Panggung Romansa

1K 110 19
                                    

"Ah-eh emm—" aku terbata. Len menyatukan tangannya dengan tanganku dan mengaitkan jari kami, lalu berbisik tepat di sebelahku.

"Fufufu. Bagaimana, apa kau kaget?" Len berbisik di dekat telingaku dengan suara menggoda, membuat geli bagian sana. Astaga, aku ingin menamparnya! Baik, Len. Kita lihat apa yang kau mau.

"Terserah," aku menjawab pendek. Panggung menggelap kembali, membuat para penonton kembali diam. Len menarikku ke balik panggung.

Len melepas bajunya—

EH?
L-LEPAS BAJU?

"KYA—" aku menutup mulutku sendiri sebelum berteriak kencang. Apa apaan senpai bodoh itu? Apa dia seperti tidak tahu cara ganti baju di ruang rias atau apalah itu?

"Kenapa?" ia bertanya sok polos.
"Baju..BAJU!"

"Huh?" Len menunjuk badannya sendiri. Aku mengangguk kencang sembari menutup mata. Tawa dari Len menyusul.

"Duh, biasa saja, dong. Sebenernya kau juga ingin melihat badanku, kan?"

"BODOH!" aku mencubit cowok bersurai kuning itu.

"Aww," rintih Len. "Cepatlah. Jangan bertindak seperti anak kecil. Pakai baju ini di ruang rias perempuan."

Len menyodorkan dress selutut putih berhiaskan warna alice blue dan pink, serta sepatu yang tampak mewah. Baiklah, rautnya sudah serius. Aku mengambilnya dan berlari ke ruang rias.

Dress ini lumayan cocok, mengapa Len tahu seleraku? Aku menggeleng kuat kuat. Tidak, mungkin kebetulan. Pantulan diriku terpatut di cermin.

"Aku harus memberitahunya sekarang, harus sekarang!" tekadku.

Len menunggu di tempat tadi. Bajunya berganti menjadi jas, cocok sekali dengannya. Ia berekspresi sebal saat aku datang.

"Hah!" dengusnya. "Perempuan memang selalu lama kalau berdandan, merepotkan sekali!"

"Diam kau, cecunguk pisang," balasku dengan ketus, membenarkan sedikit dress.

"Lagu apa yang kau hafal?" tanya Len.
"Mmm, terserah kau."

"Butterfly Right Right on Your Shoulder," Len menatapku lamat.

"Okei. Kurasa lagu itu bagus. Aku mengambil bagian Rin, kan?" tanyaku.

"Yeah. Maafkan aku kalau selera laguku memang kurang bagus untukmu. Lagu lagu itu yang ku suka."

Detak jantungku sedaritadi sudah berdegup lebih cepat. Tidak ada waktu lagi, (Y/N). Aku memang harus menyampaikannya.

"L-Len.." suaraku tercicit.

Kemana semua niat yang telah kukumpulkan tadi? Astaga, dengan memanggil namanya saja jantungku bergemuruh, mukaku memerah. Wajahnya terbayang terus di benakku, sungguh memalukan.

"Hm?" Len melirikku.
"Aku—"
"Ada apa denganmu?"
"A, Aku—ingin..minum! Nah, iya. Minum. Aku permisi...dulu."

Tidak.
Tidak.
Tidak.

Bodohnya aku! Apa yang telah kulakukan? Bukankah tadi benar  benar momentum yang tepat? Aku sudah memanggilnya, dan satu kalimat pendek—aku menyukaimu, dan selesai!

Kenapa mengucapkan kalimat itu rasanya berat sekali?

Ugh, bodohnya aku!

Bodoh!
Bodoh!
Bodoh!

Sungguh bodoh dan tidak berguna. Aku memang menyusahkan saja..

Aku meneguk segelas air putih yang diberi salah satu staf acara. Menghela nafas berat, duduk tertunduk di kursi.

VHMS  [Kagamine Len x Reader] [HighSchoolAU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang