[SEMBILAN BELAS] Pricked

8.5K 1.1K 551
                                    

Manda menggigit punggung tangannya dengan keras. Berlari sejauh mungkin. Menghadang sebuah taxi meninggalkan Horison.

Menahan kepedihan yang begitu menyakitkan. Manda menangis sejadi-jadinya. Semua itu sudah terlambat. Kenapa Migel ingin membuka kembali buku yang sudah Manda tutup dengan rapat.

Apa lagi yang diharapkan dari sebuah hubungan yang di dalamnya hanya penuh dengan kebohongan dan penghianatan.

Manda ingin memulainya. Manda ingin kembali, tapi ia takut. Semua itu tidak sama lagi seperti sebelumnya. Kebohongan apa lagi yang akan Migel katakan. Perempuan mana lagi yang akan menumpang disebelah kursi miliknya.

Terlalu banyak masalah yang Manda sendiri tidak sanggup untuk mengatakannya. Ia kehilangan semua kebahagiaan setelah bertemu Migel. Kebebasan dan mewujudkan apa yang menjadi impiannya selama ini. Semua itu tidak akan bisa terwujud bersama Migel. Takdir begitu menentang mereka untuk bersama.

Kesabarannya telah mencapai titik paling atas. Ia akan egois sekarang, hatinya terlalu baik untuk merasakan kepedihan lagi.

Tangis itu perlahan berhenti. Air matanya masih mengalir dalam diam. Manda menyandarkan kepalanya di jendela. Menatap kosong.

Kenapa Migel begitu berantakan. Tidak ada yang memerintahkannya untuk bercukur? Membersihkan diri? Ataupun makan dengan baik? Seharusnya Migel membiasakan itu semua tanpa dirinya.

Menghembuskan nafasnya. Manda memberikan ongkos taxi. Berjalan masuk ke apartemennya. Ia telah pindah seminggu yang lalu bersama Kansa. Di tempat yang lebih baik. Ingin sekali Manda mengatakan bahwa ia bisa hidup tanpa Migel. Manda bisa bahagia tanpa Migel. Mungkin.

Membasuh tubuhnya yang penuh dengan keringat. Hujan kembali turun, membuat Manda memilih menggunakan pakaian yang hangat dan duduk di kursi kerjanya menghadap jendela. Membiarkan percikan air membasahi wajahnya.

Melamun cukup lama. Manda menerima panggilan telpon dari Arles. Mengingatkan besok adalah hari yang begitu penting. Kehidupan yang Manda ingin akan terwujud.

"Iya." Manda menoleh. Menatap sebuah gaun yang telah ia persiapkan dua hari yang lalu. Membiarkan handphone miliknya masih berada di telinga meski Arles sudah menutup panggilan cukup lama.

"Migel," Panggilnya lemah.

**
***
**

Dengan balutan gaun putih yang cantik. Manda memoles wajahnya, tidak terlalu glamor. Masih natural yang begitu memikat. Membiarkan rambutnya tergerai begitu saja. Manda menatap dirinya di cermin. Memberikan senyuman disana.

Diwaktu yang sama, Migel mencukur brewoknya. Membuat wajahnya kembali menjadi seperti semula. Jas pengantin menggantung dibelakang pintu kamar Mandi.

Manda terus mendapatkan pesan masuk. Pemberitahuan tentang berlangsungnya acara. Menjadi penyelenggara yang memastikan semuanya akan sukses hingga menimbulkan decak kagum.

"Iya, sebentar lagi aku kesana. Pak Arles sudah tiba? Penerbangan dari Singapura seharunya sudah mendarat di Jakarta tadi pagi. Biarkan Pak Arles yang menyambut tamunya."

Panggilan telpon yang terus berbunyi sejak semalam Migel abaikan. Menggunakan bajunya mempersiapkan diri. Mengambil sebuah apel dan menggigitnya, ditemani dengan segelas susu coklat.

"Gue kesana sekarang."

Membawa jasnya yang masih di dalam plastik. Menggantungnya di mobil. Migel membasahi bibirnya kemudian keluar dari basement apartemen.

Yang tersayang Allamanda [SUDAH ADA VER. E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang