[DUA BELAS] freedom is just a dream

11.5K 1.1K 1.3K
                                    

Dengan kedua mata tertutup duduk bersandar di balik kemudi. Bulir bening turun begitu saja di sudut matanya. Melesat jatuh tanpa bisa dilihat oleh siapapun.

Remuk. Itulah yang menggambarkan diri dan perasaannya saat ini. Marah, kesal, harus kepada siapa Migel lampiaskan. Ia ingin hidup damai. Andai saja tidak ada orang lain di dunia ini. Hanya dirinya dan Manda, tidak ada ikatan lain yang mengharuskan Migel menghargai orang lain selain Manda.

Kebebasan sepertinya hanya sebuah mimpi. Migel lupa terbang dengan sayapnya sendiri, lupa dengan semua yang ada dunia yang di sebut kebebasan. Terikat dan menjadikan dirinya manusia paling brengsek untuk orang yang ia sayang.

Setelah satu jam duduk dalam mobil. Kilatan lampu dari depan membuat Migel membuka matanya. Seorang lelaki turun dari mobil menghampirinya. Memungut kunci mobil dan memasukkan melalui cela jendela yang terbuka.

Nafas Migel naik turun dengan cepat. Membuka pintu mobil, menutupnya dengan hentakkan keras. Tanpa pikir panjang, Migel memberikan pukulan bertubi-tubi pada lelaki yang baru saja datang.

Terhempas dan berguling dengan sengit. Emosi Migel sudah mencapai titik paling atas. Kesabaran ada batasnya, ia diam selama ini. Bukan berarti semua orang bisa mengtrol dirinya sesuka hati bagaikan robot.

Penampilannya berantakan, Migel mencengkram kuat kemeja yang di pakai oleh lawannya. Mengatupkan rahangnya keras. Wajah keduanya sudah memar, mengeluarkan darah segar yang tidak berasa bagi Migel.

Bian tertawa, meludah kesamping. "Gimana? Permainan yang menyengkan bukan?" Tanya Bian disisa kesadarannya.

Migel bangkit. Membuang nafasnya dengan wajah mendongak sebentar. "Hidup gue bukan permainan lo," Migel menekan kepala Bian dengan kakinya. "Brengsek." Kemudian menendangnya hingga Bian hilang kesadaran.

Bian bukan orang yang lemah. Semua itu karena Migel yang terlalu kuat untuk bisa terkalahkan. Migel menatap Tiara yang mematung. Jika saja Tiara seorang lelaki, maka nasibnya akan sama dengan Bian. Sayangnya, tangan Migel hanya mampu melampiaskan semuanya pada Bian. Balasan karena ia tidak bisa menghajar seorang Tiara.

Migel tertawa pelan. Mengusap ujung bibirnya dengan punggung tangan. "Ini yang lo mau? Hancurin hidup gue, lo berhasil. Sekarang gue bukan apa-apa. Gue nggak lebih dari binatang peliharaan lo berdua. Fine, kita nikah. Buat semua impian lo terwujud melalui gue, peras sampai gue kehabisan oksigen." Migel tersenyum. "Kenapa nggak sekalian lo masukin racun di minuman gue?" Tanya Migel begitu pelan.

"Gel,"

"Cewek gue nggak salah. Dia nggak harus mendengar desahan mejijikan dari bibir lo." Nada suara Migel bergetar. Mengusap wajahnya, Migel melanjutkan. "Lo boleh sakitin gue, nggak dia."

Tiara menatap kepergian Migel dengan rapuh. Ia terduduk di aspal. Bagaimana hancurnya seorang Migel, Tiara menyaksikannya malam ini. Sosok kuat yang selama ini ia kenal sangat berbeda jika menyangkut orang yang di sayang. Tiara memukul dadanya yang begitu sesak. Menangis sejadi-jadinya.

Dengan perasaan kacau. Langkah kaki yang tidak kuat seperti biasanya. Migel berjalan menuju kediaman Manda. Menatap rumah yang sudah sepi. Migel berjalan pelan dan duduk menyandarkan tubuhnya di depan pintu.

Apa yang akan Manda pikirkan tentangnya setelah ini. Apa yang harus Migel lakukan setelah ini. Meninggalkannya? Migel tertawa miris. Ia sudah terlalu sering meninggalkan Manda.

Mendengar isak tangis dari dalam rumah membuat Migel seperti di tusuk besi panas. Rasanya Migel ingin mendobrak masuk, mengatakan semua itu adalah bohong. Membawa Manda ke pelukan nya dan berkata semuanya akan baik-baik saja.

Tidak sanggup. Migel terlalu sakit mengatakan kebohongan. Sesak membuat dirinya sulit bernafas. Mendengarkan suara itu hingga akhirnya perlahan menghilang. Mungkin Manda tertidur karena terlalu lelah menangis.

Yang tersayang Allamanda [SUDAH ADA VER. E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang