Jungkook sibuk berkutat pada tumpukan berkas diatas meja kerjanya. Sesekali bibir tipisnya akan menggumamkan sebuah lagu yang akhir-akhir ini didengarnya. Yah, menggoda Jimin sedikit terdengar begitu menyenangkan baginya.
Batin Jungkook mulai menghitung mundur──Yakin betul jika Jimin pasti akan segera datang padanya──dan, hal itu terbukti ketika pintu ruang kerjanya dibanting, hingga menimbulkan bunyi kelewat nyaring. Heol, Jungkook rasa jantungnya sudah berhenti bekerja.
Rahang mengeras, dengan bibir mengatup rapat adalah penampilan yang kali pertama dilihat Jungkook. Si mungil mengatur nafas──Mungkin berlari menaiki anak tangga, sebab aturan baru Jungkook yang berlaku "Lift adalah tempat terlarang untuk Jimin"──kemudian berjalan mendekat, seraya menendang kaki meja.
"Oh, sialan! Aku ingin mengutukmu seumur hidup!" Kata Jimin seraya menggigit bibir. Berusaha keras untuk tidak melontarkan kalimat makian, mengingat statusnya saat ini.
Jungkook tersenyum miring, dan si mungil kelewat ingin tangannya bergerak untuk mencakar wajah tampan milik sang bos gila itu.
"Silahkan, jika kau ingin lebih dari ini. Tuan Park," tantang Jungkook, berusaha memanas-manasi Jimin.
Heol, siapa yang tak kelewat kesal ketika ditolak masuk lift? Jimin jadi merasa ia terlalu berbeda dengan pegawai yang lain. Menjijikkan, mungkin? Seperti seekor kecoa.
Alhasil, dia harus naik tangga untuk sampai ke lantai paling atas. Ruang kerja milik Jungkook yang menjadi daftar terakhir sebagai tempat yang ingin dikunjungi olehnya. Jimin marah, sungguh. Hanya saja, dia masih cukup sadar diri sebagai seorang pegawai yang taat pada atasan.
"Kau pikir aku kuliah ke Universitas Seoul hanya untuk jadi pesuruhmu, huh? Otakmu itu ada tidak sih? Jangan kekanakan begini, aku butuh uang guna bertahan hidup." Satu tarikan nafas Jimin, menghasilkan rentetan kalimat panjang.
Jungkook sama sekali tak terusik. Ia justru bernyanyi dengan suara dibuat sekeras mungkin, hingga Jimin berjalan cepat untuk menarik kerah kemejanya. Memaksa Jungkook agar berdiri dari kursi kerjanya.
"Heol, aku bicara padamu."
Yang paling muda menghela nafas, ia tak bisa memungkiri jantungnya yang berdebar kelewat cepat hanya karena wajah Jimin yang berjarak teramat dekat padanya. Oh, dia berharap agar Jimin tak mengetahui rasa gugupnya.
"Well, kau akan tetap menghasilkan uang dengan jadi pesuruhku," balas Jungkook santai. "Lagipula, kau tidak sepenting itu di perusahaan. Kami punya yang lebih darimu."
Alis Jimin menukik tajam, tanda tak paham maksud pria gila didepannya saat ini. "Minah akan menggantikan posisimu, dia lebih dari layak asal kau tahu."
×
×
×
Jam makan siang telah tiba sejak beberapa menit yang lalu, hanya saja Jimin masih sibuk mengurusi beberapa properti pesanan perusahaan dari Jepang yang baru saja tiba. sungguh, dia lebih terlihat seperti pria paruh baya saat ini. Kemeja putihnya telah lusuh, tak berbentuk, pun dengan surai basahnya akan keringat. Kakinya seakan mati rasa karena harus mengangkut peti-peti dari kontainer. Gosh, jarak antarnya kelewat jauh.
Ini perbudakan. Jimin terus saja membantin ketika berjalan menuju gudang penyimpanan dengan peti kemas diatas punggungnya. Terlihat sepereti kuli bangunan memang. Dan lagi, dia tak habis pikir dengan nasihat Hoseok semalam. Apanya yang canggung? Pemuda gila itu bahkan tak terlihat mencintai Jimin sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Starry Night [KM]
FanfictionJimin punya seorang Bos yang kelewat menyebalkan. Jeon Jungkook namanya.