Paginya, aku bangun saat alarm ponselku berdering di jam delapan pagi dalam keadaan segar dan ringan.
Tampaknya aku mimpi indah tadi malam sampai aku nggak ingat mimpinya apa. Hehe.
Hal pertama yang aku lakukan adalah memegang puncak kepalaku, lalu tertawa kecil.
Oh tidak, aku nggak bisa lupa rasa elusan dari tangan Namjoon semalam. Gimana nih? Aku bisa gila kalo gini terus.
Akhirnya aku bangun dari tempat tidur setelah lima belas menit berusaha menetralkan ekspresi wajah. Aku nggak mau ketemu Namjoon dengan muka tersipu-sipu gini. Aku harus bersikap biasa aja.
Aku pun keluar dari kamar. Langkahku berhenti saat Namjoon menyapaku dengan riang dari dapur.
“Pagi!”
Aku menoleh, dan melambaikan tanganku padanya. “Pagi!” balasku, lalu berjalan menghampirinya yang sedang sibuk memasak.
“Kau masak apa?”
“Cuma nasi goreng. Mendadak aku ingin makan ini,” jawab Namjoon lalu tersenyum. “Kau suka nasi goreng kan?”
Aku mengangguk. “Untungnya, aku bukan pemilih. Aku bisa makan apa aja selagi itu masih bisa dimakan,” kataku bangga lalu menutup mulutku yang tiba-tiba menguap.
Namjoon ternyata memperhatikanku dan tersenyum geli.
“Liat betapa lebarnya mulutmu saat menguap. Sana cuci muka. Aku nggak mau kau ketiduran saat sarapan,” kata Namjoon mengejek.
Ucapannya membuatku tertawa malu dan langsung berlari ke kamar mandi sambil teriak, “Jangan makan tanpa aku!”
“Oke,oke,” balas Namjoon sambil tertawa. Kepalanya geleng-geleng melihat kelakuan penyewa rumahnya ini.
Pagi itu kami habiskan dengan sarapan sambil bercerita tentang satu sama lain. Namjoon banyak bercerita bagaimana dia menghabiskan hidupnya dengan belajar demi impiannya sebagai produser musik.
Orang tuanya menentang keinginannya dan lebih menginginkan Namjoon untuk belajar. Tapi Namjoon menunjukkan pada orang tuanya kalo dia bisa menjadi yang terbaik dari yang terbaik demi meyakinkan kedua orang tuanya akan mimpinya itu.
Namjoon mengaku ia bekerja sebagai produser, sekaligus kuliah. Dia nggak mengambil mata kuliah penuh dalam setiap semester.
Mungkin karna tuntutan pekerjaannya yang butuh banyak waktu, makanya dia hanya mengambil empat sampai lima mata kuliah dalam satu semester.
“Jadi, ini udah tahun keberapa?” tanyaku penasaran.
“Mungkin ini tahun keempatku. Aku tidak yakin,” jawab Namjoon tertawa malu.
Aku pun ikut tertawa. Nggak ada yang bisa dikomentari dari pendidikannya. Dia bekerja dan kuliah di universitas bergengsi. Mungkin uang bukan masalah untuknya. Kalaupun dia keluar, dia sudah punya pekerjaan tetap.
Bikin iri aja…
“Mandilah. Aku akan mencucinya,” perintah Namjoon saat kami berdua sudah selesai makan. Dia langsung mengambil piringku dan membawanya ke wastafel.
.
Jalanan Seoul cukup padat hari sabtu ini. Sudah lima belas menit mobil Namjoon tidak bergerak sama sekali.
Macet kayak gini bikin aku lelah.
“Kita terjebak,” gumam Namjoon sambil melongokkan kepalanya ke balik mobil di depannya.
“Sepertinya ada kecelakaan,” kataku dengan nada bosan sambil melihat ponselku. Ada banyak pesan masuk ternyata.
“Chanhee,” panggil Namjoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
"My Strange Housemate" Series
Fanfiction'SERI PERTAMA MY STRANGE HOUSEMATE' Chanhee thought, "Dia orang paling jenius yang pernah aku temui. Tidak ada yang tidak bisa dilakukannya. Koleksi bukunya aja penuh dengan pembahasan dan sisi lain dunia, dan ditulis dengan bahasa Inggris. Sejenius...