanya menyebarkan rumor tak mendasar.
Melangkahkan kaki dengan pikiran berkecamuk, Yoojung mendongak menatap gedung Taeil di hadapannya. Meski telah berkali-kali ia datang kesini, Yoojung sama sekali tak mendapatkan hasil apapun. Namun tetap saja benaknya selalu menuntunnya kesini.
Paman penjaga gedung yang sudah mengenalinya tersenyum. “Mau mampir ke apartemen itu lagi, nona?” tanyanya ramah. Rambut yang menyembul dari balik topinya telah beruban menandakan usianya yang semakin tua. Raut wajahnya penuh kerutan terlebih saat ia tersenyum. Namun Yoojung selalu menyukai wajah penjaga gedung tersebut. Menilik wajah ayah yang selalu menatapnya dingin, mendapat tatapan hangat dari pria tua itu membuat Yoojung merasa hangat.
“Tidak, paman. Aku hanya ingin berada di depan apartemen itu sebentar saja.”
Si paman penjaga gedung itu tertawa renyah. Jika dipikir-pikir Yoojung bahkan tak pernah mengetahui nama pria tua tersebut. Oleh karena itu irisnya bergerak menatap nametag di baju seragam sang paman penjaga.
Mon In sung.
Yoojung tersenyum tipis membacanya kemudian kembali menatap mata yang memancarkan kehangatan itu. “Paman bolehkah aku bertanya lagi.”
“Eoh, tentu saja!”
“Dua pemuda yang tinggal di kanan-kiri apartemen 127, apakah paman tahu sesuatu tentang mereka?”
Si paman berpikir sebentara. “Ah, pemuda thailan bernama Ten itu dan pemuda berambut merah, Lee Taeyong itu?”
“Ya, benar!”
Paman Mon berjalan keluar dari pos jaganya. Menyandarkan tubuhnya pada pintu pos jaganya dan melipat tangannya ke dada. “Yaah, aku tak tahu banyak tentang mereka. Yang kutahu si pemuda thailan itu bekerja di sebuah perusahaan, dan Lee Taeyong-ssi hanyalah seorang mahasiswa.”
Yoojung membesarkan matanya sedikit. Ia memang tahu Taeyong adalah seorang mahasiswa, namun tidak dengan Ten yang bahkan Yoojung tak tahu sedikitpun tentang pemuda bertindik itu. “Ten bekerja di sebuah perusahaan? Perusahaan apa?”
“Ah itu.. perusahaan game yang terkenal itu. Namanya apa... emm..” Paman Mon memejamkan matanya berpikir keras. “Ah, iya! Dia bekerja di JOOHN! Wah, hebat sekali dia bisa bekerja disana! Kudengar gaji disana tinggi sekali!”
Sementara Paman Mon mengoceh tentang betapa hebatnya perusahaan itu Yoojung mengernyitkan dahinya terkejut.
JOOHN Corporation. Sebuah perusahaan game terbesar di SEOUL, se asia. Perusahaan itu adalah milik ayahnya. Kim Kangjoon.
Dan Ten bekerja disana?
Selepas mendengar penuturan Paman Mon, Yoojung langsung pergi dan berdiri di depan apartemen 126, apartemen milik Ten. Pemuda itu sepertinya telah pergi entah kemana. Mungkin berangkat bekerja?
Entahlah. Yang pasti saat ini Yoojung mencurigainya.
Ayahnya menghilang dan kebetulan orang yang ia curigai sedari awal ternyata bekerja di perusahaan ayahnya. Bukankah itu sangat aneh?
Setelah 30 menit lebih Yoojung terus melamun di depan apartemen Ten, Taeyong keluar dari apartemennya. Membawa tas besar di punggungnya, dan kali ini tanpa kamera yang menggantung di lehernya. “Oh, Yoojung-ssi! Kau kemari lagi?”
Yoojung menoleh dan tersenyum kikuk. “Ya, begitulah. Kau mau kemana Taeyong-ssi, membawa tas sebesar itu?”
Taeyong terkekeh dan menaikkan tas ke atas punggungnya. Tas tersebut terlihat sangat berat. “Aku mau mendaki bersama temanku hari ini.”
“Dimana?”
“Kami akan naik pesawat ke Jeju hari ini. Mendaki Gunung Halla.”
Yoojung mengangguk-angguk, kembali tersenyum menampakkan eye smilenya. “Kalau begitu, selamat bersenang-senang.”
“Tentu saja!” Taeyong menutup apartemennya dan berjalan melewati Yoojung dengan senyum merekah. Yoojung terus menatap punggung pemuda bersurai merah itu hingga hilang di kelokan lorong.
Ia mendesah pelan. Kembali menatap pintu apartemen Ten.
“Apa yang kau lakukan di depan apartemenku?” tanya seseorang tiba-tiba membuat Yoojung sedikit terlonjak. Ia menoleh dan mendapati Ten baru saja datang entah darimana. Ia berdiri menatap Yoojung dengan wajah dingin seperti biasanya. Padahal tempo hari saat Yoojung mendapat traktiran es krim dari pemuda itu, wajah Ten tersenyum hangat.
Kemana senyum itu menghilang?
Yoojung melangkah mundur membiarkan Ten membuka pintu apartemennya. Ten menekan passwordnya, dan begitu pintu terbuka, sebelum ia melangkah masuk ke dalam apartemennya ia menoleh sedikit menatap Yoojung di balik punggungnya.
“Kuberi saran..” suara pelan dan tajam Ten membuat mata Yoojung menyipit. Kening Yoojung mengernyit dan ia menggigit bibir bagian bawahnya. “Jangan terlalu sering datang kesini.” Lanjutnya lantas segera melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemennya.
Yoojung membuka suaranya menahan Ten menutup pintu. “Kenapa?”
Ten mendongak menatap tajam gadis di hadapannya. “Itu menyebalkan. Sangat... menggangguku.”
Selepas itu Ten langsung menutup pintu. Yoojung terpaku di tempat. Entah mengapa ia merasa aneh akan kepribadian pemuda tersebut. Tempo hari Ten benar-benar ramah padanya bahkan mengusap rambutnya sembari tersenyum hangat. Membelikan es krim dan bahkan ucapan yang ia keluarkan terdengar ramah.
Namun hari ini, pemuda itu kembali seperti saat pertama kali Yoojung melihatnya. Begitu dingin dengan tatapan tajam.
“Mengganggunya?” gumam Yoojung dengan tatapan tak lepas menatap apartemen tempat Ten tinggal.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]
Fanfic[COMPLETED] "Terkadang meski aku merasa takut dan mengatakan jangan, tubuhku akan melakukan yang sebaliknya." Ada sebuah apartemen kosong tepat di depan pandangan Yoojung. Setiap malam ia akan melihat sinar putih di dalam apartemen tersebut. Aparte...