Chapter 13

29 5 6
                                    

Semua orang memandang kaget ke arah Dafa.

"Eh, Dafa gak bawa? Si pangeranku gak bawa buku paket Fisika?!" Keyla, yang gosipnya mau nembak Dafa namun ragu itu, berlagak lebay.

Semua tertawa, kecuali Bu Ilmi. Dafa memutar bola matanya sambil menggeleng-geleng kepala.

Braaakk...

"Diaaam!" Bu Ilmi menggebrak meja kayu guru.

"Kenapa kamu tidak membawa buku paket, Dafa? Padahal kamu ketua kelas yang harusnya memberi contoh! Kamu ngerti?!" Bu Ilmi mempertegas kata-katanya.

"Mengerti."

"Lalu, kenapa gak bawa?"

"Saya lupa kalo hari ini ada jadwal pelajaran Fisika." jawab Dafa ringan, tak ada beban.

"Huh..." Bu Ilmi menghela napas. "Kamu harus dihukum! Di SMP, semuanya, termasuk kamu..." telunjuk Bu Ilmi mengarah tepat ke Dafa. "Harus disiplin dan tertib!" lanjutnya datar.

"Siap bu!"

"Hukumannya adalah... Kamu harus berdiri di depan kelas sampai jam Fisika habis. Mengerti?"

"Mengerti!"

"Ya sudah, sana!!" seru Bu Ilmi, seolah mengusir. Tangannya dihempaskan ke arah pintu kelas.

Dafa mengangguk, lalu berjalan keluar. Novya memandang sendu. Ia sebenarnya tak tega, namun ia juga tidak ingin dihukum.

"Baik anak-anak, mari kita lanjutkan dengan membuka halama..."

"Tu, tunggu bu! Sebenarnya saya yang tidak membawa buku. Bukan Dafa." Novya berdiri dari bangkunya. Semua kembali ternganga termasuk Bu Ilmi.

"Lalu, buku yang ada di mejamu?" Bu Ilmi menunjuk bingung buku paket yang ada di meja siswa yang saat ini ditempati Novya. "Jadi?"

"Jadi..." Novya diam sejenak. Merasakan keringat dingin mengucur di tubuhnya. "Jadi... Saya yang minta pinjam bukunya Da.. Dafa, bu." Novya menutup matanya, takut hukuman apa yang akan diberikan untuknya, setelah ketahuan bohong.

"Baik. Kamu juga akan ibu hukum, sama seperti dia yang diluar." tangan Bu Ilmi mengancung ke arah Dafa.

"Bu, jangan gitu doong!" protes Kiki, tiba-tiba.

Bu Ilmi mengacak pinggang menghadap Kiki. "Kamu mau ibu hukum juga?!" tatapan tajam Bu Ilmi membuat Kiki ciut.

"Iya bu. Maaf, gak tega soalnya." polos Kiki.

"Lu, kok, ngebelain cewek kayak gitu sih? Malah seneng nanti dianya." Keyla langsung beranjak dari bangkunya sampai terjungkal.

"Lha kan sesama temen, harus punya rasa empati dan simpati!" ujar Kiki sok bijak. Emang kenyataan.

"Huwwaa... Cie... Kiki belain Novya nih ye..." Eni bersorak, diikuti yang lainnya. Kiki mati kutu.

"Diiaam..." mata Bu Ilmi memelotot melihat Kiki dan Novya bergantian.

"Kiki, kamu kembali duduk! Dan Novya... Kamu keluar!" seru Bu Ilmi mengusir. Kayak mengusir.

Novya mengangguk. Kiki duduk cemberut di bangkunya. Keyla juga. Sebelumnya, ia memperbaiki posisi bangkunya seperti semula.

Dihukum juga...

Di luar...

Brakk... Novya menutup pintu dan ia segera duduk merosot.

"Hei! Kenapa?" Dafa menghampiri Novya yang duduk lemas di lantai dekat pintu kelas.

"Aku dihukum." jawab cewek itu singkat.

"Dihukum? Lho, harusnya kan enggak. Kok bisa sih?! Kan aku dah kasih kamu buku. Kok bisa ketahuan?" Dafa nampak memburu ketika bertanya. Novya diam.

"Ketahuan karena aku ngomong."

"What? Kamu bilang, kalo kamu sebenernya enggak bawa buku?" Dafa was-was.

"Iya."

"Yaelah, Vy! Ngapain elu bilang?! Kan jadinya gini. Harusnya kamu gak usah bilang, biar gak dihukum. Aku aja yang ngalami dan ngejalani." sewot Dafa mengembuskan napasnya kasar.

Novya mengernyit. "Kamu kok, bilang gi.. Gitu? Kamu kayak peduli banget sama aku." Novya melirik wajah Dafa.  Cewek itu masih menunggu jawaban dari cowok yang hobi basket itu.

"Ya... Kan kita temen, harus saling punya rasa simpati dan empati!" jawab Dafa sekenanya. Ia menjambak rambutnya sendiri. Frustasi.

Namun detik berikutnya, Novya terkikik.

"Kayak kata-katanya Kiki."

Dafa menoleh. "Kata-kata apa?"

"Ya... Yang kamu bilang, jadi temen harus punya rasa empati dan simpati. Duh..." Novya memalingkan mukanya dari pandangan Dafa. Malu.

Masih SMP, kamu Vy! Jangan ada rasa apa-apa dulu sama dia...

"Oh, berarti emang lagi kebetulan kompak, ngomongnya." simpul Dafa, menatap ke depan.

"Yeah."

"Vy, baiknya kita ngapain ya?" Dafa tiba-tiba kembali berbicara.

"Ngapain ya?"

"Yee... Kasih usul dong!"

"Tapi... Keknya aneh, kalo misalnya kita ngelakuin apapun di jam pelajaran. Mending kita di sini aja."

"Kalian berdua yang di luar, diaam!" teriak Bu Ilmi dari dalam. Dafa dan Novya saling pandang saat itu juga.

"Hihihi..."

"Shuuuut!"

"Iya-iya!" bisik Novya, memperagakan orang sedang mengunci mulut.

"Ga usah gituu!" cibir Dafa tertawa kecil.

"Haha..."

"Gile yak, tuh guru. Main teriak-teriak aja di kelas." sewot Dafa menjulurkan lidah di depan pintu kelas yang tertutup.

"Haha... Gak usah gitu jugaa! Kayak apa aja." kini Novya ganti mencibir.

"Hehe.. Huff..." Dafa duduk di bangku samping pintu kelas dekat Novya.

"Duduk sini! Nanti dilihatnya gimana gitu, sama orang." Dafa menepuk bangku kayu itu dengan lembut.

"Yaa..." pipi Novya memerah, tetapi ia tidak memedulikannya dan memilih duduk di samping Dafa, tetapi jaga jarak.

"Kenapa gak disini aja?" Dafa menyuruhnya untuk duduk lebih dekat.

Novya menggeleng-geleng.

"Huh, ya sudahlah kalo itu maumu."

"Hehe..."

***

Hei! Keknya segitu dulu aja ya!Budayakan voment! Moga-moga tetep setia nunggu ch selanjutnya!
See ya!
Lov yu!
💕💕💕💓💓





Dear P!nkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang