Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Gracia. Senyum tak pernah luntur dari wajah Shani yang sedang menyetir, membuat Gracia heran. Bagaimana tidak, wajah Shani berbinar binar seperti remaja yang baru jadian.
"Kamu kenapa deh?" tanya Gracia bingung.
Shani menoleh sebentar, "gapapa, emang kenapa?"
"Kamu senyum senyum sendiri daritadi, aku kan jadi takut"
"Hahaha, aku seneng tau, Akhirnya kita balikan. Eh tapi, Emang kamu gak takut aku khianatin lagi?" ceplas ceplos banget dah si Shani. Mungkin bisa dibilang ini perubahan baik, karena ini artinya dia mulai belajar jujur.
Gracia menatap jauh ke depan. "Jujur aja aku takut, tapi aku gak mau bohongin diri aku sendiri. Toh kamu masih nunggu aku kan?" Gracia mencolek dagu Shani, membuat Shani tertawa geli.
"Senyum mulu deh, aku mau tanya dong.. " Gracia memusatkan pandangannya pada Shani.
"Kamu kan tadi bilang, kalo papa kamu pernah ngasing in kamu. Itu tandanya kita gak direstui dong"
"Tadinya emang iya, tapi aku berjuang banget buat buka pikiran mereka, dan akhirnya berhasil. Kamu tenang aja, kalo masalah restu, udah ngantongin, termasuk dari papa kamu" Shani menyeringai.
Sedangkan Gracia sudah melongo. "Kamu kok bisa gitu sih, dasar emang kepedean ya"
"Hahaha usaha keras tak akan menghianati sayang"
..
Suasana di sebuah ballroom hotel tampak sangat meriah. Semua orang yang datang seakan turut berbahagia dengan kedua mempelai. Bukan, ini bukan di Indonesia. Ini di belanda, di sebuah hotel di Amsterdam.
Senyum terus tersungging dari kedua mempelai, mensyukuri anugerah Tuhan yang bernama cinta dengan mengikatnya ke sebuah pernikahan. Meskipun cinta mereka masih banyak yang memandang sebelah mata, tapi mereka yakin akan cinta yang tertanam di hati mereka. Mereka menikah di Belanda, karena disinilah cinta dalam bentuk apapun bisa menang.
Kedua mata Shani tak hentinya memancarkan kebahagiaan, bibirnya tak berhenti tersenyum, dan hatinya tanpa putus mengucap syukur. Shani menoleh ke sampingnya, ke arah wanita dengan balutan dress putih yang sama dengannya. Shani menggenggam tangannya, membuat wanita itu tersenyum.
"Terima kasih Gracia"
"Untuk?"
"Bersabar denganku selama ini" Shani menghela nafasnya. "dan sudah berdiri disampingku"
Gracia tersenyum dengan tulus, dia justru bersyukur bisa memiliki Shani. Seseorang dengan keberanian yang besar, dia hanya menikmati hasilnya sekarang, tanpa tau perjuangan Shani meyakinkan keluarga mereka.
Acara 'siapa yang menatap paling lama' harus terhenti, kala Frans menghampiri mereka.
"Percaya elah yang penganten baru, di tatap terus, kayak bakal hilang aja kalo di tinggal kedip" canda Frans.
Mereka tertawa, Frans lalu memeluk Gracia. "Congrats my bestie, gue kira lo bakal jadi jomblo karatan karena gak bisa move on" langsung saja Gracia lepas pelukannya dan meninju dada Frans.
"Aw, sakit tau. Dasarannya preman emang ya" tiba saatnya Frans di hadapan Shani.
Frans tersenyum dan menjabat tangan Shani. "Jaga sahabat gue ya, selamat elo yang berhasil dapetin dia hahaha..." Shani hanya tertawa saja.
Frans menggendong anaknya, Gio, yang menyusulnya bersama sang istri. "Kenalin Shan, ini istri asli gue. Gak usah salah sangka lagi hehehe"
"Hai, Aku Martha" ujar istri Frans memperkenalkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I (Can't) REFUSE
FanfictionKamu yang aku butuhin, bukan dia -Shani- Kamu player, kamu juga suka bohong. Ah, tapi juga sayang -Gracia-