11. Volunteer

91 6 0
                                    

"Namjoon-ssi?"

Kata Jimin sambil menyentuh bahu pria itu.

"Ya? Hei.. kau yang di kafe itu.. Hmmm....?" Namjoon berusaha mengingat namanya.

"Jimin.."

"Ya..Jimin-ssi.. Apa kabarmu? Sudah lama aku tidak minum kopi disana."

"Kabarku baik, Namjoon-ssi. Kau sendiri sedang apa disini? Menjenguk juga?"

Air muka Namjoon sedikit sendu.

"Aku menunggui pacarku. Dia sedang dirawat di IGD."

Jimin terkejut mendengarnya. Kau sakit, Oppa? pikirnya sedikit kalut.

"Sakit apa?"

"Dia menderita gagal ginjal akut. Dia pingsan dan aku lekas membawanya ke sini. Dokter bilang aku harus mencari donor ginjal karena ginjalnya yang satu sudah tidak berfungsi sedangkan yang satu lagi juga sudah mengalami penurunan fungsi."

Jimim terkejut dua kali. Dia tidak menyangka Seokjin akan sakit seperti itu.

"Kau...sudah mendapatkan donornya?"

"Belum. Susah mencari orang yang mau sukarela menyerahkan ginjalnya. Berapa pun mahalnya pasti ku bayar, asal Seokjin-ku bisa sembuh. Tapi masih belum ada info dari perawat." Namjoon menggelengkan kepalanya.

Jimin terdiam. Dia tahu baik Seokjin atau Namjoon seakan berlomba dengan waktu untuk mendapatkan donor itu.

"Kau sendiri sedang apa disini, Jimin-ssi?"

"Ah, aku menjenguk temanku. Dia sakit gangguan lambung."

"Oh begitu..."

"Baiklah, Namjoon-ssi. Semoga kau cepat mendapatkan donor. Ini nomorku, katakan padaku apabila kau membutuhkan bantuan. Jangan sungkan. Kau pun jagalah kesehatan." kata Jimin lagi.

"Baiklah. Terima kasih, Jimin-ssi." Namjoon tersenyum.

**

"Irene.. Coba kau lihat proposal yang dibuat oleh divisi Komunikasi dan Promosi ini, bagaimana menurutmu?" tanya Taehyung ketika mereka sedang berduaan di ruangannya.

Irene mengamati proposal yang diberikan. Lama sampai Taehyung berpikir 'apa sedetail itu dia membacanya?'.

"Cukup bagus. Tapi perlu ada koreksi..." Irene bangun dari duduknya dan berdiri disamping Taehyung dan harus membungkukan sedikit badannya untuk menyesuaikan dengan Taehyung yang sedang duduk.

Posisi Irene yang demikian dekat, bau parfumnya yang mampir di hidung Taehyung, dan dari jarak sedekat ini Taehyung bisa lebih jelas melihat wajah dan bentuk tubuh Irene, menjadikan Taehyung sedikit gugup.
Beberapa kali dia menelan ludah karena grogi.

"Koreksi disini..disini.. dan aku tidak setuju dengan bagian yang ini." kata Irene lagi.

Taehyung hanya menganggukan kepalanya. Sedikit tidak fokus. Ingat Jimin, Tae!! Ingat Jimin..! makinya dalam hati.

"Tae? Taehyung! Apa kau mendengarkanku?" Irene menggoncangkan tangannya sedikit keras.

"Ah ya. Aku dengar. Besok kita bisa minta revisi. Kita harus bertindak cepat. Karena dua bulan lagi adalah hari H. Semua harus dipersiapkan dengan baik...Dan untuk...." ucapannya terpotong.

Pip..pip..

Handphone Taehyung berdering. Jimin. Taehyung pun mematikannya karena dia sedang serius diskusi sekarang.

Handphonenya berdering lagi.

"Angkat saja, Tae. Siapa tahu penting."   saran Irene.

Taehyung hanya mengangguk, berjalan ke luar ruangan dan mengangkatnya.

"Sayang, aku sedang ada meeting. Nanti ku telepon ya." lalu mematikan sambungan secara sepihak dan kembali masuk ke ruangannya.

"Oke, sampai dimana kita tadi?" tanyanya.

**

Jimin kembali menghembuskan nafas. Untuk kesekian kalinya Taehyung tidak ada waktu untuknya. Kalau dirunut ke belakang, akhir-akhir yang sering menemaninya justru Jaebum.

"Apa meetingmu sesibuk itu, Tae?" katanya pelan.

Jimin menelepon untuk meminta pendapat Taehyung tentang sakitnya Seokjin. Bagaimanapun juga Seokjin tetap saudaranya. Jimin hendak menolong Seokjin.

"Aku putuskan sendiri saja. Kasihan Seokjin Oppa kalau harus menunggu lama." katanya lagi.

Dia sudah bertekad, besok dia akan kembali ke rumah sakit untuk menemui Namjoon.

**

Jaebum memandangi foto-foto polaroid yang tergantung di kamarnya. Foto Jimin. Yang dia ambil secara sembunyi-sembunyi. Saat di kafe, di tempat makan, di taman bermain, saat Jimin sedang dibalkon apartemennya, saat Jimin tertawa bersama Lisa, dan banyak lagi yang lain.

"Jiminie, bisakah kau melihatku sekali saja? Aku jatuh cinta padamu, sayang." katanya bicara sendiri.

"Bisakah kau putuskan saja pacarmu dan berpaling padaku...? Aku.. Im Jaebum.. Lebih baik dari siapapun, termasuk pacarmu sendiri..."

"Kau pikir aku tidak tahu kalau belakangan ini kau kesepian, sayang? Karena pacarmu..Kim Taehyung sialan itu terlalu sibuk dengan kantornya?" Jaebum mengelus foto Jimin pelan.

"Jangan tanyakan aku tahu darimana, sayang? Im Jaebum selalu bisa mendapatkan informasi darimana pun dan siapa pun... Sayangku, Jiminieku.. Kau sudah membuatku gila..." Jaebum menggeram sambil meremas foto di tangannya.

"KAU MEMBUATKU GILA, JIMIN...!! AKU MENCINTAIMU.....!!" teriaknya keras sambil mengepalkan tangan ke udara.

"Akan ku lakukan apa pun agar kau jadi milikku... Termasuk jika aku harus menyingkirkan si Kim sialan itu..." bibirnya menyeringai tipis.

**

"Namjoon-ssi?" sapa Jimin pagi itu. Dia sengaja ijin hari itu ke managernya.

"Jimin-ssi? Sedang apa kau disini?" Namjoon sedikit terkejut dengan kehadiran Jimin pagi-pagi begini.

"Kau pasti tidak bisa tidur ya?" selidik Jimin melihat pria di depannya ini. Kantung mata yang menghitam, rambut acak-acakan, dan mukanya yang kusut menandakan semua itu.

"Bagaimana aku bisa tidur, jika belum ada solusi untuk masalah Seokjin. Belum ada informasi soal pendonor dari perawat." kata Namjoon lagi.

"Namjoon-ssi....." Jimin tersenyum, "Aku akan menolong Seokjin-ssi. Aku akan mendonorkan ginjalku padanya."

I Just Love You - END COMPLETEDWhere stories live. Discover now