Chapter 18: Jelita dalam dunia Aksa

865 144 16
                                    

Aksara Naufal Hadi

Gak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran gue bahwa Tita selama ini menaruh perasaan yang lebih dari seorang teman. Gue gak pernah berharap, atau lebih tepatnya selalu merasa gak layak kalau Tita harus suka sama orang seperti gue. Bukan berarti gue merendah, but she has everything in her. Indeed.

Dia cantik, dia pintar, dari keluarga yang berada.

Dan karena doktrin yang gue ciptain itu pula gue gak berani buat melangkah jauh apalagi sampai pada tahap berharap. Because she deserve better than me. Karena dari remaja, Tita sudah disandingkan dengan orang seperti Kia. Manusia lain yang buat gue memiliki definisi sempurna. Sampai gue tahu gue ada di level berbeda dari mereka.

At least, gue masih ada dalam interval yang bisa jangkau dia dalam batas yang selama ini selalu gue pegang. I promise to be her guardian, as a friend. Tapi mungkin pemikiran gue selama ini salah. Cara gue ngelindungin dia dengan  melepas dia to find a better one, pada akhirnya justru melukai dia.

Gue ingat, saat pertama kali gue sadar bahwa gue bergantung sama Tita. Kami kenal sejak SMP, tumbuh di lingkungan yang sama. Tapi gue baru dekat sama Tita satu tahun kemudian, saat dia memergoki gue menangis sambil membawa sebuket bunga.

Gue mau gak mau cerita bahwa siang itu gue akan pergi ziarah ke makam Ayah, dan untuk kali pertama juga Tita tahu bahwa gue dan Kia adalah saudara tiri. Dia memutuskan untuk menemani gue, menenangkan gue dengan keberadaannya, meyakinkan bahwa gue gak perlu nahan perasaan sedih atau apapun. Dan di momen itu pula, dia perempuan pertama yang mencuri pelukan gue, selain Ibu dan keluarga. Gue ABG bau kencur yang baru naik kelas 2 SMP, akhirnya ngerasain apa itu cinta pertama.

Gue gak bisa lagi memandang Tita hanya sebagai seorang teman. Gue selalu merasa jahat setiap bareng dia karena gue diam-diam nyimpen rasa suka. Tapi sekali lagi, gue takut kalau gue ngomong jujur, benteng pertemanan yang baru kami bangun harus roboh karena keegoisan gue. Gue selalu menekan pemikiran itu sampai SMA hingga kuliah sampai rasanya itu hal yang lumrah, dan perlahan membuat perasaan diam-diam ini hilang begitu saja.

Maka saat tahu dia juga nyimpen perasaan yang sama seperti yang pernah gue punya, gue merasa menjadi sangat brengsek. Gue tahu rasanya mendem perasaan itu gak enak, dan mengetahui fakta bahwa Tita melalui itu selama bertahun-tahun membuat gue sangat terluka. Rasanya ada ribuan godam yang nyerang gue, dan gue pengen nge-bangsat-bangsatin diri sendiri kenapa gue sebego ini.

Gue sayang banget sama Tita, sumpah. Tapi jika dalam konteks laki-laki memandang perempuan gue gak yakin gue masih dalam fase itu. Tapi gue tetep pengen ngelindungin dia sebagai orang yang sangat berarti. Rasanya gue bener-bener gak punya otak kalau harus kembali suka sama dia setelah apa yang gue perbuat selama ini.

Saat Ibu bilang bahwa tempat berlindung paling sempurna adalah dalam pelukan orang yang mencintai kita, gue sadar gue gak boleh menyia-nyiakan itu. Gue memilih untuk egois dengan mencoba untuk mengembalikan hubungan gue dengan Tita seperti dulu, meski gue tahu kemungkinan besarnya akan sangat sulit.

Tapi gue ingin Tita tahu, kehilangan dia adalah mimpi buruk yang gak pernah gue inginkan. Karena dalam dunia gue, Tita memiliki ruang tersendiri yang gak bisa diganti oleh siapapun.

•••••❄❄❄•••••

Ujian akhir semester genap selesai. Tapi bagi mereka yang duduk di semester 6, hari-hari berat baru saja akan dimulai. Mereka akan disibukkan dengan KKN, magang dan persiapan penelitian. Termasuk Tita yang menjadi bagian dari mahasiswa-mahasiwa itu.

Tita bersyukur, ada banyak kegiatan yang pada akhirnya menyembuhkan pikirannya dari segala bentuk keresahan. Lagi pula, sejak sore terakhir untuk kali pertama dirinya dan Aksa kembali bertukar kata, Tita tahu luka itu sebenernya sudah memudar. Dan sejak itu, dia tidak menutup diri pada apapun yang Aksa selalu lakukan. Laki-laki itu acapkali menghubunginya, menawarkan bala bantuan, atau sekadar menyapa jika mereka bertemu secara tidak sengaja. Sampai Nabila, sahabatnya, seringkali mengomelinya karena terlalu 'baik' untuk menerima Aksa kembali secepat itu.

Somewhere Only We KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang