T.I.G.A.P.U.L.U.H

18 2 10
                                    

Peluk Ibu Eartha mungkin masih terasa hangatnya bagi gadis itu. Terbukti saat ini tubuhnya meringkuk pada kasur dengan senyum bahagia. Selepas pulang dari Solo tadi Eartha minta diturunkan di rumahnya saja dengan alasan ingin tidur lebih banyak. Tentu saja mau tak mau Aksa menuruti keinginan gadis itu.

Baru saja Eartha akan terlelap, namun getar ponsel di genggamannya meminta gadis itu urung. Cewek itu melenguh kesal, walaupun pada akhirnya ia tetap menggeser tombol hijau itu lalu menempatkan benda tipis tersebut di depan mukanya.

"Siang menjelang sore, Princess," kalimat sok manis dari Aksa membuatnya sedikit terkekeh dan melupakan rasa kantuknya. "Too, Prince, ada apa?" balasnya.

"Tidur ya? Sorry, but Kanjeng Mami minta lo makan dulu. Ayo sini," ungkap Aksa lembut. Eartha gerah sekarang. Cewek itu gemas sendiri mendengarnya. Kalau tubuhnya tidak sedang capek, pasti ia akan guling-guling di kasur sebagai pelampiasannya.

"Aku kenyang, Sa. Ngantuk, pengin tidur,"

Di seberang sana, Aksa membuang napas. Eartha dapat mendengar itu dari ponselnya. "Ayolaaaah, masa iya gue jemput? Si mobil capek noh, vespa juga lagi bobok," jelasnya bercanda.

Eartha terkikik, "Alay, masa iya lima langkah aja pake mobil segala,"

"Biarin, perfeksionis mode on kok, hehe. Udah buruan sinii, Mama bisa mencak-mencak kalo lo nggak cepetan ke sini," bujuk Aksa. Cowok itu sedang alergi jika harus mendengar ceramah panjang Mama jika permintaan wanita itu tidak dituruti.

"Bilangin Budhe aku udah makan, makasih, Sa. Aku mau bobok," Eartha memberi solusi. Rasanya untuk bangun dari tempat tidur saja ia akan berpikir dua kali, apa lagi untuk berjalan ke rumah Aksa? Membayangkannya saja ia sudah malas.

"Nooo, bohong itu dosa, Tha. Toh tadi siapa yang bilang ke Pakdhe kalau mau nurut omongan gue?"

"Hehe, iyadeh, habis itu beliin cilok tapi?"

"Jangankan cilok, cipok aja gue kasih," ucap Aksa dengan tawa renyah. Eartha blushing sendiri. Candaan Aksa barusan mampu membuat jantungnya seperti habis marathon, "Aksaaaa, jangan ngomong aneh-aneh deh, ngeselin tau," ucapnya gemas sendiri.

Sedangkan cowok itu malah merespon santai, "Hehe, sori sori, bercanda, Tha. Iya gue beliin. Eh kan, btw katanya kenyang? Masa iya habis makan nasi terus makan cilok?" goda Aksa mencoba membuat gadis itu ragu.

"Biarin, perutku muat kok," balasnya sok judes sambil menekan tombol merah untuk mematikan sambungan. Dibuat sebal-sebal senang oleh cowok ini membuatnya ingin memakan apapun di sekitarnya. Yang tak pernah ia sangka, efek Aksa bisa semengerikan ini.

Bukan hanya itu yang Eartha takutkan. Beribu kali ia menanyakan pada dirinya tentang perasaannya sendiri, namun sayang relungnya selalu menjawab mantap untuk mengatakan iya. Memang bukan sebuah dosa baginya untuk menyukai cowok manis itu. Tapi memang ratusan kali Aksa mengucapkan jika ia adalah adik kecilnya. Eartha paham betul masalah itu. Tetapi daripada dibuat bingung sendiri, lebih baik ia menyatakan yang sebenarnya, bukan?

Sebenarnya ia juga takut akan respon Aksa. Apa yang kira-kira cowok itu akan lakukan setelah ia bilang yang sebenarnya? Memakluminya? Menyatakan kalau ia sama-sama suka dengannya? Atau mulai menjaga jarak dengannya? Atau malah betul-betul meninggalkannya? Rasanya terlalu berlebihan untuk opsi yang terakhir. Toh cowok itu telah berjanji pada Ayah Ibu Eartha untuk selalu ada untuknya dan menjaganya. Alasan itulah yang membuat Eartha sedikit tenang.

Eartha malas berpikir panjang. Cewek itu bangkit dari tidurannya lalu bergerak ke wastafel untuk mencuci muka. Yah setidaknya ia terlihat sedikit lebih segar nantinya. Mengingat ia hanya memakai kaos santai dan celana diatas lutut, gadis itu meraih rok megar selutut dan sweeter biru cerah lalu memakainya. Ia menyisir sebentar rambut sepunggungnya lalu keluar kamar dan meraih sandal di rak dekat pintu utama. Cewek itu keluar rumah tanpa lupa mengunci pintu, kemudian berjalan santai ke rumah megah yang hanya berjarak beberapa ratus meter darinya.

RELUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang