Part 21. Bulan Madu

894 66 0
                                    

Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...

***

Selama ada kau, aku tidak ingin sendiri.
Saat kau hadir, aku benci sendiri.
Jadi hadirnya dirimu bagaikan kesendirian yang tidak sunyi.
Dan aku takut sendiri.
- Iqbaal Thomson -

***

Iqbaal duduk di hadapan Bastian dengan meja sebagai perantara mereka. Bastian sudah memakai pakaian khusus tahanan. Ia sudah tidak bisa mengelak dan juga Iqbaal tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk meringankan tuduhan Bastian.

"Kau tidak menceritakan ini sebelumnya." ucap Iqbaal membuka pembicaraan.

"Karena semuanya sudah tidak penting. Aku sudah tidak bergabung dalam gangster itu semenjak mengenal Cornelia. Aku mulai mencari pekerjaan yang benar-benar pekerjaan." jelas Bastian. "Aku ke London memang hanya karena aku kehilangan Cornelia, bukan karena menghindar dari polisi." lanjutnya.

"Sejak kapan?"

"Aku sudah ikut gangster itu sejak SMA kelas 3, saat keluargaku mulai hancur. Aku keluar setelah kuliahku selesai dan juga karena aku memiliki Cornelia saat itu. Aku benar-benar tidak ada sangkut pautnya dengan gangster itu lagi, kecuali semalam."

"Kau tidak harus membunuhnya." Iqbaal menggeram frustasi.

"Dia harus mati. Dia tidak akan tinggal diam jika (Namakamu) bahagia denganmu yang bergelimangan harta. Aku tidak apa-apa. Ini sudah hukuman untukku. Kehilangan Cornelia, meninggalkan Ibunya, dan ini hukuman untuk itu juga."

"Kau terlalu menyalahkan dirimu, Turner."

"Aku memang salah. Lupakan! Jaga istrimu baik-baik. Kita akan bertemu beberapa tahun lagi. Aku janji akan kembali."

"Ya, kau memang harus pulang."

Bastian tersenyum. "Bagaimana keadaan (Namakamu)?"

"Dia masih sedikit takut. Dokter juga sudah memeriksa dan tidak ada luka yang serius. Salsha juga menemaninya di rumah sekarang." jawab Iqbaal.

"Dia tidak berhasil menyentuhnya. Aku lebih dulu memukul punggungnya. Kupastikan (Namakamu) takut kepadaku. Dia pasti mengingat jelas bagaimana caraku membunuh bajing*n itu. Aku minta maaf."

"Kenapa kau malah meminta maaf?"

"Aku menambah ketakutan istrimu."

"Dia tidak akan takut kepadamu. Kau menolongnya."

"Kuharap begitu." Bastian tersenyum tipis. "Waktuku sudah habis. Terima kasih karena kau masih menjadi keluargaku. Tapi aku punya satu permintaan."

"Apa?"

"Jika aku keluar dari sini. Aku ingin melihat Iqbaal Junior."

Iqbaal tersenyum. Ia menepuk pundak Bastian dan mengangguk pasti. "Akan kukabulkan. Doakan semoga kami bahagia. Kami menunggumu, dude."

"Ya, tunggu aku."

Bastian berdiri dan Iqbaal langsung memeluknya. Air mata Iqbaal mengalir begitu saja seakan tidak rela sahabatnya harus mendekam di penjara seorang diri tanpa keluarga. Bastian hanya menepuk-nepuk pundak Iqbaal berharap sahabatnya itu tenang.

"Oh iya, tolong jaga Ibuku." Permintaan terakhir Bastian sebelum ia benar-benar masuk ke dalam rumah barunya.

"Pasti." Iqbaal mengangguk pasti.

***

Iqbaal membuka pintu apartemennya dan langsung disambut Salsha yang langsung menanyakan keadaan Bastian. Iqbaal menjawab seadanya saja. Seakan mengerti perasaan Iqbaal, Salsha memeluk Iqbaal untuk menenangkan sahabat kecilnya itu.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang