Banyak orang berkata, waktu adalah obat paling ampuh untuk menyembuhkan luka atau mengalihkan kenangan. Tetapi, bagi sebagian orang, hal itu adalah kemustahilan karena waktu sudah menjadi kristal untuk ingatan-ingatan tersendiri.
Tidak ada yang tahu, waktu juga menjadi belati paling tajam yang bisa membunuh seseorang. Pada sebagian besar orang-orang yang menunggu kepastian, mereka akan merasa waktu menguliti hari-hari tanpa ampun, atau bagi mereka yang terluka karena perasaan, waktu hanya akan menjerumuskan pada memori yang sukar hilang.
Bagi Ody, waktu juga sama jahat kepadanya. Tidak pernah selama ini ia merasa waktu begitu menyebalkan, sampai ia tahu bahwa hari-hari yang dilewatinya sejak terakhir kali bertemu Kia akan begitu sulit.
Sudah satu bulan sejak Ody memberi vonis pada Kia dan dirinya sendiri tentang status hubungan diantara mereka, sudah satu bulan juga Kia menghilangkan jejak darinya. Ody juga tidak berusaha untuk mengubungi Kia, karena ia tahu ia tidak berhak untuk itu.
Sampai akhirnya, sore berhujan di hari kamis setelah ia menyelesaikan kelas, ia kembali bertemu Kia ditempat pertama kali mereka bertukar kata. Ody menjadi sangat canggung dan sadar diri bahwa sore itu dirinya telah hilang hanya karena gemuruh dalam dadanya terlalu lantang dan sulit untuk dijinakan.
Tetapi, yang lebih menyebalkan adalah Kia yang hanya melempar senyum kepadanya tanpa berkata apa-apa. Bahkan hingga sepuluh menit berikutnya, yang hanya diisi oleh suara hujan atau suara mahasiswa lain yang berteduh di tempat yang sama.
Maka didetik itu Ody tahu, bahwa segalanya tidak lagi sama. Waktu telah mengalahkan dirinya karena keputusannya sendiri. Dan ia telat mengakui bahwa selama ini ia hanya dibelenggu keraguan dan rasa yang belum punya nama.
Tapi pada sore berhujan itu, saat Kia akhirnya tersenyum kepadanya dan kupu-kupu seolah melolosi perutnya, Ody akhirnya tahu keraguan dan rasa itu kini punya idenditas baru.
Ia menyukai Kia. Mungkin lebih dari pada yang pernah ia kira.
Setelah pada akhirnya hujan mulai reda, Ody harus rela untuk juga melepaskan kepergian Kia dalam jangkauan matanya. Perempuan itu melirik Kia untuk terakhir kali, sebelum Kia benar-benar pergi.
•••••❄❄❄•••••
Kia menyenderkan punggungnya pada jok mobil. Setelah bersusah payah mengendalikan perasaannya yang menuntut banyak jawaban, akhirnya ia berakhir disini meski sebelumnya mengutuk alam karena membiarkan hujan turun lebih sebentar daripada yang diinginkan.
Mungkin, jika hujan lebih lama turun, ada banyak kesempatan yang bisa didapatkannya untuk berada dalam jarak yang kasat mata bersama perempuan yang dirindukannya setengah mati.
Tetapi, lagi-lagi Kia mencoba tahu diri untuk tidak lepas kendali. Karena satu-satunya yang bisa dilakukan hanya tetap diam agar perempuan itu tetap nyaman tanpa perlu mengingat kenangan di masa lampau.
Meski Kia tahu sebenarnya ada banyak kalimat rindu yang ingin diungkapkan, tetapi semesta membawa kembali kenangan saat dirinya terluka karena terlalu gegabah pada perasaan dan sikap egosinya.
Oleh karena itu, Kia tidak ingin sikap terlalu memaksa kembali menguasai dirinya dan mengendalikannya untuk bertindak lebih jauh. Karena sejak hari itu, Kia telah memproklamasikan hatinya untuk tetap ada di radar seharusnya. Kia hanya perlu membawa dirinya jauh dari jangkauan yang bisa menuntutnya untuk menginginkan lebih.
Ia menginjak pedal gas, tetapi urung dilakukan ketika melihat satu perempuan menembus sisa rintik hujan tidak lama setelah ia pergi. Rambutnya yang digerai terlihat semakin panjang, ransel berwarna pastel yang selalu menarik atensinya bergerak kesana-kemari mengikuti tubuh pemiliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere Only We Know
Fanfiction[COMPLETED] Rencana semesta menjadikan Aksa dan Kia bersaudara. Berbagi suka dan duka selama belasan tahun menjadikan mereka saling mengerti dan mengenal satu sama lain sebagaimana mereka mengenal diri mereka sendiri. Segalanya berjalan sempurna, s...