‹Chapter 4› ✓

167 20 0
                                    

"Menurutku kita harus membicarakan ini langsung kepada Hijikata," kata Tsukuyo, ia menghembuskan asap rokonya.

"Bagaimana pun, aku sudah menganggap Souko anakku, sama halnya dengan Kagura."

"Aku tau itu Tsukuyo, tapi dari segi manapun. Hijikata tidak akan menerima Souko dengan mudah, dia itu sangat mencintai Mitsuba." Gintoki memandangi Tsukuyo dengan mata ikannya, dia memang terlihat tenang.

Tetapi, Tsukuyo tau pria itu sama khawatir seperti dirinya.

"Kita harus membicarakan masalah ini, secepatnya kepada Hijikata. Aku tidak mau, Souko terluka terlalu lama karna masalah ini, Gintoki." Tsukuyo mengatakan itu sambil berlalu pergi.

Gintoki tau apa yang seharusnya ia lakukan, tapi ia bingung memulainya dari mana. Berbiacara langsung kepada Hijikata dulu atau bertanya masalah ini terhadap Souko dulu.

Saking pusingnya, Gintoki mengacak-ngacak rambut ikal perak miliknya tersebut. Ia lalu berbaring dan menatap langit-langit atap. "apa yang kau pikirkan, Hijikata?" batinya.

☂ ☂ ☂

Hijikata pulang jam 1 pagi, ia memang sengaja berlama-lama ditempat kerjanya. Agar tidak perlu bertemu terlalu sering dengan Souko.

Ia memakirkan mobilnya dan masuk kedalam rumah, lewat kunci yang ia bawa. Saat masuk kerumah, Tv masih menyala, begitu juga lampu. <Saat ingin tidur, lampu ruang tengah dimatikan.>

Dan pandangan matanya tertuju ke arah sofa, seorang gadis bersurai pasir sedang tidur dengan posisi yang terbilang kurang nyaman, karena ia tidur di sofa.

Hijikata hanya mendengus, ia mendekati Souko dan berniat untuk membangunkannya. Tapi pergerakannya terhenti, saat melihat kedua mata Souko terbuka.

"Eumm, Hijikata-san? Okaeri, mau makan malam? Aku akan menghangatkannya." Souko memegang kepalanya yang sedikit pening, karena baru bangun tidur.

"Tidak perlu," dua kata itu sukses membuat kedua mata Souko terbuka lebar. "Aku sudah makan sebelum pulang, dan lagi sudah ku katakan jangan menunggu Souko!" Hijikata mengatakan itu dengan nada menyentak, membuat Souko kaget.

Tanpa memperdulikan Souko, Hijikata pergi ke kamarnya. Souko hanya diam ditempat, matanya kembali panas. Hatinya terasa sakit, ini lebih sakit dari tadi pagi.

Isakan-isakan kecil terdengar dari mulut gadis itu, dia menangis dalam diam lagi.

☂ ☂ ☂

Hijikata bangun pagi sekali, ia menaruh note di meja makan. Setelah itu pergi, rasanya Hijikata masih tidak bisa menerima Souko sebagai istrinya.

"Hijikata-san mau pergi jam segini?" sebuah suara menghentikan langkah kaki Hijikata, ia sudah memegang gagang pintu.

"Iya, ada miting."

"Sepagi ini? Tidak ingin sarapan dulu?" suara Souko terdengar lagi.

"Tidak perlu, aku bisa sarapan dijalan."

"Apa seburuk itu masakan buatanku, sampai-sampai Hijikata-san tidak ingin memakan nya?" Hijikata melirik tajam kepada Souko, ia malas berdebat dipagi buta ini. Moodnya sejak kemarin sudah hancur.

"Kau itu cerewet ya. Kalau Mitsuba, pasti sudah mengerti tanpa banyak bicara." Hijikata langsung membanting pintu dan berjalan ke mobilnya, dengan langkah cepat.

Kedua mata Souko terbelak, hatinya teriris lagi. Hatinya sakit lagi karena pria itu.

"Hijikata-san, mengapa kau selalu membandingkanku dengan aneue? " ucap pelan. Pelupuk matanya, kembali berair dan siap untuk menurunkan air mata.

Souko hanya bisa menangis dan menangis. Hanya itu.

Okita Souko ‹FemaleSougo› ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang