D.U.A.P.U.L.U.H.L.I.M.A

13 2 7
                                    

Aksa membuang napas. Dugaannya benar, liburan panjang seperti ini, jalan manapun tak mungkin ada yang sepi. Seperti keriwutan di depan matanya kini. Ia memandang lelah jajaran mobil yang berderet mengular tanpa bergerak maju atau mundur sedikitpun yang kini dibatasi kaca mobil di depannya itu.

Aksa meletakkan kepalanya di atas stir kemudi. Pendingin udara dalam mobil ini masih belum mampu mengusir gerah lelaki itu karena macet. Kepalanya mulai pening. Ia melepas jaket yang melindungi tubuhnya tanpa mengangkat kepala, lalu bergerak memutar radio mobil dengan volume kecil dan mulai memejamkan matanya. Memaksa dirinya sendiri untuk rileks dalam keadaan sepanas ini.

Sedangkan gadis di sampingnya itu tak bergeming sejak setengah jam yang lalu. Entah karena memang lelah atau menghindar dari situasi macet, gadis itu kini tertidur dengan kepala menghadap jendela mobil. Pipi kirinya menempel pada sandaran seat mobil. Mungkin gadis itu akan merasakan pegal pada lehernya saat terbangun nanti.

Aksa menepuk jambulnya yang telah lusuh itu berkali-kali. Ia gusar sendiri. Mungkin membeli beberapa camilan dan minuman dingin dapat membuatnya segar kembali. Cowok itu menegakkan badannya lalu mengurut pelipisnya samar. Ia merapikan rambutnya sebentar lalu membuka pintu dan keluar mobil.

Aksa menelisik diantara barisan mobil yang tetap bergeming. Ia menerobos jalan penuh kendaraan dan berhasil sampai di seberang jalan. Membuang napas, ia mendorong pintu kaca minimarket itu. Tubuhnya yang terlanjur panas sedikit kaget dengan perbedaan suhu dingin di dalam minimarket. Buru-buru ia menuju lemari pendingin minuman, takut-takut Eartha tiba-tiba bangun dan bingung mencarinya atau malah kemacetan sedikit terurai dan membuat mobilnya didemo klakson kendaraan belakangnya.

Aksa mengambil sebotol air mineral, minuman ion, dan dua kotak susu stroberi dan coklat. Tak lupa ia mampir di rak camilan lalu mengambil snack jagung dan sereal coklat. Sebelum kakinya benar-benar mengayun ke kasir, ia sempatkan mengambil dua buah roti sandwich keju dan coklat. Merasa kedua tangannya telah penuh, Aksa bergegas untuk membayar belanjaannya.

Aksa keluar minimarket dengan senyum jumawa. Nebeng ngadem dengan AC minimarket beberapa menit yang lalu cukup membuat badannya sedikit segar. Ia melangkah meninggalkan pelataran minimarket lalu kembali menerobos kendaraan yang belum juga bergerak itu. Entah apa yang terjadi di ujung depan kemacetan sana, sampai ia selesai belanja pun sama sekali tak ada perubahan.

Aksa membuka pintu mobil lalu masuk kedalamnya. Ia duduk bersandar di seat kemudi. Tanpa melirik kebawah, ia meraba plastik belanjanya tadi dan mengeluarkan sebotol minuman ion. Sebelum meneguknya, ia menempelkan botol itu di sekitar wajah lalu tersenyum tipis. Dahaganya mampu hilang bahkan sebelum ia meminumnya.

Lelaki itu menyesap perlahan minuman di tangannya. Dingin air yang merambat di kerongkongannya mampu membuat lesunya sedikit berkurang. Ia duduk tegak lalu menoleh ke kiri, menemukan gadis yang tak juga merubah posisi. Ia menautkan alis lalu tersenyum.

"Tha, minum," tawarnya dengan nada rendah. Namun tidak direspon oleh gadis itu. Ia terkekeh sendiri, entah alasan lucu apa yang membuatnya begitu.

"Tha, bangun," ucapnya lagi. Lagi-lagi gadis itu tak menanggapi. 'Pules banget,' pikirnya.

"Thaaa, gerak dong," ia terdengar seperti merengek kali ini. Namun si objek tidak juga menuruti. Lama-lama ia kesal sendiri. Ia menjentikkan jarinya beberapa kali di depan Eartha, namun gadis itu tak juga membuka mata. Boro-boro bangun, menyibak tangan Aksa pun tak dilakukannya. Ia sama sekali tidak merasa terusik. Aksa tersenyum kecil. Menurutnya, julukan 'Kebo' dari mamanya pantas disandang gadis itu untuk saat ini.

Lama-lama Aksa capek sendiri. Ia kembali menyenderkan tubuhnya lalu memalingkan wajah ke kanan. Melihat panasnya luar yang dibatasi oleh kaca jendela. Merasa bosan, ia kembali menoleh ke arah Eartha. Cukup lama ia memandanginya. Tubuhnya tiba-tiba menunduk ke arah gadis itu. Tangannya terjulur ke sisi kiri Eartha, mencoba meraih pengatur seat. "Permisi, ya," desisnya kecil. Ia menurunkan sanderan kursi Eartha dengan satu tangannya, sedangkan tangan satunya menahan dahi gadis itu agar tidak jatuh.

RELUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang