Secara tidak sengaja aku bertemu dengan Hoseok di pagi buta di depan tempat pembuangan sampah. Hoseok sedang menyortir sampahnya yang tidak banyak. Aku sedikit membatu saat dia menoleh ke arahku dan membuat kami bertemu pandang.
Hoseok tersenyum. “Pagi,” sapanya.
“Pagi, sunbaenim,” balasku lalu membungkuk cepat padanya.
“Kegiatan pagi ya?” tanyanya basa-basi dengan senyum masih di wajahnya.
Aku mengangguk.
Sebenernya aku nggak tahan untuk nggak bicara banyak padanya. Introvert sepertiku sangat jarang punya keinginan besar untuk mendekati orang lebih dulu. Tapi entah kenapa aku ingin sekali mengobrol lama dengan Hoseok.
Sadarlah, Kim Chanhee! Ingat apa yang dibilang Hani tadi malam. Kau harus pelan-pelan mendekatinya.
Dengan cepat aku mensortir sampah-sampah ke dalam tempat yang seharusnya. Aku nggak bisa terlalu lama di sampingnya. Secepat mungkin aku harus pergi.
“Permisi,” pamitku pelan sambil membungkuk kepadanya. Aku pun berlari meninggalkannya tapi Hoseok mendadak memanggilku.
“Chanhee.”
Aku berbalik karna terkejut. “Ya?”
Hoseok hanya tersenyum dalam beberapa saat. Sebelah tangannya berada di dalam saku celananya. Lalu dia bersuara dengan lembut.
“Semangat ya.”
Ucapannya yang pendek itu membuatku bingung. Aku nggak nyangka dia akan mengatakan itu. Dari sekian banyak kata-kata yang ada di dunia ini, aku nggak pernah disemangati oleh orang asing.
Kata-katanya terlalu mengejutkan. “Ya, sunbaenim.” Lalu aku pergi dari tempatku berdiri menuju gedung apartemen.
Kutekan tombol lift yang langsung terbuka. Aku langsung masuk ke dalamnya dan menekan tombol angka 5. Hatiku jadi lega saat pintu lift tertutup, membiarkan aku sendiri di dalam.
Saking leganya, tanganku bergerak liar mencari penopang tubuhku. Namun akhirnya aku hanya bersandar di lift sambil melihat angka di lift yang bergerak naik.
‘Semangat ya.’
Ucapannya terngiang-ngiang di telingaku.
Pendek, tapi berkesan. Tidak kusangka dia akan mengatakan itu.
.
“Dia bilang kayak gitu? Di pagi hari?” tanya Hani memastikan dia nggak salah dengar.
Aku mengangguk dalam. “Eung! Untuk beberapa saat aku terdiam mendengarnya.”
Hani pun tenggelam di dalam pikirannya yang penasaran. Susu pisang di tangannya udah nggak menarik lagi untuknya.
“Bukannya itu biasa?” tanya Hani menyimpulkan.
Aku melongo.
“Masa?”
“Eung. Semua orang bisa mengatakan itu bahkan di pagi buta sekalipun.”
“Tapi bukannya itu aneh? Kami tidak sedekat itu untuk menyemangati satu sama lain,” protesku masih keheranan.
“Ya. Budaya sudah berubah. Pujian tidak berguna lagi sekarang. Sekarang orang lebih suka menyemangati daripada memuji,” tandas Hani lalu menyedot susu pisangnya. “Anggap aja itu cuma basa-basi.”
Kedengarannya masuk akal sih. Tapi kok rasanya Hoseok nggak basa-basi tadi?
“Kau yakin?” tanyaku menuntut dan menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
"My Strange Housemate" Series
Fanfiction'SERI PERTAMA MY STRANGE HOUSEMATE' Chanhee thought, "Dia orang paling jenius yang pernah aku temui. Tidak ada yang tidak bisa dilakukannya. Koleksi bukunya aja penuh dengan pembahasan dan sisi lain dunia, dan ditulis dengan bahasa Inggris. Sejenius...