Chapter 29

9.9K 1.1K 139
                                    

Di ruangan bernama 'peti mati' ini tak ada satu pun benda yang dapat dijadikan alat. Di ruangan ini kosong, hanya ada kursi tempat Kangjoon dan Ten terikat dan sebuah meja kayu panjang. Selebihnya hanyalah tali pengikat dan plester.

Ten memutuskan menggunakan kursi besi lipat itu sebagai senjata. Kangjoon tak dapat membantu lantaran kakinya yang patah. Gadis bernama Hwang Yuri hanya duduk meringkuk di sudut ruangan bersama Yoojung.

Ten menunggu dengan terus duduk di atas kursi berpura-pura seolah dirinya masih terikat. Ia tak tahu kapan si psiko sinting itu akan kembali lagi.

Di dalam ruangan ini membuat mereka buta terhadap waktu. Tak ada jam dimanapun. Namun Ten mengura-ngira bahwa sekarang waktu menunjukkan sore hari mendekati malam.

Suara gemericik kunci dari luar pintu membuat Kangjoon, Yoojung, Yuri, dan Ten tegang. Yuri kembali terisak dan mencengkeram baju Yoojung. "Jangan khawatir. Kita akan baik-baik saja." Bisik Yoojung menenangkan. Namun sejujurnya ia bahkan cemas setengah mati. Ia tak yakin bahwa semua akan baik-baik saja.

Begitu pintu terbuka, Ten dapat melihat Mark dan Taeyong berdiri dengan senyum memuakkan mereka. Mata mereka tertuju pada objek yang sama.

Yuri dan Yoojung.

Tak sedikitpun dua pasang obsidian itu tertarik menatap Kangjoon maupun Ten. Taeyong melangkah masuk duluan diikuti Mark yang datang dengan sebuah palu di tangannya.

Ten menghitung kesempatan baginya untuk menang. Dua lawan satu.

Tidak.

Tiga lawan satu. Ia yakin Lucas juga berada di luar ruangan, menunggu. Ia kalah jumlah. Yoojung dan Yuri dalam bahaya. Ia tahu itu karena tiga psiko sinting itu hanya menginginkan dua gadis itu, bukan dirinya maupun Kangjoon.

Sialnya, Ten tak punya waktu untuk memikirkan berapa persen peluang ia dapat mengulur waktu dengan menyerang Mark dan Taeyong. Begitu Taeyong datang mendekat menarik pergelangan tangan Yuri, sementara wanita itu berteriak histeris diiringi teriakan marah Yoojung, Ten bangkit dari duduknya.

Ia mengangkat kursinya dengan cepat dan langsung memukulkannya tepat mengenai Mark yang berdiri tak jauh darinya. Mark mengaduh, menjatuhkan palu di tangannya membuat Taeyong membalikkan tubuhnya panik.

"Sial!" Umpatnya disusul dengan serangan tiba-tiba Ten yang hendak memukulkan kursi itu ke arah Taeyong. Meleset. Ten kalah gesit dibanding Taeyong.

Mendengar kegaduhan di dalam ruangan, Lucas segera datang, berdiri di ambang pintu menyaksikan pertarungan antara Mark, Taeyong, dan Ten. Wajahnya ditarik membuat seulas senyum.

Mark bangkit setelah jatuh akibat pukulan Ten. Ia menyerbu Ten dari belakang, menggunakan lengannya mencekik leher Ten. Lantas menarik tubuh Ten hingga mereka berdua jatuh berguling ke lantai. Sikut Ten berusaha menyikut perut Mark di bawahnya. Pemuda itu mengaduh merasakan tonjokan di perutnya yang lumayan keras memberikan kesempatan bagi Ten lepas dari kunciannya.

Sialnya, belum sempat Ten bangkit, Taeyong sudah meninju wajahnya hingga pemuda itu kembali jatuh ke lantai kayu yang dingin dan lembab. Suara gedebum itu membuat Yoojung maupun Yuri memekik. Yoojung ingin berlari membantu, namun Yuri mencengkeramnya terlalu kuat dan ia kesusahan menenangkan gadis itu.

Sementara Mark dan Taeyong kesulitan melawan Ten yang terus bangkit menyerang mereka, tanpa disadari Lucas berjalan dengan tenang dan menarik kerah Yoojung hingga gadis itu berdiri dan memekik.

Kangjoon berteriak marah dan hendak berlari menyerang Lucas. Namun patah di kakinya membuatnya terjatuh di lantai. Ten terpaku di tempat. Situasi ini membuatnya tak dapat menyerang Taeyong ataupun Mark lagi. Dengan cepat Mark menggunakan kesempatan itu mengunci lengan Ten ke belakang.

"Aish.. kalian sangat berisik." Desis Lucas kesal. "Pasti kau yang membuka tali mereka, iya kan, cantik?" Bisiknya di telinga Yoojung. Tangannya mengunci pinggang dan leher Yoojung. Yuri bergerak mundur menjauh dan bersembunyi di balik kursi tempat duduk Kangjoon.

Taeyong memijat pundaknya yang sakit bekas pukulan Ten. Ia menatap adiknya, Mark yang tengah mengunci pergelangan tangan Ten. "Apa yang harus kita lakukan padanya, hyung?"

Taeyong beralih menatap Lucas. Lucas mendesah berat. "Patahkan kedua kakinya hingga ia tak dapat berjalan lagi atau menyerang kita. Bedebah ini harus diberi pelajaran."

Mark mengangguk sedangkan Yoojung langsung berteriak panik. "Jangan!" Suaranya bergetar. "Jangan sakiti dia!"

Lucas tersenyum miring sembari mengeluarkan desisan. Ia tak menggubris Yoojung dan segera menarik gadis itu keluar dari ruangan. Sebelum ia melangkah keluar, ia berbalik menatap Mark. "Bereskan dia! Pastikan ia tak dapat menyerang lagi." Kemudian matanya beralih menatap Taeyong. Ia tersenyum tipis. "Kau tahu, kan, tugasmu?"

Taeyong tersenyum. "Tentu." Jawabnya melirik gadis bernama Hwang Yuri yang meringkuk ketakutan.

Sedangkan itu Mark menendang kaki Ten dari belakang hingga pemuda itu jatuh terduduk. Entah kapan, Mark sudah membawa palunya lagi di tangannya. Dan dengan keras palu itu melayang di kepala Ten. Percikan darah menodai palu itu untuk ke sekian kalinya.

Ten rubuh disertai jeritan ketakutan Yuri dan teriakan marah Kangjoon. Namun pukulan itu tak lantas membuat Ten pingsan seketika. Pemuda itu merintih kesakitan. Namun Mark tak memberi jeda bagi Ten untuk merasakan kesakitan di kepalanya karena ia memberikan kesakitan lain pada lutut Ten.

Dengan sadis, ia memukulkan palunya dengan keras pada lutut Ten.

"Aaaaaakhhh!" Ten berteriak kesakitan. Bukan hanya sekali, Mark memukul palunya berkali-kali pada kedua lututnya hingga dirasa tulang lututnya hancur.

Mark terkekeh puas. Kemudian ia menarik tubuh Ten ke atas kursi lagi dengan susah payah. Mengikat tubuh Ten lagi dengan kuat. Kemudian beralih menuju Kangjoon yang terduduk di lantai lantaran kaki kanannya yang patah.

Dengan sadis, Mark memberikan pukulan terkuatnya pada tulang kaki Kangjoon yang patah. Kangjoon berteriak kesakitan. Mark dengan kasar menarik tubuh Kangjoon untuk di kursi lagi. Mengikat pria itu lebih kuat.

Taeyong tersenyum senang melihat aksi Mark. Setelah Mark selesai dengan urusannya, Taeyong berjalan mendekati Yuri. Gadis itu menangis hingga tubuhnya bergetar.

"Ampuni aku.. huhuu... Kumohon, lepaskan aku.. huhuhuu.."

Taeyong menarik dagu Yuri hingga mendongak menatapnya. "Kau mendengarnya? Suara teriakan kesakitan itu. Bukankah itu sangat merdu?" Taeyong memberikan senyum terlebarnya. Namun bagi Yuri itu adalah senyuman yang menakutkan. "Aku ingin mendengarnya lagi. Dari mulut cantikmu."

















To be continued.

Sori updet lama... Wkwkwk.. btw buat Cat in the blanket aku kesulitan ngelanjutin.. jadi untuk CitB aku hiatus dulu.. *ideku kemana woy!!

Oh btw, makasih buat jawaban kalian di chapter sebelumnya.. Itu sangat membantu.. 

Dan maaf lom bisa balas komenannyaaa..TT

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang