Yerim menyesali tindakannya yang nekat dan sok tahu. Perempuan itu ingin menangis rasanya, melihat sinyal internetnya hilang sehingga google maps-nya tidak bisa digunakan.
Yerim meniup kesal poninya sebelum mendudukan dirinya di salah satu bangunan klasik. Perempuan itu tidak tahu dimana ia berada saat ini, niatnya ingin ke Katedral Notre-Dame. Tetapi, di pertengahan jalan beberapa bangunan tinggi nan menjulang yang di-desain secara klasik itu membuatnya tersesat. Sinyal internetnya hilang, dan free wifi yang sebelumnya ia temui di pusat kota pun juga menghilang.
Yerim tidak pernah sefrustasi ini, ia tidak pernah kehilangan sinyal internet. Bahkan saat ia mengunjungi tempat terpencil di sudut desa Busan, Korea untuk koas, ia masih mendapatkan sinyal internet dan terkadang free wifi.
Satu-satunya yang Yerim miliki adalah pulsa yang tidak seberapa untuk menelpon satu kali. Kondisi sekitarnya yang sepi lantas membuat perempuan itu takut. Dia terus berfikir sambil mengigit jarinya. Ia bingung harus menghubungi siapa. Yerim datang sendirian ke Paris dan ia tidak punya teman di Paris. Perempuan itu sungguh sangat bingung sekarang.
Seketika ingatannya tertuju pada sosok pemuda beristri yang ditemuinya di Bandara. Pemuda itu bilang kalau ia memberikan nomornya di ransel. Tangan Yeri langsung membuka ransel dan menemukan kertas sobekan yang tertulis beberapa angka.
Tidak. Yerim masih menyimpan malu yang amat sangat besar pada pemuda itu. Dengan cepat si perempuan kembali melipat kertas itu dan mengenggamnya.
Namun beberapa detik kemudian ia berubah pikiran. Rasa takutnya lebih mendominasi. Ini tempat asing. Negara orang. Bukan tempat kelahirannya. Yerim tidak tahu seberapa menyeramkannya orang-orang yang ada di negara ini. Mengingat paris termasuk negara yang menganut gaya bebas seperti negara eropa lainnya.
Perduli setan dengan rasa malunya, Yerim benar-benar mengetikan nomor yang tertera di sobekan kertas. Kemudian mendial nomor tersebut.
"Halo?"
Yerim terdiam saat suara berat khas laki-laki dewasa itu menyapanya.
"Halo?"
Sekali lagi suara itu menyapa, tapi Yerim tetap diam.
"Ini siapa? Kalau tidak penting aku tutup."
Yerim secara refleks berdeham, sebelum memastikan suaranya.
"Ini Yerim."
"Yerim-ssi?"
"Iya Yerim yang di Bandara."
"Wah aku tidak menyangka kau menelponku, ada apa?"
Terlalu antusias. Suaranya terdengar sangat senang padahal sudah diperlakukan judes oleh perempuan yang saat ini menelponnya.
"Aku mau minta tolong, A-aku tersesat."
"Kau saat ini ada dimana?"
Suaranya berubah. Terdengar sangat serius dan tidak main-main.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Secret Regret [✔]
FanfictionKim Yerim hanya ingin pergi dari tanah kelahirannya dengan tenang. Bukannya malah diganggu oleh pemuda Jeon yang mengaku telah beristri. Menyebalkan. Kenapa semesta tidak berpihak padanya sama sekali sih? Yerim kan hanya tidak ingin tindakan yang di...