Tita's POV
Setelah kelas sosiolinguistik berakhir, aku bergegas untuk mengejar jadwal mengajar di lembaga les bahasa Inggris. Setelah memasuki semester 5, aku tergerak untuk mencari pekerjaan part time. Bukan hanya untuk mengejar honor belaka, tetapi lebih kepada mentransfer ilmu kepada orang lain agar ilmu yang aku dapat di bangku kuliah bisa meninggalkan jejak.
Aku memang sibuk di BEM fakultas sebelumnya, tetapi setelah masa jabatan berakhir, waktu luangku entah bagaimana caranya harus kuhabiskan untuk hal-hal berguna. Terlebih, membunuh waktu di luar sana sedikit mengurangi beban pikiranku pada hal-hal yang menyangkut perasaan.
Sebenarnya, Aksa adalah orang yang memotivasi dibalik keputusanku untuk mengambil pekerjaan ini. Dia pernah berkata kepadaku;
"Waktu itu gak kenal kata kompromi. Kita harus mau mencoba dan menjadi orang berguna karena kesempatan gak pernah datang dua kali."
Aksa juga pernah berkata, "Kita gak bisa terus duduk nyaman cuman untuk jadi penonton. Kali-kali, cobain jadi orang dibalik layar, yang mencicipi ombak untuk nampilin versi terbaiknya di depan orang banyak."
Kalimat itu pernah ia katakan kepadaku, di suatu sore setelah kami pulang menonton film. Dan hal-hal kecil itu membuatku tergerak untuk mencoba. Lebih dari itu semua, aku ingin menunjukan versi terbaik dari diriku, sebagaimana Aksa selalu melakukannya.
Dari dia, aku banyak belajar hal-hal yang mungkin dianggap sepele oleh orang lain. Aksa akan tertawa atas lelucon temannya yang bahkan tidak lucu, mengajarkanku bahwa menghargai teman adalah perlu. Atau sesederhana sikapnya yang mengambil brosur dari sales pinggiran toko saat promosi. Karena dia bilang, setidaknya kita bisa menjadi bagian dari terwujudnya kerja keras mereka. Karena orang lain bekerja keras dengan caranya sendiri.
Seiring berjalannya waktu, aku tahu, aku tumbuh dengan doktrin tentang Aksa yang membuatku jatuh kepadanya hanya dengan hal-hal sederhana.
Dan segala hal lain tentang Aksa yang tidak bisa kujelaskan karena aku harus kembali pada realita. Satu telepon masuk saat aku sudah dekat menuju gerbang.
"Saya di gerbang Timur Pak. Pakai baju warna biru ya."
Sambil menunggu ojek online datang menjemput, aku membuka whatsapp untuk mengecek pesan yang belum sempat kubaca. Ada satu pesan dari Nabila yang membuat jantungku berdegup tidak karuan.
From: Nabila
Tadi gue ke gedung fisip, ambil tupperware bekas puding buat Bayu. Gak sengaja liat Aksa sama cewek yg sering lo ceritain itu Ta. Mereka pergi kemana gitu😣Jelas aku cemburu. Jika tidak kenapa aku harus merasa kesal saat ini juga? Aku tidak membalas pesan Nabila, tidak ingin memikirkannya, karena aku tahu jika membahas hal ini lebih lanjut, aku tidak akan konsen mengajar.
Aku segera bergegas setelah driver ojol datang. Segera ingin mengalihkan pikiran pada hal-hal selain Aksa.
•••••❄❄•••••
Tapi sepertinya aku tidak dibiarkan lepas dari 'apes' hari ini karena tiba-tiba ban motor abang ojol bocor dan kami harus menepi di bengkel pinggir jalan sebelum aku sampai di tujuan. Aku bersikeras tetap membayar abangnya, dan memilih untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki karena gedungnya hanya 400 meter lagi.
Pikiran tentang Aksa kembali mengisi sudut kosong pikiranku. Sampai aku menyebrang dengan pikiran runyam, pada langkah pertama, aku tiba-tiba mendengar suara TIN! yang keras. Pikiran kosongku seketika tersadar, ketika tubuhku terjatuh di bahu-bahu jalan setelah merasakan hantaman cukup keras dari ujung mobil.
![](https://img.wattpad.com/cover/139289962-288-k73821.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere Only We Know
Fanfic[COMPLETED] Rencana semesta menjadikan Aksa dan Kia bersaudara. Berbagi suka dan duka selama belasan tahun menjadikan mereka saling mengerti dan mengenal satu sama lain sebagaimana mereka mengenal diri mereka sendiri. Segalanya berjalan sempurna, s...