Apakah Emily merasa bahwa dia akan dijahili? Sebagian besar iya. Selagi dia berjalan ke arah meja yang diduduki anak populer di sekolahnya, dia berpikir itu tindakan bodoh. Tapi ketika berpikir lagi, apa salahnya mencoba? Ini keputusannya. Emily sudah mengingatkan dirinya sendiri dari lama bahwa dia tidak akan menyesal ketika sudah mengambil keputusan. Lagipula dia sudah kenal dengan Bella, toh meja kantin yang lain sudah penuh karena dia telat masuk kantin.
Bodoh. Harusnya aku tidak usah ke kantin. Harusnya aku pergi menyusul Walter, pikiran itu mulai muncul lagi dikepala Emily. Tapi semua sudah terlanjur. Dia sudah melihat Bella melambaikan tangannya.
Baiklah, jangan berpikir negatif Emily, Bella teman barumu. Pikirnya.
Emily berjalan cepat dan sudah berada di samping Bella, duduk tanpa membawa makanan. Dia lebih baik lapar daripada harus berdiri dan ditatap semua orang. Emily tidak melihat Bella, ke arah cowok di samping Bella, yang meledek Walter dan dirinya tadi, ataupun Kevin, Angel, Aaron, dan cewek di depannya yang belum pernah dilihat Emily. Dia hanya menunduk.
"Emily, maafkan temanku yang bodoh ini. Dia tidak bermaksud meledekmu, sungguh. Is that right Andrew?" Bella menoleh ke sebelah kirinya, cowok yang tadi menyoraki Emily dan Walter.
"Oh Yeah itu benar. Aku hanya ingin mengusir si Weirdo yang berjalan denganmu saja tadi. Dan hey Bella, aku tidak bodoh!" katanya melirik Bella dan memutar bola matanya. Lalu dia menghadap teman-temannya yang lain.
"Kalian lihat ekspresinya tadi? hahaha he such a loser" Tambah Andrew. Emily penasaran kenapa Walter dan teman-teman Bella saling benci. Dia ingin bertanya, tapi Emily rasa ini bukan waktu yang tepat. Teman-temannya hanya tertawa mengingat ekspresi Walter, termasuk Bella. Seakan Andrew lupa sesuatu, dia menoleh ke Emily lagi.
"Oh iya, I'm Andrew Bradle, sepupu dari Aaron Green, asal kau tahu, akulah yang tertampan disini. Tidak seperti Aaron, dia jelek" Dia menoleh kepada Aaron. Tanpa bicara, Aaron melemparkan kentang goreng yang sedang dimakannya ke wajah Andrew sambil tertawa. Emily akui, wajah mereka mirip dan keduanya tampan. Andrew memakai kaos hitam dan jeans, terlihat ada tattoo di lengan kanannya, memiliki rambut coklat tua, hampir hitam, yang acak-acakan, mata yang coklatnya besar serta senyumannya yang pasti membuat semua cewek tergila-gila padanya. Sedangkan Aaron lebih rapi dan tidak mempunyai tattoo, tubuhnya six pack seperti Kevin. Sepertinya mereka pemain basket.
All of them are super handsome, but they are bad boys. Pikir Emily.
Kevin yang duduk di depan Andrew berkata pada Emily.
"Bella sudah memberitahu kami bahwa kau teman barunya Bella. That means, kau teman kita juga." Katanya santai.
"That's right Emily. Tenang saja, kau sudah baik mau menemaniku tinggal di kamar besar itu" tambah Bella tersenyum. Emily hanya mengangguk dan tersenyum balik.
"Dasar penakut!" seru cewek yang duduk di depan Emily. Bella hanya menjulurkan lidahnya, dan berkata
"Oh iya Emily, ini Kelly. Dia sekelas denganku dan Andrew, kelas C" Kata Bella menunjuk cewek di depan Emily.
"Hey" sapa Kelly tanpa senyum, lalu melanjutkan makannya. Emily melihat ekspresi Kelly seperti 'mengapa ada anak culun duduk di depanku?'. Emily mengamatinya. Dari penampilannya, terlihat jelas bahwa Kelly seperti gadis yang sering menggoda banyak cowok. Dia memakai make up tebal dengan soft lens berwarna hijau dengan rambut coklat yang diikat keatas. Walaupun tubuhnya tidak selangsing Bella, dia lumayan cantik. Bagaimana mungkin anak populer tidak cantik? Pikir Emily.
"Emily, kau ambil makan saja" kata Bella.
"Aku tidak lapar" Emily berbohong. Saat ini saja banyak siswa yang melihat ke arahnya, seperti berpikir mana mungkin siswa seperti Emily bisa berteman dengan Bella dan teman-temannya, apalagi kalau dia mengambil makan sendiri, semuanya pasti dapat melihat jelas siapa siswa baru kutu buku yang berteman dengan siswa populer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall
RomanceEmily Wellington adalah anak blasteran Inggris-Indonesia. Ketika dia sudah mencapai 17 tahun, ia harus pindah ke Inggris dan melanjutkan pendidikannya disana. Diatidak menyangka bahwa ayahnya telah mempersiapkan apapun yang dia butuhkan di Inggris...