Secercah Memori

624 80 7
                                    

(Y/N)'s POV

Setelah kejadian-memalukan-Akaito tadi, para murid perempuan asyik berendam setelah puas mengeroyok Akaito beramai-ramai. (Dan Kaito jijik sendiri melihat kelakuan saudara kembarnya yang cringe itu).

Aku mencelupkan pelan ujung jemari kakiku ke air onsen yang bebau khas menenangkan. Di sebelahku, Miki sudah main cebur saja seperti Akaito, diikuti cibiran kampungan oleh Rin yang masuk ke kolam seperti layaknya tuan putri.

Hangat.

Aku mengibaskan rambut (Y/Haircolor) (Y/Hairlength) pelan, membiarkannya terbasuh air hangat onsen. Suara suara ribut dari kolam laki-laki di sebelah tidak menggangguku sama sekali. Aku menatap langit langit menjelang siang yang indah, disini tidak panas, tertutupi pohon rindang.

Benakku kembali pada saat aku dipaksa menginap di rumah Len karena hari hujan, dan kamar mandi dimana aku ditemukan pingsan.

Dan seperti waktu itu,  sekelebat memori merasuk kedalam kepalaku.

Perih. Sakit, membuatku sesak. Benakku seperti menolak mentah mentah memori masa lalu itu, membuat konflik. Aku tersengal, memegangi kepala.

Jangan ambruk jangan ambruk—

Aku mengatur nafas. Mencoba memfokuskan apa yang sebenarnya memori itu ingin katakan.

Warna biru.
Pasir. Pasir putih yang lembut.

Aku melihat dua anak berlarian di pantai saat senja. Tertawa tawa, salah satu terjatuh, mengaduh pelan lalu tertawa seolah tak terjadi apa apa.

Hei, aku bisa mencerna memori sejelas ini! Tapi—ini memori siapa?

Jari. Jari kelingking saling bertaut.
Tandanya...
Janji.

Berjanji, aku melihat samar kedua anak itu sungguhan berjanji.

Orangtua yang menyeramkan.

Sakit kembali menyerang di kepalaku, setelah aku berhasil mencerna sejauh ini. Aku menggeleng, jangan sekarang!

Salah satu dari dua anak kecil berbaju putih bersih itu ditarik. Ia mencoba melepaskan diri, namun cengkeraman ibu-ibu paruh baya itu semakin kencang. Murka, ibu-ibu itu menampar anak kecil itu, dan ia terjerembab di tanah.

Aku menahan nafas.

Saat itu aku menyadari sesuatu. Anak kecil yang disakiti merupakan anak perempuan. Memiliki rambut hitam panjang sepunggung. Baju yang kulihat juga ternyata bukan berwarna putih bersih. Kumal. Penuh darah.

Memori silih berganti. Aku seperti menyaksikan proyeksi pikiran, brganti di rumah. Rumah besar dengan model mediteranian dan berhalaman luas.

Anak perempuan itu dikurung semalaman di luar rumah. Bibirnya pucat, hujan deras mengguyur di malam hari. Tanpa makanan, tanpa selimut hangat. Hanya ada selapis baju yang ia kenakan.

Malam berganti menjadi pagi. Anak itu bangun, mencari makanan apapun yang bisa dimakan. Darah mengering di tangannya, lecet.

Anak anak.
Seumuran.
Berkelompok.

Dan apa yang terjadi membuatku menahan nafas lebih dalam.

VHMS  [Kagamine Len x Reader] [HighSchoolAU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang