"Maa, mamaaa."
Jungyoon berlari memasuki rumah dengan tergesa. Langkah mungilnya semakin dipercepat ketika akan menaiki tangga, membuka pintu kamar disebelah kamarnya dan membangunkan sang mama yang masih terlelap.
Yerim mengerjap, walaupun masih merasa luar biasa pusing, ia tetap berusaha untuk bangun dari posisi tidurnya, menyambut sang anak yang kini tengah menatapnya sembari menangis. "Ma, Soohyun terluka ma. Aku, salah aku." Racau anak laki-lakinya itu panik, hingga menyebabkan susunan kalimatnya menjadi berantakan.
Seraya menghela nafas panjang, dipaksakan tubuh lemahnya berdiri, "Ayo obati Soohyun dulu, dimana dia sekarang?"
"Dibawah,"
Jungyoon melangkah cepat, membuka pintu kamar dan menunggu Yerim mengikutinya. Sang putra menautkan jemarinya pada jari-jari sang mama, mengerti kalau mamanya sedang dalam kondisi tidak sehat.
Yerim menuruni tangga sembari bertumpu pada tiang penyangga. Kalau boleh jujur ia masih sangat pusing dan lemas, tapi berhubung terdapat seseorang dirumahnya yang sedang terluka, mana mungkin ia akan tetap berbaring, mengistirahatkan diri bukan?
"Ma, apa telfon papa aja?"
Yerim melirik kecil sang putra disebelahnya yang melangkah pelan, mengikuti langkahnya, "Ngapain?" Balas perempuan itu, membuat Jungyoon mengeratkan genggamannya pada jemari mereka.
"Mama lagi sakit." Anak laki-laki itu menunduk kecil, "Maaf ma, adek nakal," tuturnya lemah dengan bahu yang turun sempurna, seolah menegaskan kalau anak laki-laki berumur 5 tahun itu benar-benar menyesal.
"Kita cerita dibawah aja, sambil obatin luka Soohyun."
Jungyoon terdiam setelahnya. Ia tetap menggenggam jemari sang mama seraya menunggu Yerim menuruni tangga dengan sangat pelan.
"Astaga,"
Yerim ikut meringis ketika pertama kali mendapati anak perempuan yang hanya terpaut satu tahun lebih muda dari putranya itu menangis hebat, diikuti dengan darah pada kaki kanannya.
Ia melepaskan tautan tangan Jungyoon padanya, lantas segera mengambil kotak obat yang selalu tersedia di rumah dan mengobati luka dari anak perempuan bernama Soohyun itu dengan telaten.
"Sooyoung-imo kemana?" Tanyanya pada sang putra dengan tetap fokus pada pekerjaannya.
(*Imo: tante)
"Mama pulang. Berkas papa ada yang tertinggal dan papa tidak menemukannya."
Yerim mengalihkan pandangannya pada anak perempuan dihadapannya yang baru saja menjawab. Soohyun masih sesenggukan seraya meringis sakit. Ia baru benar-benar berhenti ketika obat pereda nyeri yang diberikan Yerim bekerja di tubuhnya.
"Kenapa tidak memberitahu mama sejak awal, Jeon Jungyoon?"
Jungyoon menunduk, terlalu takut dengan intonasi sang mama yang sudah merendah, apalagi perempuan yang masih terlihat cantik diumurnya yang tidak lagi muda itu sudah memanggilnya dengan nama lengkap.
"Jangan salahin Jungyoon imo, sebenernya ini salah aku. Aku yang nekat mengajak Jungyoon memanjat pohon untuk melihat pemandangan dari atas sana. Ketika kita akan turun aku malah kehilangan keseimbangan dan terjatuh."
"Kalian memanjat pohon?" Seru Yerim tidak percaya.
Kedua anak kecil yang berada dihadapan dan disampingnya itu kini merunduk, tidak ada satupun yang berani mengeluarkan suara ketika intonasi Yerim sedikit meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Secret Regret [✔]
FanfictionKim Yerim hanya ingin pergi dari tanah kelahirannya dengan tenang. Bukannya malah diganggu oleh pemuda Jeon yang mengaku telah beristri. Menyebalkan. Kenapa semesta tidak berpihak padanya sama sekali sih? Yerim kan hanya tidak ingin tindakan yang di...