Chapter 3

23 5 0
                                    

Novya memejamkan mata sejenak kemudian membukanya lagi. Ia sedang mengingat sesuatu. Ia langsung terkesiap. Kaget dengan ingatannya. Tapi, ia menggeleng kuat.

"Kalian ini parah! Main ajak berantem. Untung gak ada guru, kalo ada? Gimana kalian?" Dafa menoleh ke segala arah, memeriksa apakah ada guru di sekitar kerumunan di dekat koridor deretan kelas 7.

"Aman." gumam Dafa. Ia menoleh lagi ke arah Dian dan Keyla. "Masih mau nglanjutin terus dihukum berat?" tanya Dafa.

Sontak, Dian dan Keyla menggeleng bersama.

"Bagus, udah sana! Bubar-bubar! Semuanya, bubaaar!" suaranya membuat semua bubar. Memang aneh sih, kenapa ada aja cowok yang mau meleraikan pertengkaran. Jarang lho... Biasanya cowok itu cuek kayak bebek. Heheee...

Novya lekas menarik tangan Dian, "Apa, Vy?" Dian mengernyitkan dahi.

"Kan katanya mau ke toilet?" ujar Novya pelan.

"Oh iya-ya, lupa aku. Yuh!"

***

Mereka berdua alias Novya dan Dian, duduk di bangku halaman belakang sekolah. Mereka baru dari kantin membeli jajanan ringan.

"Kok kamu berani banget sih sama.. Keyla?" Novya melahap habis tahu bakso yang ia beli. Meskipun ia kaya, tetapi lebih senang makan makanan sederhana.

"Ya, harus gitulah! Biar dia gak nginjak-injak kita. Kamu tahu kan?" tegas Dian.

"Nginjak-injak kita? Emang dia bisa? Kan badannya seukuran sama kita. Gak bisa kan?" tangan Novya menggaruk-garukan kepala.

"Aduuhhh.. Gimana ya? Gini deh, katanya diganti jadi, 'biar dia gak bully kita.' Tau artinya kan?" Dian heran dengan Novya.

"Oh, iya, tau."

"Kamu ga kuper kan?! Eh maksudku, kamu gak kurang pergaulan kan?" tanya Dian hati-hati.

"Eh, maksudmu antisosial gitu?"

"Eh, yah! Thats right!" Dian mengangguk sambil mengembuskan napas lega.

"Eh, aku sih sebenarnya antisosial. Aku tuh penakut, gak percaya diri, dan kurang pergaulan seperti katamu tadi. Tadi pagi, kakakku cerita kalau sekolah disini harus gaul dan tidak boleh gugup kayak apa aja. Di sini sekolah kelas atas, kata kakakku. Sedangkan aku seperti itu. Maafin aku ya, kalau aku ini, eh, um, kup.. Kuper." ujar Novya lesu. Dia terlihat polos di mata Dian.

"Hahaaaaha... Tentu saja kamu nggak salah. Cobalah untuk menjadi pemberani. Aku disini. Kan menemani. Haha..." Dian tertawa, membuat mood Novya sedikit membaik. Awalnya dia malu dan mood nya memburuk.

"Emang kamu sering di bully, dulu di sekolah?" mulut Dian terus mengunyah hamburger dan menelannya.

"Ya.. Gitu deh. Ga tau, mungkin aku penakut dan gak PD. Oh ya, yang tadi namanya Dafa itu kenapa sih? Kok kayaknya dia itu mau melerai? Jarang lho..." tanya Novya.

"Entah, mungkin dia itu baik, alim dan penurut sama pelerai yang handal. Jadi gitu deh." jelas Dian, menghabiskan gigitan hamburger yang terakhir.

"Oh..."

Tapi, kok, aku kenal? Ah, jangan-jangan aku salah. Bukan dia. Ya sudahlah...

"Hei, aku juga mau tanya doong! Kenapa kamu suka hitam padahal hampir sebagian besar cewek suka pink kayak aku? Kenapa?" tanya Dian menahan pergelangan tangan Novya.

"Eh..."

"Kenapa Vy?" Dian masih menunggu.

"Eh, itu..."

Teeet... Teeet... Teeet...

Akhirnya penyelamat datang...

"Ayo Dian! Kita ke kelaas!" seru Novya langsung membuang sampah plastik ke tong sampah, begitu pula dengan Dian.

"Ayo!"

***

"Anak-anak, hari ini adalah pembagian pengurus kelas. Pembagian ini akan dilaksanakan melalui voting atau suara terbanyak. Mengerti?" Bu Hermin berdiri dari bangku guru. Ia menuju ke depan papan tulis.

"Mengerti bu..."

"Baik, ibu akan menuliskan nama-nama yang ada di papan."

Mata Novya terus mengikuti gerakan tangan Bu Hermin yang membentuk huruf. Sebuah nama.

***

Gimana guys, ceritanya? Penasaran kan siapa pengurus kelasnya? Oh ya semua pertanyaan tentang siapa itu Dafa akan terjawab dilain waktu.  See ya! Moga-moga suka!

Lov u💕💕💕

Dear P!nkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang