3

2.2K 461 61
                                        

"Eh, Zidan! Haaai!" Mera menurunkan ponsel, menyapa Zidan yang melintas di perpustakaan—hendak pergi ke ruangan  jurnalistik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, Zidan! Haaai!" Mera menurunkan ponsel, menyapa Zidan yang melintas di perpustakaan—hendak pergi ke ruangan  jurnalistik.

Ini bukan hal yang baru lagi bagi Zidan. Dia selalu menemukan Mera terduduk di salah satu kursi perpustakaan ketika Zidan memiliki agenda ekskulnya—jurnalistik. Kadang Mera tengah membaca novel atau majalah, kadang memainkan ponsel. Dan di balik kegiatannya itu, Mera seperti punya radar khusus untuk Zidan, lantaran tiap dia muncul atau sekadar lewat, suara ceria Mera akan mencapai telinganya. Tidak lupa cengiran lebar. Juga dekik kecil di pipi kanan. Hell, Zidan akui Mera cukup manis, tapi perangainya justru menutupi sisi tersebut.

"Bukannya Anggit udah pulang?" tanya Zidan heran. Biasanya Mera beralasan menunggui Anggit—sebagai kawan yang baik, katanya.

"Iya, memang."

"Terus lo ada urusan apa di sini?"

"Nungguin elo."

"Ngapain?"

"Karena gue temen yang baik?"

Zidan menarik napas. "Oke," pasrahnya. "Terserah lo aja." Kemudian parasnya hilang masuk ruangan.

Di dalam ruangan itu, Zidan memindah foto-foto dari kameranya, sekaligus menyeleksi yang hendak dimasukkan ke dalam konten majalah. Zidan lebih suka mengerjakan hal seperti ini di sekolah, sebab rumahnya benar-benar dijadikan tempat istirahat. Kecuali jika ada yang mendadak, beda cerita nantinya.

Di tengah kesibukan itu, terdengar suara bisik-bisik memanggil namanya beberapa kali dari ambang pintu.

"Zidaaaan ..."

Siapa lagi kalau bukan Mera?

"Zidan, lo lagi ngapain?" tanya Mera masih dalam mode berbisik. Lantaran tak ada jawaban, "Gue boleh masuk nggak?"

Dan tanpa menunggu persetujuan, Mera berjinjit-jinjit pelan menghampiri Zidan.

"Wow, as usual, foto lo keren-keren." Mata Mera membola pada layar komputer. Cewek itu tahu-tahu sudah mengambil kursi dan duduk di sebelah Zidan. Berpangku tangan.

Mereka diam tak berbicara. Mera mengamati. Zidan bersyukur dalam hati.

"Zidan, lo sejak kapan suka fotografi?" Mera memecah keheningan.

Tumben. "SD?"

"Serius? Oh, gue tahu nih, waktu SD lo bukannya ngalungin botol minum, tapi malah kamera, ya?"

Tanpa bisa ditahan, Zidan meloloskan napas jengah. "Ya, lo pikir aja sendiri. Masuk akal nggak anak SD bawa kamera ke sekolah?"

Mera kontan ngakak. "Ups." Bibirnya mengempit. "Awalnya gimana? Kenapa lo bisa tahu lo suka fotografi?"

"Turunan dari bokap. Dari kecil gue udah lihat bokap pegang kamera, ngelihat juga hasil foto-fotonya, dan dari itu gue jadi tertarik. Turn out, fotografi juga menjadi passion gue."

"Ah, pantes." Mera manggut-manggut. "Bokap lo ganteng?"

Zidan menengok cepat. Alisnya meliuk naik, keheranan.

"Biasa aja dong, mukanya. Nggak, gue nggak berniat jadi pelakor, kok. Gue cuma mau memastikan gen ganteng lo dapet dari mana."

Zidan tidak menyahuti. Merasa pertanyaan konyol itu tidak perlu jawaban.

"Lo tahu, gue selalu kagum sama orang-orang kayak lo ini. Yang bisa sedini itu paham apa yang kalian inginkan dan tanpa ragu langsung menekuninya."

Saat Zidan menoleh lagi ke samping, Mera masih memperhatikan layar komputer yang menampakkan sepotong foto di kafe yang mereka kunjungi tempo hari.

"Memangnya lo nggak begitu?"

Mera mengangkat bahu. "Btw, I look so happy," gumamnya begitu giliran fotonya yang menampang. "Kayaknya kalau foto-foto gue ini gue masukin ke pinterest, besar kemungkinannya bakal dipake buat cover book di wattpad. Hahaha."

Zidan jarang mengamati Mera, tapi dia cukup jeli. Saat melihat ekspresi Mera barusan—bagaimana cewek itu mengalihkan topik secara mulus—Zidan menangkap secercah kepahitan yang samar sekali, yang secepat senyum Mera mengembang, kepahitan itu segera hilang tanpa jejak. Tidak memberikan waktu untuk Zidan menganalisisnya lebih lanjut.

"Lo mau nemenin gue makan yoghurt, nggak? Gila, masa tiba-tiba gue pengin yoghurt!" Mera beralih cepat ke arah Zidan, menatap harap cowok itu. Ujung-ujung bibirnya tertarik ke atas.

Zidan meluruskan kembali kepalanya. "Nggak."

"LOH! WHYYYYY?"

"Ssst!"

"Iya, iya, maap. Temenin dong, tapi?"

"Lo tuh memang jagonya maksa orang, ya?"

"Lo mau berarti?"

"Nggak."

"Hilih, nggak seru lo, ah. Masa gue udah nemenin lo di sini, tapi lo nggak mau balik nemenin gue?"

"Gue nggak pernah minta ditemenin," balas Zidan datar.

"Iye, iye. Nggak pernah. Tapi gue tahu lo itu baik, kan? Jadi, mau dong, nemenin gue ini? Hm? Hm?" Mera menyatukan kedua telapaknya.

"Eng-gak." Dan sebelum Mera merengek lagi, Zidan menyela, "Udah. Lo pulang aja gih, sana. Apa nggak lo minta abang GOJEK nemenin lo nge-yoghurt sekalian."

"YA KALI?"

"Sst!"

i l i w y s

notes;

Selamat hari raya idul fitri! Mohon maaf lahir dan batin ya ✨

Anyway, sori banget ini update telat karena aku lagi di tempat yg sinyalnya susah pft. Semoga kalian suka.

i like it when you smileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang