[ Sudut Pandang: Levi; Orang Pertama Serba Tahu ]
Cerita ini terjadi sebelas tahun lalu. Kurasa musim panas—entahlah. Tidak ada yang begitu peduli. Intinya, Recon corps tengah melakukan ekspedisi luar dinding, seperti biasa.
Kami beristirahat di sebuah rumah kecil tak berpenghuni. Sebenarnya aku tidak setuju, sebab hari masing siang. Tapi Hanji bilang, anggota baru akan langsung bergabung dalam misi kali ini. Dan mereka sedang dalam perjalanan.
"Kau tahu tidak? Mikasa Ackerman akan bergabung kedalam tim."
"Bukankah ia peringkat satu di angkatan 104?"
"Kudengar kekuatannya setara dengan seratus prajurit."
Aku berhenti melangkah, terdiam di balik dinding berlapis lumut tipis yang retak di beberapa bagian. Bukan maksud menguping, tapi—Ackerman? Bukankah aku adalah Ackerman terakhir? Pamanku Kenny, baru saja meninggal setelah berperang dengan raksasa terbesar, Rod Reiss. Siapa sangka perubahan wujud orang tua egois itu sangat menjijikan. Bayangkan saja, 120 meter!
Sebulan yang lalu, Kenny menjelaskan bahwa Ackerman adalah klan yang dekat dengan takhta kerajaan; memiliki kekuatan bertempur lebih-lebih dibanding manusia pada umumnya. Tetapi Kenny tidak pernah bercerita padaku, kenapa Ackerman hampir punah? Kenapa hanya tersisa aku dan dirinya saja?
Lalu, siapa Mikasa Ackerman?
"Mereka tidak membedah atau melakukan sesuatu yang aneh pada tubuhmu 'kan?"
"Eh? Tidak, kok."
"Tapi si-pendek itu sok berkuasa sekali!"
"M-maksudmu Levi Heichou?"
Aku tahu, dengan sikapku yang agak kasar, pasti tak jarang orang-orang menyumpahiku, bahkan mengutukku sampai tujuh turunan? Bisa jadi. Tapi rasanya tetap kesal jika mendengarnya secara langsung. Siapa sialan yang berani berkata buruk tentangku?
Maka kulanjut saja langkahku menuju rumah peristirahatan sembari menggiring kuda. Kebetulan, aku akan melewati tempat para penggosip itu berkumpul. Paling tidak, aku bisa memelototinya hingga ia ketakutan dan mengompol. Ia akan malu seumur hidup!
"Mikasa! Bagaimana jika Levi Heichou mendengarnya?" Oh, pantas saja suaranya tak asing, ternyata Eren si pembuat onar.
"Huh? Aku tidak takut." Dan si pencari masalah (yang tadinya akan kupelototi hingga mengompol) adalah gadis berwajah suram yang kulihat di persidangan Eren beberapa hari lalu. Aku ingat sekali saat ia menatapku tajam, seakan berkata, suatu hari nanti akan membunuhku dengan cara yang tak pernah kuduga. Padahal aku berniat membantu Eren agar tidak di hukum mati! Walaupun caranya memang agak kasar.
Tapi terlepas dari semua itu, ia—Mikasa? Mikasa Ackerman? Prajurit nomor satu di angkatan 104? Astaga, aku jadi sedikit mengerti, dari mana perangai kasarku ini berasal.
.
.
"Apa kau tidak cukup tidur semalam?"
Pertama kalinya Mikasa bertanya mengenai diriku, bukan tentang raksasa, Eren, atau rencana penyerangan. Aku memang mengidap insomnia ringan, sudah biasa tidur hanya 3 jam perhari, dan aku tidak merasakan efek samping apapun selain kantung mataku menghitam.
"Ya, kenapa?" Aku bertanya balik.
Mikasa tidak langsung menjawab. Ia menarik napas dahulu. "Kau tampak tidak fokus."
Aku terlalu tidak mengerti perempuan, atau memang benar apa yang ia lakukan disebut dengan—perhatian?
Dipikir-pikir, hal ini tidak terjadi satu kali. Saat kakiku terluka sehabis bertarung melawan raksasa perempuan; bersama Mikasa untuk menyelamatkan Eren (jika aku tak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi. Mikasa memang seseorang yang bisa mengontrol emosinya dengan baik, tetapi tidak berlaku jika sudah menyangkut saudaranya), Mikasa juga pernah bertanya,
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ackerman (REVISI)
Fanfiction[RIVAMIKA] Mikasa pikir, memiliki perasaan yang kuat adalah jaminan dua hati bisa menjadi satu. Nyatanya, itu tidak berlaku jika hanya sebelah pihak. Buku ini berisi cara seorang Levi Ackerman mencoba merebut hati Mikasa Ackerman yang dikenal beku. ...