BAB 2: Hubungan Tulus?
Hening, Candy masih menatap pria cukup dewasa di hadapanya sambil berdecak pinggang karena kesal. "Kakak ngapain sih kesini? Pergi sana" pria yang rupanya memang sama indahnya dengan Candy itu memiringkan kepalanya."Jadi gadis lemah lembut ini ga mau kakaknya datengin ke kampus, meski dia lupa bawa makalah tugasnya?" Candy tanpa sadar membuka mulutnya dan mengangguk. Ia baru ingat belum memasukan makalahnya ke tas saat tadi malam belajar dengan Rafael di meja ruang keluarga.
Candy meraih makalah ditangan kakaknya dan tersenyum pada sang kakak. "Makasih oppa" Syalman bergidik ngeri mendengar panggilan Candy yang amat terdengar lebay.
Syalman Syam kakak kandung Candy itu menjauh beberapa langkah sambil memberi isyarat X pada Candy saat gadis itu hendak memeluknya. "Oppa kenapa? Bie kan sayang oppa" Syalman benar-benar ingin membanting adiknya itu. Bisa-bisanya dia bersikap semanis ini jika di depan umum. Padahal kerjaamya dirumah adalah adu jetos dengan sang kakak.
"Udah, kakak pergi. Ayah udah nunggu" Candy mengagguk sambil melambaikan tangan pada sang kakak.
Candy kembali masuk kekelas dan melihat temannya yang lain masih tertawa karena ucapan kakaknya beberapa waktu lalu. "Candy, gimana mungkin kakak lo nyuruh lo jadi Bodyguard? Dengan tangan kecil lo yang lemah mana bisa lo mukul orang" mendengar ucapan salah seorang di ruangan itu—Bianca, Salsa dan Lola tertawa bersamaan.
Ketiga sahabat Candy itu sudah melihat seganas apa Candy saat di arena latihan. Mereka bisa berkelahi, karena latihan yang Candy berikan pada mereka sejak kelas satu SMP. Tepatnya saat Lola mendapat bully dari beberapa teman kelas lainnya.
Lola yang memang terlihat bodoh dengan wajah Cinanya yang cukup cantik kerap menjadi bulan-bulanan teman sekelasnya. Rasisme pada sekolah itu amat terasa, saat itulah Bianca marah dan malah menjadi korban bullying selanjutnya. Salsa yang sudah bersama Candy sejak sekolah dasar akhirynya meminta Candy membalas mereka.
Namun saat itu Candy yang memang tidak kenal Bianca dan Lola malah menatap keduanya merendahkan lalu bertanya. "Kenapa gue harus nolong mereka? Mereka bukan orang yang gue sayang. Jadi ga ada kewajiban buat gue ngelindungin mereka" Bianca tau posisi dan hanya mengagguk pasrah. Memang tidak terlalu yakin pada gadis kecil yang entah mengapa dipuja satu sekolah. Sikap manisnya menjadi daya tarik untuknya.
"Meski gue sedikit kasihan sama manusia-manusia yang menyedihkan dan ga punya kemauan ngandelin kemampuan sendiri—buat keluar dari masalah—buat ciptaan jalan keluar. Kalian lebih menyedihkan dari pembully di sekolah". Dari situlah Bianca bertekat. Ingin membuktikan bahwa yang dikatakan Candy adalah hal yang salah. Benar-benar salah besar.
Bianca membalas semua perbuata pembully. Tidak ada yang tau apa yang dilakukan Bianca sampai hampir setengah anak kelas pindah sekolah—ketakutan pada sosok Bianca—sosok yang sebelumnya mereka pecundangi.
"Biba, nitip roti sama susu yah" Bianca yang sudah berada di ambang pintu menoleh dan mengerutu marah. Masih kesal meski sudah hampir sepuluh tahun Candy memanggilnya demikian. "Stop manggil gue Biba Bego" Candy memasang tampang sok polos.
"Bianca Balie kan? gue salah dimananya sih?" Bianca langsung keluar tanpa menghiraukan Candy yang memang sesekali mengganggunya. Tampaknya itu memang sudah menjadi hobi Candy.
Tepat setelah Bianca berlatih pada Candy—membuat setengah anak kelas terusir, Bianca berteriak pada Candy. "Gue ga menjijikan, mungkin yang menjijikan itu seseorang yang punya dua muka kayak lo" Candy malah tertawa merdu dan memanggil Bianca sok ramah. "Sama sahabat sendiri ga boleh garang gitu loh Biba sayang" sejak saat itu entah mengapa mereka selalu melakukan semua hal berempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barbie's Bodyguard
Teen Fiction"Kalo bego mah bego ajah. Ga usah sok pinter sampe manfaatin orang sana-sini. Dasar sampah" Candy menoleh, murka akan setiap kalimat yang dilontarkan untuknya. Candy menatap Ryan intens, mendekat lalu berjinjit dan menarik kera baju Ryan. Mencium bi...