"Yakin mau pulang duluan? Nggak sekalian tunggu gue tiga hari lagi?" Manda menggeleng, menyusun barangnya ke koper. "Kenapa, sih?"
"Apa?"
"Seminggu ini gue lihat lo jadi pendiam, terus Migel mana? Biasanya setiap hari lo telponan sama dia. Marahan?"
"Nggak,"
"Bohong. Kenapa? Di selingkuhin?" Gerakan Manda terhenti. Ia tersenyum tipis. "Masih aja di pertahanin, heran gue." Ujar Vieo beranjak turun dari ranjang meninggalkan Manda dengan ekspresi kesal. "Brengsek."
Kemudian terdengar pintu tertutup dengan keras.
Setelah kepergian Vieo, Manda terduduk lemas. Menarik nafas dan membuang perlahan. Ia mengusap wajahnya, menatap handphone, tidak ada panggilan masuk dari Migel satu minggu ini.
Suara perempuan terakhir kali yang Manda dengar terus menghantui. Pikiran buruk tentang Migel bermunculan, semua praduga yang selama ini selalu Manda patahkan menjadi begitu kuat.
"Vieo?" Manda berdiri di belakang Vieo, perempuan itu sedang membuat sesuatu untuk makan malam. "Kamu marah?"
Vieo tidak menjawab.
Manda tersenyum. "Aku tunggu kamu di Indonesia," Lanjutnya menarik koper.
"Tunggu. Gue antar," Vieo mematikan kompor, mengambil kunci mobilnya dan mengambil alih barang bawaan Manda.
Terselip perhatian yang membuat Manda tertawa pelan. Berjalan beriringan menuju basemant, Vieo masih kesal. Sepanjang perjalanan menuju bandara Vieo memilih diam.
Lulusan terbaik akhirnya bisa Manda terima. Ucapan dari berbagai teman satu angkatan terus menghampiri. Disini, tempat ia menimba ilmu dan memperluas wawasan ataupun pertemanan dari berbagai macam belahan dunia.
Sangat berbeda. Tidak ada uang yang berkuasa, bersaing sehat untuk mengejar kesuksesan. Jika di Indonesia Manda sulit mendapatkan teman ataupun semua orang memanfaatkan dirinya. Berbeda di sini, Manda banyak memiliki teman tanpa garis bawah untuk memanfaatkannya.
Tidak ada si miskin dan si kaya. Semua berbaur begitu saja. Mungkin dari sekian lama Manda hidup di dunia, baru kali ia merasa perubahan yang patut Manda pertahankan. Mengimbangi cara pertemanan mereka, bagaimana agar orang bisa menghargainya. Terbukti, Manda cukup terkenal di kampus, karena keramahan dan baik hatinya. Tetap dengan kesederhanaan seorang Manda.
"Kalau aja bunuh orang nggak dosa, gue bunuh juga si Migel," Cetusnya.
Manda tertawa. Memeluk Vieo erat sebagai salam perpisahan. Vieo yang terlihat ogah-ogahan akhirnya membalas pelukan Manda.
"Lo itu terlalu baik buat cowok kayak dia, Man. Seharusnya lo buka mata, banyak yang lebih dari Migel."
"Sayangnya yang lebih dari Migel akan menuntut sesuatu yang nggak bisa aku imbangi nantinya. Aku masih banyak kekurangan, sama seperti Migel. Kalau yang baik udah ada kenapa harus cari yang lebih? Di atas langit masih ada langit. Manusia nggak akan pernah puas, Vieo."
Vieo mendengus. Melepaskan pelukan. "Iya terserah, sampai mulut gue berbusa juga lo akan bela bajingan itu."
"Vieo,"
"Emang bajingan. Lo diapain sama Migel sampai nggak mau lepas? Belum di colok sama dia kan?"
"Hush! Kalau bicara suka asal,"
"Ya biasanya kan gitu."
"Udah ya, aku masuk dulu. Kamu pulangnya hati-hati." Vieo mengangguk, tidak rela melepaskan Manda yang sudah bersamanya dua tahun ini. "Jangan buat club di apartemen,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang tersayang Allamanda [SUDAH ADA VER. E-BOOK]
Romance[SEQUEL DONT TOUCH HER] #93 in Romace [9 September 2018] #63 in Romance [11 September 2018] "Kenapa cobaan terus datang di hubungan kita? Aku bingung mempertahankan kamu harus gimana lagi, Migel." "Kalau bisa. Aku mau skip dan langsung bahagia sama...