15

16.6K 1.2K 213
                                    

Mata Jungkook mengerjap pelan. Kepalanya berdenyut sakit, hingga membuat Jungkook terpaksa bangkit dari tidurnya. Maniknya memandang ke segela arah, pun sesekali menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Kemeja miliknya telah terlipat rapi diatas nakas, dan Jungkook tidak tahu sejak kapan dia telah memakai piyama.

Ah, apartemen ini lagi. Pikirnya. Well, dia telah beberapa hari ini tak datang kemari, begitupula dengan Jimin. Dan Jungkook cukup yakin, siapa yang telah membawanya hingga mengganti pakaian Jungkook.

Pipinya mendadak bersemu merah. Oh, sialan. Ini bearti Jimin melihat tubuhnya semalam. Jungkook sedikit khawatir jika abs miliknya tak lagi berbentuk, hingga Jimin akan merasa kecewa. Lagipula, kenapa dia bisa mabuk semalam. Mungkin, cemburu selalu bisa menghilangkan kontrolnya atas Jimin.

Ya, siapa yang tak mendidih, tatkala melihat Sejun mencuri kesempatan begitu pada Jimin──Meskipun Jungkook tahu jika Jimin curi-curi pandang padanya──inginnya, Jungkook melayangkan tinju pada pria tak tahu malu itu.

Sehabis membersihkan diri, Jungkook mengulas senyum manakala melihat semangkuk haejangguk terhidang diatas meja. Pipinya kembali bersemu merah, dan Jungkook tak henti-hentinya tertawa seperti orang gila.

"Ini tandanya dia suka padaku, kan?"

Ia dengan cepat melahap makanan buatan Jimin, seraya bersenandung ria. Menandakan betapa bahagianya pemuda Jeon itu saat ini. Well, meskipun Jimin tak memberikan kepastian padanya semalam ──Karena Jungkook yang sudah pingsan lebih dulu ──tapi, dia yakin jika Jimin juga punya perasaan yang sama.

Saat senyum-senyum sendiri akan asumsinya, ponsel disakunya berdering. Membuat Jungkook menarik nafas sejenak, untuk mengatur debaran jantungnya yang menggila karena seorang Park Jimin.

"Ya, ayah?"

'Kau ada dimana? Makan siangnya akan segera berlangsung.'

Jungkook mengerjap pelan, ia melirik pada benda yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu mendesah frustasi. Oh, Jungkook benci berada disituasi begini.

"Ya, aku akan kesana."

×

×

×

Hoseok menghela nafas seraya berjalan ke sisi ranjang. Ia mengambil sebuah termometer dari atas nakas, kemudian menyelipkannya pada ketiak Jimin.

"Wah, tiga puluh delapan koma lima derajat," desisnya seraya meletakkan tangan diatas dahi Jimin. "Aku bisa masak telur di tubuhmu."

Jimin merotasikan kedua matanya dengan malas. Tubuhnya ia tenggelamkan pada selimut tebal berwarna putih, pun untuk membalas Hoseok dalam adu argumen dia sudah tak mampu lagi.

"Omong-omong, Direktur perusahaan tempatmu bekerja akan menikah."

Mata Jimin yang semula terpejam kembali terbuka. Direktur? Seingatnya, dia hanya punya Jeon Jungkook sebagai pemimpin perusahaan. Tapi, dengan siapa bocah tengik itu akan menikah?

"Kau tidak tahu beritanya, eoh? Itu baru diterbitkan tadi malam," jelas Hoseok yang mulai berkemas untuk keberangkatannya ke Gwangju hari ini. Anak didiknya akan melakukan perlombaan disana, dan Hoseok ditunjuk sebagai salah satu pembimbing.

Jimin menatap lama pada punggung Hoseok. Pikiran akan kejadian semalam kembali terlintas dibenaknya. Oh, jadi dia hanya dipermainkan oleh Jeon Jungkook. Well, pemuda itu selalu beranggapan bahwa Jimin adalah limited edition toy miliknya. Ia membuang nafas kasar, kemudian membalik tubuhnya untuk membelakangi Hoseok.

The Starry Night [KM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang