Chapter 21

9.4K 1.4K 674
                                    

[Pilihanmu tak menentukan segalanya. Semua ditangan kami, karena kami lah masternya disini.]

◾◽◾

         Yoojung menghembuskan nafas teratur. Matanya masih terpejam namun kepalanya sedikit bergerak ke kanan dan kiri. Kesadarannya kembali. Perlahan ia membuka matanya, menyambut kegelapan di hadapannya. Bukan sepenuhnya gelap.

Ia sedang berada di ruangan entah dimana. Tak ada pencahayaan lampu. Bau ruangan yang berbau anyir darah dan sedikit pengap. Kakinya terasa sakit begitu pula beberapa bagian tubuhnya yang lain. Pegal.

Yoojung berusaha menarik tangannya, namun rupanya tangannya terikat ke belakang sementara tubuhnya diikat di sebuah kursi. Kepalanya terasa pusing dan mendadak ia merasa mual lantaran bau menjijikkan yang menguar dalam ruangan gelap ini.

"Kau sudah bangun, cantik?" suara itu terdengar familiar. Panggilan cantik yang selalu ia dengar dari sosok psikopat yang kini telah mendapatkannya. Yoojung mengerjap pelan. Masih terlalu lemas untuk membuka suara.

Pemuda di hadapannya mendekat. Rambut merah. Bau pappermint menguar dari tubuhnya sedikit menyingkirkan bau anyir darah yang menusuk penciuman Yoojung. "Akhirnya kita bertemu juga, cantik."

Yoojung memfokuskan pandangannya pada sosok sinting yang kini menyisih jarak diantara mereka. Wajahnya begitu dekat dan nyaris hidung mereka bersentuhan beberapa senti lagi. "Hai.."

Dia tersenyum.

Lee Taeyong.

"Bajingan.." lirih Yoojung pada akhirnya membuka suaranya.

"Apa?"

"Dasar keparat sinting! Bangsat!"

Taeyong terkekeh pelan mendengar umpatan Yoojung. Ia tak tahu gadis ini bisa mengumpat juga. Padahal sebelumnya yang ia lihat dalam sosok gadis dihadapannya adalah gadis bak seorang putri. Lemah lembut, tak banyak bicara dan bertingkah sopan. Namun lihatlah sekarang!

Bukan berarti Taeyong tak menyukainya. Malah sekarang ia makin menyukai sorot marah dari mata gadis itu. Marianya.

"Ah.. senangnya!" Taeyong mengusap pipi Yoojung lembut. Menyingkirkan anak rambutnya dan semakin mengikis jarak wajahnya. "Hei, mau main sebuah permainan?"

Yoojung mendesis. Dasar sinting!

"Ada 3 koper di ujung sana." Taeyong menunjuk telunjuknya di pojok ruangan tempat 3 koper besar terletak. "Salah satunya adalah hadiahmu. Tebak! Mana yang berisi hadiahmu?" tanyanya sembari memiringkan kepalanya.

"Dasar gila!" Yoojung mendesis tak berniat menjawab. Lantas ia meludahi wajah Taeyong membuat pemuda itu memejamkan matanya dan menegakkan tubuhnya.

Gilanya, bukannya mengusap ludah dari wajahnya, Taeyong malam dengan jarinya mengusap ludah itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Ia tersenyum. "Tak apa. Aku suka semua dari dirimu."

Sinting! Yoojung menahan nafasnya. "Dimana ini?"

Taeyong memasukkan kedua tangannya dalam saku celananya. "Dimana ya? Em.. biar kupikirkan.." ucapnya mengulur waktu membuat Yoojung jengah. "Di gudang sekolahmu?"

"Jangan bercanda."

"Memang benar, kok. Kau tak sadar ada pintu rahasia di lantai gudang itu? Ah.. benar! Pasti tak ada seorangpun yang mengetahuinya kecuali aku dan.." Taeyong membalikkan badannya. "Mark, mau sampai kapan kau duduk disana? Kemarilah bersenang-senang bersama Yoojung kita!"

Terdengar kekehan ringan di sudut ruangan. Yoojung tak sadar sedari tadi ada orang selain Taeyong di dalam ruangan ini. Mark berjalan mendekat tersenyum manis ke arah Yoojung. Sungguh itu adalah senyuman yang selalu Mark berikan padanya. Gadis itu tak menyangka Mark adalah salah satu dari si sinting psiko tersebut.

"Sekolah ini milik ibuku. Ah bukan.. ibu kami. Iya kan, Tae?"

Taeyong mengangguk, menarik kursi lain dan duduk di hadapan Yoojung. "Kau pasti sudah dengar tentang orang yang tinggal di apartemen 127 sebelumnya. Itu ibu kami!" Taeyong melanjutkan cerita Mark. "Kau mau mendengar cerita lengkapnya?"

Yoojung tersenyum miring melihat kesintingan dua pemuda dihadapannya. "Apakah aku terlihat seperti orang yang penasaran akan kisah kalian?"

"Emm, kupikir kau penasaran akan kami karena selama beberapa hari kau terus mencari tahu tentang kami." Mark menambahkan diikuti anggukan Taeyong.

Yoojung menghela nafas berat. Ia tak lagi peduli akan siapa mereka. Yang terpenting sekarang adalah dimana ayahnya. "Dimana ayahku?"

Mendengar pertanyaan Yoojung seketika membuat Taeyong tertawa keras. "Kan sudah kukatakan di awal, pilihlah diantara 3 koper itu! salah satunya adalah hadiahmu, atau ayahmu!"

Yoojung mengenyitkan dahinya. Kekhawatiran menyelimuti benaknya. "Jangan-jangan.. kalian... tidak, kan?"

"Eiy, kami tidak membunuhnya. Lebih tepatnya belum." Mark menimpali mengetahui apa yang gadis itu pikirkan.

Yoojung meloloskan nafas lega. Sumpah ia benar-benar belum siap jika harus menemukan ayahnya tak lagi bernyawa. Tidak! Ia tak akan menyiapkan hati untuk kemungkinan buruk seperti itu. Ayahnya akan selamat, pun dirinya.

"Jadi.. bagaimana? Pilih hadiahmu!" Taeyong merasa tak sabaran. Sungguh jika saja yoojung tak diikat ingin ia cekit saja pemuda sintik itu dan membunuhnya detik ini juga. Bagaimana bisa wajah tersenyum itu ternyata menyembunyikan sifat monster mengerikan dalam dirinya.

Mark menepuk pundak Taeyong. "Hei, kenapa dia belum datang?"

Taeyong mendongak, Yoojung mengenyit. Siapa yang akan datang lagi? Bukan hanya mereka? Apakah ada 3 psiko sinting nantinya?

Siapa? Jangan-jangan...

Bukan Ten kan?

Selang beberapa detik kemudian terdengar suara pintu berderit. Kemudian ada suara langkah kaki seseorang datang dan terdengar suara benda diseret. Jantung Yoojung berpacu. Ia pikir ia hanya akan menghadapai satu orang sinting, namun ini.. tiga?

Pemuda yang baru datang itu akhirnya menyalakan lampu. Membuat mata Yoojung silau di awalnya. Namun ketika ia melihat siapa yang datang seketika membuat mulutnya sedikit terbuka.

Pemuda itu membawa sebuah koper besar. Sosok yang pernah ia temui. Pemuda yang tinggal di apartemen Sujeong nomor 303 itu. seseorang yang bahkan tahu namanya saat itu. pemuda itu terkekeh. "Kita bertemu lagi, Yoojung-ssi! Ah tidak. Si cantikku?"

"Kau lama sekali!" omel Mark mendekati pemuda itu. tangannya mengambil aih koper besar yang dibawanya.

"Tutup mulutmu! Sangat sulit membawanya. Kau tak bilang ia jago taekwondo. Lebam wajahku dibuatnya. Sial!" umpat pemuda itu. Sejurus kemudian dia berjaan mendekati Yoojung, membungkut dan mengusap rambut Yoojung menatap gadisnya bak anjing kecil peliharaannya.

"Hei, Lucas! Kau merusak kuncinya?!" teriak Taeyong berusaha membuka koper tersebut.

Lucas. Yoojung menggertakkan rahangnya mendengar nama si sinting lainnya. Dan apapula yang di dalam koper itu?

Lucas berbalik, mendengus kesal padahal ia baru saja ingin memberi kecupan selamat datang pada gadisnya. "Begini saja tidak bisa!" geramnya membuka koper dengan mudah. Lantas dengan sekali sentakan membuang sesuatu dalam koper tersebut.

Mata Yoojung membelalak.

Pemuda berasal dari thailan yang bernama Ten itu keluar dari koper. Dalam keadaan tak sadar. Entahlah, Yoojung tak yakin. Namun wajahnya babak belur dan belumuran darah.

Ia tak mati, kan?



To be continued.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang