/2/: Purnama dan Audisi Piano

2K 118 7
                                    

/P U R N A M A/ 🌝

DARI hari Senin sampai Minggu, hari mana yang jadi favorit lo?

Dulu, seorang Alan Galenza Virshunadi pernah bertanya hal itu pada gue. Mudah gue tebak, Genza--bagaimana ia ingin dipanggil seperti itu karena baginya, Alan terdengar kasar saat ditambahkan kata 'Si'--berkata kalau ia luar biasa cinta hari Sabtu.

Gue gak punya kemampuan membaca pikiran, namun tanpa Genza jelaskan pun, gue mengerti apa maksud jawabannya itu. Sekolah kami libur saat hari Sabtu, membuat cowok yang lokernya aja harus dibersihin sama Nata--karena Genza dan kebersihan adalah sesuatu yang haram jika disatukan--bisa berguling-guling di kasur sampai semaput pun gak ada yang peduli. Kalau pengikut iblis itu memang ada, mungkin Genza bisa jadi anak buah setianya Belphegor.

Siapa itu Belphegor? Cari aja ke Google sana, cuk. Gak modal kuota amat.

Speaking of Saturday, Sabtu gak akan jadi Sabtu kalau gak ada Sabtu malam. Oh, maaf. Lidah gue gak bisa menyebut kata 'malam Minggu' dengan sempurna. Iya, kalau ada kata lebih ngenes di atas jones, mungkin gue adalah itu. Berbeda dengan gue yang setiap Sabtu malam hanya diisi dengan nonton film box office bareng nyokap di TV, atau mentok-mentok ya nonton serial Karma di ANTV, Genza merayakan datangnya Sabtu malam dengan ngajak Cella jalan.

Lo pernah berpikir bagaimana manisnya kisah cinta antara sahabat? Hal itu yang terjadi pada Genza dan Cella. Mereka sahabatan sejak masih orok. Lalu dengan pertemanan yang membosankan (bagi gue), entah karena kena pelet apa, Genza bisa suka sama Cella.

Percayalah, saat lo melihat kisah asmara antara Genza dan Cella, ekspektasi lo tentang gimana unyu-unyunya ngelihat sahabat saling suka itu akan runtuh seruntuh-runtuhnya. Genza adalah jenis cowok yang punya harga diri kayak cewek. Harga dirinya tinggi banget, coy. Dia gak mau ngaku suka duluan sama Cella. Ngajak jalan setiap Sabtu malam juga didasarkan dengan alasan ngajak sahabat nyari angin.

Dia bego? Tenang, gue sudah bilang sama dia ratusan ribu kali dan kelihatannya Genza senang gue berkata seperti itu.

Berbeda dengan Genza yang cinta Sabtu, gue sangat menyukai hari Rabu.

Tolong kata 'Sangat' -nya di tebelin. Soalnya gue memang sesuka itu sama Rabu.

Gue tahu, hidup ini memang dipenuhi dengan sebuah kebetulan. Tapi, selalu mendapat hal baik di hari Rabu terlalu aneh untuk tetap gue sebut kebetulan. Gue lahir di hari Rabu. Ulang tahun kedelapan gue jatuh di hari Rabu. Mamang tukang Indomie di depan sekolah kasih diskon 10% setiap hari Rabu. Gue bahkan dapat stempel di music sheet audisi pianis band sekolah di hari Rabu. Dan dari sekian banyak hari Rabu baik yang pernah gue alami sepanjang hidup, hari Rabu kali ini adalah hari Rabu paling keren yang pernah ada.

Itu setidaknya yang gue pikirkan sebelum suatu hal akhirnya terjadi dan mengubahnya menjadi hari Rabu paling payah sepanjang masa.

Hari ini gue berangkat bareng Kak Neta dan Genza, seperti biasa. Itu cewek naik mobil setengah gila, gak jauh beda sama adeknya yang sinting. Jalan memang macet, namun dengan penuh amarah, klakson terus Kak Neta tekan dengan aura kesal yang bikin mobil jadi panas.

Oke, iya gue paham tuh cewek telat bangun dan ternyata kelas pertamanya ada di pagi hari. Tapi cara sopirin mobilnya itu lho, kayak orang yang kebelet dapat surat keterangan kematian dengan kolom penyebab kematian bertuliskan, "Kaku otot saat mau nginjak rem." Gak pake rem, Bro. Gas terus.

Dan gilanya, Genza sama sekali gak keberatan dengan hal itu. Itu cowok sinting malah nyetel lagu ala-ala adegan kebut-kebutan di film. Gue masih sayang nyawa, nyuruh Kak Neta mengemudikan mobil dengan hati-hati hanya akan membuat gue turun dari mobil dengan kepala tinggal separuh. Jadi gue tetap diam, sembari berdoa kushyuk dalam hati seraya booking tempat di surga.

Sabita #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang