Bab.14

2.6K 416 43
                                    

Pagi ini, Fika terbangun dengan hati yang tenang dibandingkan kemarin. Mungkin karena ini adalah hari Sabtu. Ia bisa bermalas-malasan di kostnya. Lalu ia teringat bahwa besok adalah hari pernikahan Chica. Ia segera bangun untuk memeriksa lemarinya yang kecil itu.

"Pasti pernikahannya mewah. Keluarga Morinho kan kaya. Enggak mungkin aku datang kayak gembel kesasar, kan?" Fika menggaruk kepalanya yang memang gatal karena belum keramas. Ia semakin kesal karena tidak punya pakaian bagus yang layak ia gunakan untuk menghadiri pernikahan Chica yang sangat mendadak itu. Seandainya jauh-jauh hari, tentu ia bisa menabung untuk membeli baju baru.

"Ah pasrah deh. Pakai yang ada aja." Fika mengambil ponsel. Kemudian ia menulis di Wattpad.

👨 : Fika, kamu udah makan belum?
👧 : Belum, Pak.
👨 : Kenapa?
👧 : Ngirit, Pak. Duitnya untuk beli baju buat menghadiri pesta pernikahan temen aku.
👨: Kasian. Tapi, kamu pake apa aja cantik kok, Fik.
👧 : Makasih, Pak. Enggak usah menghibur.
👨: Serius. Tapi, lebih cantik lagi kalau enggak usah pake apa-apa.
👧 : *Tarik pak Cello ke kamar.

Salam hangat
Agen Rinso.

Setelah mempublish cerita, Fika memejamkan mata sejenak. Biasanya setelah ini teman-temannya akan komentar. Tapi, setengah jam berlalu tidak ada satu pun dari mereka yang chatting. Fika berusaha berpikiran positif. Karena ketika ia mengecek kontak mereka satu persatu, mereka memang tidak aktif. Akhirnya ia memutuskan untuk mencuci. Pakaian kotornya sudah menumpuk. Kalau sampai ia memakai jasa laundry, uang simpanannya akan berkurang. Ia harus berhemat demi kelangsungan hidupnya.

Butuh wakt berjam-jam bagi Fika untuk menyelesaikan cuciannya. Badannya berkeringat dan basah terkena air. Tapi, ia harus segera menjemur semuanya agar cepat kering dan besok bisa disetrika. Saat sedang menjemur pakaian, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara pagar yang diketuk dengan keras.

"Paket!" teriak orang di luar sana.

Fika mengeringkan tangannya ke baju yang ia pakai, lalu mendekati pagar."Paket untuk siapa, pak?"

"Untuk Mbak Nafika Ayana," balas Bapak kurir tersebut.

Fika membuka pintu pagar."Saya Nafika Ayana, Pak. Paket dari siapa?"

"Ibu Chica," balas Kurir tersebut sambil menyodorkan kotak bewarna cokelat.

"Oh, iya, Pak. Terima kasih." Fika membubuhkan tanda tangannya ke tanda terima. Ia menimang paket itu  sebentar. Meletakkannya di teras kostan, lalu kembali menjemur pakaian.

Setelah selesai, ia kembali ke kamar. Membuka paket kiriman Chica. Ternyata itu adalah pakaian untuk menghadiri pernikahan Chica besok. Sebuah kebaya modern yang simple tapi elegan. Fika memekik kegirangan, setidaknya besok ia tidak memalukan saat hadir di acara mewah tersebut.

"Aku ucapin makasih dulu ke Chica ah." Fika mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Chica. Tapi, sayangnya nomor Chica sedang tidak aktif.

"Ah, ya udah besok aja deh. Yang penting udah aman." Fika melompat kegirangan. Ia segera memeriksa kotak make up-nya. Ia benar-benar mempersiapkan hari esok.

Pagi-pagi sekali, pintu kamar Fika sudah digedor. Fika terkejut, jantungnya berdebar kencang karena kaget. Ia membuka pintu kamar dengan cepat.

"Loh! Siapa?"

"Kamu enggak kenal saya?"

Fika mengucek matanya berkali-kali."Pak Cello?"

"Iya."

"Ba...bapak ngapain di sini? Kesasar?"

"Kamu pikir saya anak kecil bisa nyasar ke kost kamu! Sana siap-siap!" Cello mendorong Fika ke dalam. Ia pun ikut masuk.

Fika menjadi panik karena kamarnya berantakan.
Terlebih lagi tumpukan pakaian yang baru ia angkat kemarin. Belum sempat ia lipat.

"Berantakan banget, kayak orangnya," komentar Cello.

"Bapak ngapain masuk kamar saya!" Fika menatap Cello kesal.

"Saya mau jemput kamu disuruh sama Kak Chica. Kamu kan harus nemenin dia di kamar. Jadi apa sih itu namanya dayang pengantin atau apa gitu," jawab Cello.

"Oh, pantes subuh gini udah dijemput. Habisnya Chica enggak ngomong apa-apa kemaren, Pak. Saya pikir ya cuma tamu biasa." Fika terkekeh.

"Ya udah mandi sana. Jangan lama-lama. Saya tunggu!"

Fika mengangguk cepat. Ia menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Ia mandi secepat kilat. Ia paling tidak suka ada yang menunggunya, apalagi ditunggu di dalam kamar.

"Make up-nya di sana, Fika. Kamu cuma perlu mandi dan...bawa pakaian kamu," teriak Cello.

"Iya, Pak! Sabar!" balas Fika dari dalam kamar mandi.

Cello terkekeh mendengar teriakan Fika. Ia mengitari kamar Fika yang berantakan. Beberapa menit kemudian, Fika keluar dengan pakaian seadanya. Rambutnya basah, belum dikeringkan.

"Ayo!"

"Saya belum selesai, Pak," protes Fika.

"Siapin barang yang mau dibawa dulu."

Fika mengangguk. Ia memasukkan pakaian yang kemarin dikirim Chica ke dalam tas. Tas kecil, lalu peralatan make up seadanya. Setelah ia merasa lengkap, tas itu malah ditarik oleh Cello.

"Loh, Pak."

"Ayo berangkat sekarang!"

"Saya masih berantakan gini, loh, Pak."

"Enggak apa-apa. Mau gimana pun juga kamu keliatannya berantakan terus." Cello keluar kamar Fika.

"Ih, Bapak ngeselin banget." Fika ikut keluar. Tak lupa mengunci pintu kamarnya.

Ini benar-benar masih subuh, Fika mendadak kedinginan karena rambutnya yang basah serta AC mobil yang begitu dingin.

"Pak kecilin dong volume Ac-nya," kata Fika.

Cello menoleh sekilas. Tanpa banyak bicara ia langsung melakukan permintaan Fika. Fika mengambil ponsel dari dalam kantongnya.

Hari ini, pagiku begitu kacau sekaligus indah.
Aku cukup terkejut dengan kehadiranmu yang mendebarkan jantungku.
Aku tidak menyangka, sepagi ini harus kedinginan di dalam mobilmu.
Tapi, tak mengapa...
Sebab senyumanmu bisa menghangatkanku...

Salam dingin
Agen Rinso.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang