Terkadang ada sebagian orang yang acapkali menampilkan versi berbeda dari dirinya kepada orang yang dia cinta untuk menunjukan sisi terbaiknya. Rela melakukan hal-hal kecil asing yang bukan bagian dari dirinya. But it doesn't work for Ody. Dia lebih suka seseorang yang menjadi dirinya sendiri. Tanpa perlu menjadi orang lain hanya untuk menarik atensi.
And she always know there's no longer of them who ever placed in her heart. That's just because Ody being Ody.
Dia pernah berpacaran dua kali selama hidupnya. Satu saat kelas dua SMA, satu saat dia menjadi mahasiswa baru. Dan banyak kemiripan dari dua mantan pacarnya. They were famous people with boyfriend material things.
Ody selalu menjalani kehidupan berpacaran dengan manis sebagaimana dua manusia dimabuk cinta. Pacarnya selalu bersikap sebagaimana laki-laki sempurna yang diidamkan para perempuan. But again, it's no longer until they ask Ody for the feedback.
Karena kebanyakan, secara tidak langsung mereka akan selalu menuntut Ody untuk menjadi apa yang bukan dari bagian dirinya. Mereka akan mengatur hal-hal kecil dari diri Ody seperti what should she wear until what should she do hanya untuk mengimbangi versi sempurna pacarnya. They told her to be other people. Dan Ody selalu tahu ia tidak pernah cocok dengan orang-orang seperti itu.
Ody lebih suka menjadi seseorang yang bebas. Tanpa perlu mendengar orang lain berkomentar atas apa yang ia suka dan ia lakukan. Apalagi sampai menuntutnya untuk berubah.
Karena itu pula, ia mulai aware terhadap laki-laki yang mendekatinya untuk menjalin status lebih dari seorang teman. Termasuk pada seseorang yang hampir lima belas menit lalu hanya ia pandangi punggungnya diantara hujan.
Laki-laki itu mengenakan kemeja yang sudah digulung hingga siku. Tangan kanannya sibuk bermain dengan ponsel sedangkan tangan kirinya memegang sebuah payung yang masih tertutup.
Ody tidak tahu harus merasa tersentuh atau tidak. Meski hatinya tergerak untuk menghampiri, sisi lainnya dari dirinya ingin sejenak menerka sejauh mana laki-laki itu bisa bertahan disana. Sampai akhirnya Ody memilih menghampiri, menepuk bahu laki-laki itu.
"Hai, sori ya lama."
Kia, laki-laki itu tersenyum saat Ody menyapa. Membuka payung dengan sigap karena hujan masih tampak deras tanpa menunjukan aba-aba akan reda.
"Mobil saya parkir di depan. Jalan dulu gak apa-apa, Dy?"
Ody mengangguk. Ia merasakan lengan kiri Kia terulur di belakang punggung dan merangkul bahunya untuk merapat. Lalu mereka berjalan di bawah payung yang sama. Diantara basah hujan, suara rintiknya dan langkah sepatu yang saling berirama.
Ody melirik Kia, jika sedekat ini, ia menyadari bahwa tingginya hanya sedagu laki-laki itu.
Kia lalu membuka pintu mobil, dan membiarkannya duduk lebih dulu, lalu laki-laki itu memutar dan duduk di belakang kemudi setelah menutup payungnya. Ody melihat sebagian kemeja Kia yang basah, lalu menyadari satu hal krusial disana.
Kia berkorban untuk dirinya.
"Kemeja lo basah tuh, Ki."
"Gak apa-apa. Saya bawa jaket kok."
"Sorry ya ngerepotin."
Kia lalu menatapnya teduh. Melempar satu senyum yang masih tidak berubah.
"Dy, ini bukan hal yang besar. Kenapa kamu merasa ngerepotin saya?"
Kia lalu menstater mobilnya, membelah jalanan kota yang diguyur hujan sejak pagi hari. Suara bariton dari William Michael Morgan terdengar di tape mobil Kia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere Only We Know
Fanfiction[COMPLETED] Rencana semesta menjadikan Aksa dan Kia bersaudara. Berbagi suka dan duka selama belasan tahun menjadikan mereka saling mengerti dan mengenal satu sama lain sebagaimana mereka mengenal diri mereka sendiri. Segalanya berjalan sempurna, s...