"Jadi dia orang apes yang namanya Zidan?"
Mera mendesis, melempar dua butir kacang kulit ke arah Navel yang tengah tidur-tiduran di kursi malas.
"Lah, iya dong, apes? Kan dia gebetan lo."
Mera meraup segenggam kacang, namun terhenti ketika sebersit gagasan muncul dalam kepalanya. "Iya," katanya lemah. "Kayaknya dia memang lagi apes."
Sadar akan perubahan nada si tetangga, Navel menengok. Oke, sepertinya dia salah bicara. "Ya iya! Apes! Dianya ganteng, elonya upik abu!"
"Haesh, elo mah!" Kini lemparan kacang tiada henti menghunjani Navel.
Navel tertawa pendek. "Lo kapan ambil rapor?"
"Nggak usah ngingetin gue, deh," ujar Mera dengan nada menggerutu.
"Siapa yang ngingetin, orang gue nanya."
"Lusa."
"Good luck."
"Hm." Ada hening sebentar sebelum, "Vel," panggil Mera. Navel bergumam. "Lo nggak bisa gitu bawa gue pergi jauh?"
"Hah? Lo mau gue ditangkep polisi?"
"Ya nggak, gitu." Mera merengut. "Gue mau ngilang aja rasanya. Gue capek tiap semesteran selalu harus berhadapan sama bokap. Tapi kalau gue nunjukin itu, nggak mungkin, kan?"
"Mer, gue tahu lo udah melakukan yang terbaik yang lo bisa. Dan gue yakin bokap lo sadar akan hal itu. Tahan sedikit lagi, gue percaya akan ada masanya lo bakal mendapat kebebasan yang lo mau."
Mera tersenyum. "Mm-hm, thanks."
"Kalau nilai lo bagus, gue traktir makan di Ichiban."
"Sepuasnya?"
"Seporsi doang lah," sahut Navel. Kemudian ketika melihat raut garang Mera, dia buru-buru menambahkan, "Ya gampang, bisa diatur."
"YES! BAGUS KOK PASTI BAGUS!"
"Kalau nggak bagus, lo harus...."
Sebelum Navel sempat menyelesaikan kalimatnya, Mera sudah lebih dulu bangkit dan masuk ke dalam kamarnya. Tak lupa dia membagi salam perpisahan singkat berbunyi,
"Ditunggu traktirannya, tetangga!"
.
Ada denting kecil saat Zidan selesai mengeringkan rambutnya dengan handuk. Matanya tertuju pada benda hitam di atas kasurnya. Beberapa sekon selanjutnya, dia sudah memegang benda itu dan mengeceknya.
Sebuah pemberitahuan yang kontan membuat alisnya naik sebelah sebelum alunan suara merebak mengisi kamarnya. Omong-omong, suara ini telah menjadi adiksi sendiri bagi Zidan semenjak kali pertama dia mendengarnya. Di malam hari, tatkala hendak beranjak tidur, dia acap kali membiarkan telinganya disuapi berbaris-baris lagu, oleh suara yang sama pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
i like it when you smile
ContoBagi Zidan, Mera hanyalah cewek berisik yang tiba-tiba mengganggu ketenangan hidupnya. Sementara bagi Mera, Zidan adalah cowok berbakat yang pantas menerima perhatiannya. © 2018 all rights reserved by fluoresens. [cover photo belongs to its rightful...