Chapter 6: Unforgetable Saturday

952 179 41
                                    

Tidak ada yang bisa memecah fokus Kia jika ia sudah bersinggungan dengan tugas kuliah. Tetapi, fokusnya menjadi berubah dalam sekejap ketika ia memilih berkirim pesan pada satu perempuan. Rasanya tidak jauh berbeda dari menunggu hasil pengumuman lulus perguruan tinggi pada masanya.

Pada akhirnya Kia memberanikan diri untuk mengajak Ody pergi keluar setelah berhari-hari mengalami pergolakan batin dalam dirinya karena ia pun sadar betul bahwa ini adalah bukan caranya. Bukan kebiasaannya. Namun intuisi untuk mengajak perempuan itu pergi keluar lebih adiktif daripada secawan candu.

Setelah berjam-jam mencari sesuatu yang cocok untuk dikenakan dan berharap menjadikan impresi terbaik bagi perempuan itu padanya. Kia duduk di selasar depan dengan bercabang-cabang pikiran sambil menunggu mobilnya yang sedang dipersiapkan.

Satu hari yang membuatnya bagai naik roller coaster. Campur aduk. Ibu yang juga akan pergi makan malam di luar dengan Papi terus menatap Kia dengan seribu pertanyaan.

"Mas tumben rapi banget? Mau kemana?"

Kia tersenyum malu-malu. "Cuma jalan keluar sebentar, Bu."

"Sama cewek ya?"

Kia tidak lagi membalasnya dan hanya tersenyum lantas memilih berpamitan setelah duduk di belakang kemudi.

"Kia pamit ya, Bu."

"Oke good luck. Semoga cepet jadian terus dikenalin ke sini ya."

Kia lagi-lagi hanya tersenyum. Meski dalam hati meng-Amini ucapan Ibunya.

Sementara itu, Ody masih tidak bergerak dari sofa dan memilih kembali membaca chat whatsapp dengan Kia. Aneh, sepertinya laki-laki itu dengan gencar mendekatinya meski tidak terlalu terang-terangan.

Ody sadar diri ia kadang terlalu polos dan lemot. Tapi ia paham betul soal ajakan keluar ini karena ia pernah tahu rasanya berpacaran. Tapi menjadi sedikit aneh karena ini adalah Kia. Meski percakapan mereka tidak rutin sebagaimana mestinya laki-laki yang melakukan pendekatan pada perempuan, karena Kia sendiri mengajaknya keluar dengan alasan klise, Aku traktir karena kamu pernah pinjemin payung ke aku.

Sebuah alasan tidak masuk akal karena insiden pinjam payung itu sudah hampir satu bulan yang lalu, dan seharusnya tidak perlu dibahas karena sepele.

Di samping itu, Ody juga bingung karena memberi kesan pertama tentang dirinya yang sedikit ruwet pada pemuda itu dengan menunjukan sikap aslinya.

Pikirannya masih berkecamuk meski ia sendiri telah menentukan keputusan untuk meng-iyakan ajakan Kia.

Ody melihat adik laki-lakinya keluar dari kamardengan outfit yang rapi seperti biasa, lalu mematut diri membandingkan dengan dirinya sendiri yang saat ini memakai celana training dan kaos kuning mencolok kelonggaran yang didapatnya dari oleh-oleh.

Ody melihat adik laki-lakinya keluar dari kamardengan outfit yang rapi seperti biasa, lalu mematut diri membandingkan dengan dirinya sendiri yang saat ini memakai celana training dan kaos kuning mencolok kelonggaran yang didapatnya dari oleh-oleh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Somewhere Only We KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang