BAB 8: Sumber Rasa Sakit
Ryan tersenyum. Melihat Clarisa dengan gaun merahnya datang mendekat dan menyentuh kepala Ryan lembut. "Wah tunanganku tampak lebih tinggi dari yang terakhir kali kulihat" Ryan tersenyum tulus, menyentuh lengan Clarisa yang semula mengelus kepalanya dengan lembut. Melingkarkan lengan itu pada tanganya.
"Sudah waktunya kau tampil didepan umum kak" Clarisa tersenyum dan mengangguk. Ikut berjalan ke podium saat Ryan mulai berjalan.
Menarik semua perhatian untuk tertuju padanya, suasana sedikit riuh seketika. Terlebih saat banyaknya wartawan yang tampak penasaran dan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk memotret sosok yang sebelumnya tidak pernah mempublikasi keberadaanya.
Shalman terdiam, mencari keberadaan Candy sebisa mungkin meski dia tidak bisa pergi kemanapun dan meninggalkan Arya. Sosok yang harus dijaganya yang juga tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Clarisa .
Arya bahkan ikut tersenyum saat Clarisa tersenyum dan mulai berbicara. Shalman memperhatikan dan sadar akan tingkah sang bos yang dijaganya.
Shalman melihat Salsa yang ternyata tampak sudah berdiri dan mondar-mandir karena mencari sosok yang sudah pasti dia ketahui. Mata gadis yang tampaknya datang bersama sang ibu itu bertemu dengan Shalman dan langsung berjalan, berhenti tepat di belakang pria itu.
Berbicara dengan volume kecil untuk tidak menarik perhatian siapapun. "Dia ga ada disini, aku ga tau dia ada dimana" Shalman tidak tahu entah harus senang atau tidak akan hilangnya Candy. "Ok kalo udah ketemu bagaimanapun caranya kamu harus bawa dia pergi" Salsa mengangguk dan berjalan menjauh.
Sementara itu Candy keluar dari toilet pria dengan penampilan sedikit berantakan. Gadis itu menyentuh sudut bibirnya yang berdarah dan berjalan dengan tenang keluar gedung. Penampilan saat ini hanya akan membuat malu dirinya sendiri sampai-sampai gadis itu memutuskan untuk keluar dari keramaian.
Candy masuk ke dalam mobil, meletakan pistol yang didapatnya dari pria yang dihajarnya dan menghajarnya—memukul beberapa bagian tubuhnya. Pistol yang Candy dapatkan dari sosok yang ingin mencelakai Ryan ia taruh ke kursi samping. Gadis itu bersandar dan memejamkan matanya singkat demi sekedar mengistirahatkan sang retina kecoklatan sejenak.
Tiba-tiba saja ia merasa lelah sampai tidak sadar saat matanya terpejam dan masuk dalam kegelapan malam.
* * *
"Aku ga butuh bodyguard, lagian kalo bodyguard kamu jagain aku siapa yang bakal jagain kamu?" Clarisa masih saja menolak saat Ryan memerintahkan Barsh untuk tetap menjaga dirinya.
"Kakak tenang aja, aku bakal baik-baik aja. Jadi kakak ga boleh nolak Barsh buat jagain kakak lagi" Clarisa akhirnya mengangguk dan masuk ke dalam mobil yang diikuti oleh Barsh.Ryan menoleh ke sembarang arah. Baru sadar bahwa dirinya belum melihat Candy sedari tadi. Kesal saat berpikir bisa-bisanya Candy malas-malasan dan kabur entah kemana.
Tidak mau repot-repot mencari bodyguard tidak berguna nya itu, Ryan melangkah menuju parkiran dan langsung masuk ke dalam mobilnya. Pria itu cukup terkejut saat melihat Candy yang sudah ada di dalam mobilnya.
Menerka-nerka cara gadis itu masuk mobilnya terlebih saat kunci mobil jelas-jelas ada pada genggaman tangan Ryan. "Wah, kalo kaya gini dia bener-bener nunjukin keahlian gila yang dia punya" Ryan meraih sesuatu yang terasa mengganjal pada tempat duduknya dan menemukan pistol berlumuran darah di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barbie's Bodyguard
أدب المراهقين"Kalo bego mah bego ajah. Ga usah sok pinter sampe manfaatin orang sana-sini. Dasar sampah" Candy menoleh, murka akan setiap kalimat yang dilontarkan untuknya. Candy menatap Ryan intens, mendekat lalu berjinjit dan menarik kera baju Ryan. Mencium bi...