Chapter 11

4.8K 569 149
                                    

[Sudut pandang: Mikasa; Orang Pertama Serba Tahu]

Dingin guyuran rebas air hujan perlahan membuat gemetar tubuhku berhenti, aku merasa kelu, pun tak bisa berpikir jernih. Kepalaku pusing; pandanganku sering mengabur. Apa yang sebenarnya si brengsek Jean suntikan padaku?

Demi Tuhan, kaki-kakiku semakin sulit kukendalikan. Berat, seolah digelantungi bola-bola besi. Langkahku tertatih-tatih. Selintas kupikir barangkali ada orang baik hati lewat dan mau menolongku, jika aku pingsan di trotoar jalan. Sayang sekali, malam ini sunyi. Aku seperti ditinggal sendirian di dunia.

Sedikit, sedikit lagi aku mencapai batasku. Sungguh aku nyaris frustrasi. Meski kupaksa langkah demi langkah, pada akhirnya kakiku ambruk, aku terjatuh di tengah hujan. Mungkin aku harus menyerah? Lagipula, jujur saja, aku tidak punya tujuan jelas. Mungkin memang aku harus menunggu pertolongan di sini? Dari 3,645 juta manusia di Berlin, agak mustahil jika tak ada seorang pun yang melewati jalan ini.

Namun sekitar dua menit kupejamkan mata, aku tetap tak mendengar tanda-tanda kehadiran seseorang atau deru mesin kendaraan. Hanya ada suara hujan, disertai kilatan petir tipis. Aku tidak bisa pingsan sekarang. Maka tatkala aku menengadahkan wajahku dan mendapati apartemen Levi Heichou sudah tidak jauh lagi, kurasa aku tahu ke mana kakiku harus melangkah. Biar sajalah jika ada gosip baru di antara kami, aku sudah tidak peduli.

Hal pertama yang kulihat saat pintu apartemen Levi terbuka adalah raut terkejut Levi. Aku ingin menertawainya, andaikata aku masih kuat menahan tubuhku. Aku ambruk di pelukan Levi. Setelahnya, aku tidak merasakan apa-apa lagi selain hangat tubuh Levi dan kekhawatirannya melalui panggilan namaku berkali-kali.

Paling tidak, sekarang aku aman. Aku selalu merasa aman bila berada di dekat Levi.

... Eh?

Mataku berat saat aku mencoba bangun. Kulihat sekelilingku, dan dengan mudah kukenali bahwa ini adalah kamar Levi. Aku tahu, karena aku pernah bermalam di sini.

Kulihat Eren berada di sampingku. Tanpa pikir panjang, aku lekas memeluknya. Erat. Sudah beberapa hari aku bersikap acuh lantaran tidak terima kenyataan ia telah menikah dengan Historia. Tadinya kupikir kedua orang itu tidak terlalu serius. Historia hanya membutuhkan pelarian setelah berpisah dari Armin, sedangkan Eren ingin menghindariku. Aku sering mengandai-andai hubungan mereka seperti bunga-bunga musim semi yang akan menghilang di musim dingin. Pada akhirnya, Eren kembali padaku. Siapa sangka Eren dan Historia sungguh-sungguh menikah?

Tapi, persetanlah! Aku sudah muak. Nyaris aku merusak hubunganku dan Eren hanya karena keegoisanku. Lagipula, Historia perempuan baik. Ia pernah mengajakku bertemu di hari ke tiga sebelum mereka resmi menikah. Historia berkata, bukan karena aku butuh pelarian, aku benar-benar mencintai Eren. Dan aku tidak bisa memungkirinya, jika kuperhatikan lagi, mereka memang sangat cocok. Aku hanya terlalu munafik mengakuinya.

"Mikasa, menginap di rumah kami saja malam ini."

Eren mengajakku menginap di istana. Historia bahkan sudah menelepon maid, menyuruh sesegera mungkin menyiapkan kamar untukku. Bukannya aku tidak suka rumah yang terlalu besar, bukan pula aku benci dijamu oleh beberapa pesuruh, hanya saja aku takut mengganggu waktu mereka.

"Mikasa akan bermalam di tempatku. Aku bisa menjaganya."

Aku tercengang mendengar ucapan Levi. Lantas kualihkan atensiku pada Eren yang tengah mengulas senyum tipis, sembari menepuk pelan pundak Levi. "Kalau begitu jagalah Mikasa. Jangan dulu berbuat yang macam-macam malam ini."

Eh? Apa? Mengapa Eren berkata begitu?

Tanpa penjelasan apa pun lagi, Eren, Historia, Hanji, dan yang lainnya pulang ke rumah masing-masing. Sudah pukul 11 malam. (Lain kali aku akan mentraktir mereka yang telah kubuat kesusahan.)
Sementara aku terjebak di tempat tinggal Levi. Tidak terlalu buruk, sejujurnya. Pemandangan dari balkon apartemen ini cukup menakjubkan. Aku suka suasana setelah hujan reda. Buktinya hatiku semakin tenang, padahal aku baru saja sekarat. Tapi setelah kupikir-pikir kembali Eren yang seperti tahu suatu rahasia, hatiku kembali semrawut.

My Dearest Ackerman (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang