"Mikasa!" Levi berseru, setelah mendorong agak keras pintu ruangan Mikasa. Ia mendapat kabar dari
Armin kalau istrinya mendadak lesuh, mual-mual, rasanya ingin membanting diri ke kasur dan tidur seharian."Sepertinya Mikasa demam, Heichou," tambal Armin.
Levi meletakkan punggung tangannya di dahi Mikasa. Cukup panas. Ditambah, matanya sayu. Pernapasannya agak berat.
"Tunggu apa lagi? Bawa istrimu ke rumah sakit, Levi."
Di ambang pintu, Erwin menyilangkan kedua tangan pejalnya. Entah sejak kapan ia berdiri di sana. Tak ambil pusing, lekas Levi menuntun Mikasa menuju area parkir.
Usai pasutri baru itu menghilang di balik pintu elevator, Erwin mendengus tipis sembari mengulas senyum. Bagaimana bisa mereka begitu lugu? Padahal ciri-cirinya kentara sangat jelas. "Cepat juga. Mereka pasti melakukannya rutin."
Sementara Armin (yang belakangan ini kepolosannya telah ternodai) terkejut dilengkapi semburat kemerahan di kedua pipinya. "E-eh? Masa, sih? M-mikasa..."
My Dearest Ackerman
Chapter 15Don't forget to play the BGM
https://goo.gl/images/6fxzCQ
Entah apa penyebab jalanan agak macet. Levi yang tak bisa berhenti khawatir, sempat berpikir ketar-ketir. Misal, menabrak semua kendaraan yang menghalangi laju mobilnya? Masa bodoh jika tampang Levi akan terpampang di tiap-tiap media dan dikenal sebagai pembuat onar. Sumpah, melihat wajah pucat Mikasa, Levi benar-benar bisa bertindak gila! Tapi tentu otak waras Levi masih mendominasi. Menabrak kendaraan-kendaraan sialan itu sama saja dengan bunuh diri. Pada akhirnya Levi memilih melakukan hal sederhana. Yaitu meraih tangan Mikasa, lantas menggenggamnya erat. "Sebentar lagi kita sampai." Sejak mengenal Mikasa belasan tahun lalu, ini adalah kali pertama Levi melihat Mikasa—si perempuan tangguh—tak berdaya.
Baru beberapa langkah usai mereka tiba di Stanberg Hospital, Levi dibuat (lagi-lagi) kesal. "Kau tahu tidak? Tindakanmu bisa kubuat menjadi masalah besar!" Pria bertubuh bongsor di hadapan Levi mendadak ciut, tak bisa mengelak setelah menyadari bahwa ia tengah berhadapan dengan seorang Levi Ackerman. Lagipula, mengambil nomor antrean yang seharusnya menjadi milik orang lain memang tindakan salah. Salah besar. Sekarang mereka menjadi pusat perhatian. Beberapa orang bahkan mulai berbicara buruk tentang diriya. Sial sekali.
"Levi, sudahlah." Beruntung Mikasa menengahi dengan suara pelan, nyawa pria itu selamat. Levi mendecih sebelum pergi kemudian berakhir menduduki kursi di ruang tunggu.
Mikasa menggandeng lengan Levi, bersandar pada bahu kekar suaminya sembari memerhatikan secarik kertas betuliskan nomor 104 digenggaman ibu jari dan telunjuk Levi. Sedangkan suara yang berasal dari speaker di pojok ruangan baru memanggil nomor antrean 97. Levi menghela napas berat seraya mendekap bahu Mikasa. Ia sungguh khawatir. (Takut-takut Mikasa jatuh pingsan, lebih parah, jika ia divonis mengidap penyakit berbahaya—astaga.) Namun ternyata Tuhan masih berbaik hati. Pasien dengan nomor antrean 97 sampai 101 entah menghilang ke mana. Mereka tak harus menunggu terlalu lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ackerman (REVISI)
Fanfiction[RIVAMIKA] Mikasa pikir, memiliki perasaan yang kuat adalah jaminan dua hati bisa menjadi satu. Nyatanya, itu tidak berlaku jika hanya sebelah pihak. Buku ini berisi cara seorang Levi Ackerman mencoba merebut hati Mikasa Ackerman yang dikenal beku. ...