BAB 2 - Pelik

805 49 8
                                    

SELAMAT MEMBACA

"Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian itu hanyalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan"

©Story "Dandelion" by sehrishel

"Ayah, Delisha berangkat ya" pamitnya pada Wistara yang kini sudah siap dengan seragam kebesarannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayah, Delisha berangkat ya" pamitnya pada Wistara yang kini sudah siap dengan seragam kebesarannya.

"Ayah antar saja ya Nak" tawarnya

"Delisha bisa sendiri kok Yah, lagi pula kantor Ayah dengan kampus Delisha kan beda arah, nanti Ayah telat."

"Atau ajudan Ayah yang mengantar?" lanjut Wistara, seakan tak ingin membiarkan Delisha berangkat sendirian

"Nggak perlu Yah, Delisha bukan anak kecil lagi, Delisha sudah besar" ungkapnya percaya diri, memberi keyakinan pada Wistara bahwa ia bisa melakukannya sendiri. Delisha merasa sang Ayah tak perlu berlebihan, toh ia harus mengujungi suatu tempat.

"Baiklah, kalau begitu nanti pulangnya ayah jemput ya. Ingat, hanya kali ini saja Ayah memberikan izin untuk berpergian sendiri" tawarnya lagi pada anak semata wayangnya itu.

"ay ay kapten, janji kali ini aja" jawab Delisha semangat seraya tangan lentiknya bergerak layaknya seorang prajurit yang siap menerima perintah. 

Setelah berpamitan pada sang Ayah, Delisha pun akhirnya keluar dan pergi menggunakan taksi online yang sudah ia pesan terlebih dahulu. Wistara tak memberinya izin untuk menyetir, padahal sedari lama Delisha ingin sekali bisa mengendarai mobil sendiri. Tak perlu, harus ditemani ajudan Ayah atau membebani sang Ayah untuk mengantarnya kesana kemari.

***

Siapa sangka, sebelum dirinya berangkat ke kampus, Delisha justru mengunjungi sebuah pemakaman umum. Itulah mengapa ia menolak tawaran sang Ayah. Ia memilih untuk tak menggunakan ajudan dari Wistara, ia ingin layaknya seperti orang biasa pada umumnya, darinya kecil Wistara sudah se protective itu memang, bagaimana tidak Delisha anak gadis semata wayang, tapi semakin lama Delisha merasa ruang geraknya terlalu dibatasi, namun Ia sadar tujuan Ayahnya baik, tapi terkadang Delisha ingin seperti temannya yang lain.

Langkah demi langkah ia lewati, pelan tapi pasti kini Delisha sudah berada depan gundukan tahan yang terlihat begitu bersih. Hanya ditumbuhi rerumputan dan bunga ziarah di atasnya.  Perlahan ia menunduk dan disaat yang sama pula matanya mulai berkaca-kaca. Ia dudukkan dirinya di depan gundukkan tanah dengan nisan bertuliskan Afiza Ghania Putri binti Herlambang.

"Bunda" ucapnya lirih sambil tersenyum tipis

"Bunda, Delisha datang lagi. Maaf kali ini nggak sama Ayah. Delisha hanya sedang ingin berdua saja bersama Bunda" suaranya lirih seakan tercekat ditenggorakan.

"Bunda bagaimana di sana? Bunda baik-baik saja kan?"

"Bunda bahagia kan di sana? kenapa perginya sendirian? Kenapa nggak ajak Delisha juga?"

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang