[TUJUH BELAS] Siapa yang datang

8.5K 1K 659
                                    

Terlalu lama tidur membuat tubuh Manda sakit. Rasanya pegal-pegal. Wajahnya membengkak. Kansa mengatakan Manda seperti seorang monster.

Manda mendengus. Memukul Kansa dengan bantal di sampingnya. Adiknya itu tertawa keras sembari merapikan penampilan untuk berangkat ke kampus.

"Cepetan Mandi, nanti aku make up in Kakak. Sekali-kali kakak harus tampil cantik di hadapan Kak Migel." Jantung Manda berdetak. "Terus, Kakak jangan pake blazer dan rok kuno itu. Pake punya aku."

Manda tersenyum miris berjalan ke kamar Mandi. Membasuh tubuhnya sejenak. Menghilangkan semua perasaan yang mengganjal selama ini. Mulai dari sekarang, Manda tidak akan menangis lagi. Ia akan menjadi orang yang baru. Tidak ada Migel.

Cukup seharian kemarin ia menangis. Selanjutnya Manda ingin tertawa keras sampai lupa apa itu kepedihan. Yang ia tahu hanya bahagia.

"Ini, aku baru beli kemarin." Kansa memberikan blazer dan rok yang baru ia beli dan belum ia pakai sama sekali, mereknya bahkan masih menggantung. "Ganti cepetan, nanti mukanya aku poles make up,"

Manda melotot. Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan blazernya. Hanya saja rok yang Kansa berikan terlalu pendek. "Ini pendek banget Kansa,"

"Itu sesuai standar Kak," Kansa mendengus. "Selama ini rok Kakak yang kepanjangan. Itu hanya sepertiga dari dengkul. Orang kantoran biasanya juga gitu."

Manda memutar bola matanya. Mungkin untuk orang yang melihatnya akan biasa, tidak untuk Manda yang menggunakannya. Migel juga akan marah besar jika mengetahuinya. Tunggu dulu. Manda menggeleng. "Aku bukan lagi pacarnya." Gumamnya pelan.

Menghembuskan nafasnya, Manda memakainya, semuanya harus tampil baru. Ini Allamanda yang baru setelah lepas dari seorang bajingan.

Kansa memberikan polesan make up natural, sedikit olesan lipstik dan eyeshadow. Tidak ketinggalan Kansa membuat rambut bawah Manda sedikit bergelombang, terkesan elegan dan dewasa. Meminjamkan kalung, gelang, anting, tas dan sepatunya.

"Mulai dari heels yang tingginya tiga centimeter dulu." Kansa berdiri usai memakaikan sepatu di kaki Manda. Menilai karyanya di tubuh Manda. "Cantik,"

"Kakak nggak biasa pake heels."

"Biasain." Kansa mengambil tasnya. "Ya udah yuk berangkat. Yakin deh, Kak Migel bakalan kaget lihat Kakak,"

Manda tersenyum kikuk. Kenapa harus ada nama Migel di setiap obrolannya? Manda berubah bukan karena Migel.

Keduanya berangkat bersamaan. Menunggu angkutan umum, arah jalan ke perusahaan dan kampus satu arah. Kansa turun terlebih dahulu dilanjutkan Manda.

Setelah membayar angkot. Manda merapikan penampilannya, menghembuskan nafasnya lalu menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Mulai semuanya dengan senyuman dan sapaan ramah. Hari ini Manda kembali ke bagiannya. Sekertaris Arles sudah kembali.

"Ada yang beda nih," Singgung perempuan yang menjadi rekan kerjanya. Manda tersenyum. "Cantik kok, Man,"

Manda menarik kursi kerjanya. Meletakkan tas dan menghidupkan komputer. Senyuman yang ia pancarkan sejak tadi pagi mendadak menghilang. Sebuah wallpaper komputer foto dirinya dan Migel terpampang jelas. Bagaimana saat itu adalah moment terbaik yang pernah Manda rasakan. Sebuah kebahagiaan yang ingin Manda hentikan waktu jika bisa.

Tanpa sadar, Manda tersenyum melihat tawa Migel dalam bentuk foto. Lekuk wajahnya, alisnya, matanya, hidungnya dan bibirnya membuat Manda rindu. Saat bibir itu dengan jahil mencuri ciumannya, tertawa setelah berhasil menggodanya habis-habisan. Rangkaian kata vulgar yang membuatnya kesal.

Yang tersayang Allamanda [SUDAH ADA VER. E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang