BAB 1 - Awal Kisah

2.3K 85 9
                                    

Welcome to Dandelion

SELAMAT MEMBACA

"Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita itu hanyalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan"

©Story "Dandelion" by sehrishel

WARNING !!!

"Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan adegan berbahaya. Mohon bijaklah dalam membaca dan memahami makna cerita"
 

"Setelah mempertimbangkan kesaksian dan bukti-bukti yang telah ditetapkan, dengan ini saudara Arkan Hafidz Akalanka dinyatakan sebagai tersangka atas kasus pembuhunan terhadap saudara Kenan Wijaya dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Setelah mempertimbangkan kesaksian dan bukti-bukti yang telah ditetapkan, dengan ini saudara Arkan Hafidz Akalanka dinyatakan sebagai tersangka atas kasus pembuhunan terhadap saudara Kenan Wijaya dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara"

Ketukan palu menggema dan begitu nyaring terdengar dalam ruang sidang, menandakan sidang putusan telah ditetapkan oleh hakim ketua. Arkan dikenai pasal 338 KUHP tentang kasus pembunuhan terhadap Kenan, yang sebelumnya ia terancaman mendapat hukuman maksimal 15 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.

"Nak, bagaimana ini? Apa yang harus Ibu lakukan?" Gumamnya pelan, pedih terasa, tak mampu ia bendung, kini tetesan air mata jatuh di pipi wanita paruh baya yang sudah terduduk lemas di barisan kursi peserta kala mendengar ketukan palu hakim yang sudah final, kepalanya menunduk, bergetar seluruh tubuhnya, dalam sekejap tangisan seorang ibu pun pecah, tak sanggup rasanya harus merelakan sang buah hati tinggal di bui dalam kurun waktu yang begitu lama. Hal yang sama sekali tidak terbayangkan sebelumnya mengapa peristiwa seperti ini bisa menimpa keluarga kecil mereka.

Sebelum akhirnya Arkan dibawa kembali ke tahanan oleh petugas kepolisian yang kini sudah siap di sisi kanan dan kirinya, Hayya berjalan menuju anak sulungnya itu. Langkah kakinya terasa berat, seolah lantai ruang sidang seperti magnet yang menarik telapak kakinya untuk terus berdiam. Kakinya begitu kaku untuk melangkah. Namun perlahan dengan tubuh bergetar, Hayya hampiri Arkan yang sudah siap dibawa oleh petugas. Wanita paruh baya yang kini garis keriput di ujung kelopak matanya mulai terlihat itu, perlahan dengan langkah pelan menghampiri Arkan.

Lemas sudah kini seluruh tubuhnya, gemetar ia rasa, seakan tulang belulang kini tak mampu menopang tubuh wanita paruh baya bernama asli Shareen Hazzafa itu lagi.

Ibu dan anak itu kini saling berhadapan, dua pria berseragam yang mengawal di belakang Arkan pun hanya diam tanpa minat. Seolah moment tersebut tak begitu penting dan terkesan didramatisir oleh keduanya.

"Ibu jangan khawatir ya, Arkan baik-baik saja Bu. Mohon do'a dari Ibu untuk Arkan" dengan takhzim ia mencium tangan sang Ibu. Ibu mana yang rela anak tercintanya, anak yang begitu ia sayangi menanggung beban seberat ini? Tidak ada. Begitu juga yang dirasa Hayya.

Bibir wanita paruh baya itu bergetar, anak yang ia lahirkan, yang ia rawat dengan kasih dan sayang, yang ia besarkan dengan kesederhanaan walau kerap kali mereka kekurangan dan kelaparan, namun harus begitu kuat melewati kerasnya kehidupan. Mengapa harus anaknya? Mengapa harus Arkan?

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang