12. Terungkap

7.3K 564 81
                                    

Gracia tersenyum kikuk, lalu perlahan mendekat pada Shani, yang memasang wajah datarnya.

"Ka.. Kamu ngapain disini? Udah selesai acara keluarganya?" tanya Gracia dengan takut, padahal dia tidak melakukan kesalahan. Tapi wajah Shani mengatakan bahwa Gracia sudah melakukan kesalahan.

"Kamu abis darimana?" tanya Shani masih dengan datar.

Gracia pun menuntun Shani duduk di sofa dan menjelaskannya. "Aku abis makan di luar sama temen aku"

"Kenapa gak ngabarin?"

"Kan tadi kamu sendiri yang bilang kalo pas acara keluarga bakal susah dihubungin" kata Gracia bingung.

Shani menghela nafasnya. "Tapi bukan berarti gak ngabarin juga kan? Tau gak, aku gak fokus sama acara aku karena mikirin kamu udah makan apa belum" padahal Shani abis jalan sama Alfan. Tapi soal dia khawatir sama Gre itu bener kok. Dia jadi menyudahi jalannya dengan Alfan lebih cepat. Tapi pemandangan tadi membuat dadanya memanas.

Gracia memasang wajah memelasnya. "Aku minta maaf ya, gak gitu lagi deh. Maafin aku ya" Gracia sebenarnya bisa saja membalik kata kata Shani dan membongkar perselingkuhnnya sekarang juga. Tapi dia tidak mau kehilangan Shani.

"Terus cowok tadi siapa?"

"Hah, cowok?....... Oh itu sahabat aku yang baru pulang dari Canada. Aku juga makan sama dia tadi. Namanya Frans" ujar Gracia tanpa beban.

"Oohh sahabat ya, harus gitu sahabat saling pelukan sama rangkulan kayak kamu sama dia?."

Gracia semakin bingung. Ini Shani kenapa sih? Masak dia cemburu, Frans kan sahabatnya. Lagipula Shani kan gak cinta sama Gracia, ngapain cemburu. Begitu pikir Gracia.

"Kamu cemburu?" ujar Gracia tersenyum menggoda sambil menaik turunkan alisnya.

"Masak cemburu sama pacar sendiri gak boleh?"

Pacar yang keberapa Shan?.

"Maaf ya kalo udah bikin kamu cemburu. Tapi percaya deh sama aku, dia murni sahabat aku dari SMA. " Gracia menatap dengan tatapan memohon. Entah Shani bohong atau tidak saat mengatakan kalau dia cemburu.

Shani pun menghela nafasnya dan mengangguk, lalu menarik Gracia ke pelukannya. "Aku percaya, sekarang kita tidur ya"

Gracia mengangguk.

Di dalam kamar, mereka lalu membersihkan make up nya bersama sama. Shani yang selesai lebih dulu, membantu Gracia membersihkan alis Gracia yang sebelah. Setelah selesai mereka akhirnya berbaring. Gracia daritadi memperhatikan Shani yang masih diam saja. Mungkin dia marah, begitu pikirnya.

"Kamu masih marah?" tanya Gracia sambil menatap Shani dari samping.

"Gak kok" jawab Shani tanpa menatap Gracia.

Gracia menghela nafasnya. "Kalo gitu hadap sini dong"

Shani mengubah posisinya jadi menghadap Gracia. Tapi wajahnya masih saja datar, kek tembok.

"Terus kenapa kamu daritadi diem aja? Katanya udah gak marah"

"Aku gak marah, aku cuma kesel. Aku gak suka lihat kamu sama dia" nadanya pun tak kalah datar dari wajahnya.

"Aku kan dah bilang, dia cuma sahabat aku. Kamu gak percaya sama aku?" kata Gracia menjelaskan.

"Aku percaya sama kamu, tapi enggak sama dia. Karena dengan hanya dia kamu jadi lupa sama aku, kayak tadi" Shani berusaha menahan intonasinya agar tidak meninggi dihadapan Gracia.

Mendengar jawaban Shani, membuat Gracia tersenyum. Itu tandanya Shani benar benar cemburu. Gracia pun mendekatkan wajahnya pada Shani, menempelkan ujung hidungnya dan hidung Shani.

I (Can't) REFUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang