Bab 5

7.1K 585 27
                                    

Fika keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya. Ponselnya berbunyi sejak tadi. Ia membuka dan benar saja, beberapa pesan sudah masuk.

Zacky Zea : seriusan doi nganterin lu pulang?"

Dewi Anggraini : kok bisa dianterin Fik.

Nina Ariana : kamu enggak lagi halu kan?

Dewi Anggraini : Halu? Hahaha bisa jadi ya.

Zacky Zea : atau jangan jangan kalian ngamar ya. Doi terpesona sama lu.

Dewi Anggraini : terpesona sama keseksian otak Fika?

Zacky Zea : Ah mana sih ini orang.

Nina Ariana : lagi ngapain Fik. Lama amat bales woi.

Dewi Anggraini : mungkin lagi telponan sama dese.

Zacky Zea : kiamat dunia dong

Nafika Ayana : kalian berisik banget, sih. Aku abis mandi. Ia Pak Cello nganterin aku pulang.

Dewi Anggraini : duh, abis ini hujan petir tujuh hari tujuh malem. Kena setan apa itu pak dese.

Nafika Ayana : gak tau. Aku pulang agak malem karena nungguin beliau keluar ruangan. Terus dia ngajak aku balik bareng.

Zacky Zea : asik berduaan dalam mobil. Ngomongin apa aja.

Nafika Ayana : enggak berdua kok. Soalnya ada Pak Gamma juga.

Zacky Zea : Pak Gamma, anak pertama Pak Jason alias kakaknya Pak Cello?

Nafika Ayana : hooh

Dewi Anggraini : wah wah, pertanda ini.

Zacky Zea : pertanda apa?

Dewi Anggraini : mereka jodoh.

Zacky Zea : Pak Gamma udah nikah, Dewot!

Dewi Anggraini : bukan Pak Gamma, Zea! Pak Cello. Aku kepret pake sempak lembab juga lu!

Zacky Zea : aku siram pake air comberan!

Nina Ariana : jadi, kamu dimarahin enggak sama Pak Cello?

Nafika Ayana : enggak.

Dewi Anggraini : nah aku bilang juga apa. Pak dese naksir Sama Fika.

Zacky Zea : ya kali pangeran naksir Cinderella. Eh tapi bisa aja sih. Kan sama sama single.

Nina Ariana : darimana kamu tau Pak Cello single?

Zacky Zea : ya kayaknya. Hahaha.

Nina Ariana : kamu buat aku pengen cuci tangan pake sabun deh, Ze!

Zacky Zea : ya udah cuci sana. Abis itu tidur. Mimpi indah ye.

Fika tertawa sendiri melihat chattingan absurd teman-temannya. Kemudian ia menatap langit-langit kamar, entah kenapa tiba-tiba ia merasa kesepian. Sebuah figura di atas meja membuatnya tertegun. Foto pernikahan kedua orangtuanya yang masih ia simpan dengan baik. Orangtua Fika sudah lama bercerai. Masing-masing sudah menikah dan memiliki keluarga lagi. Sementara Fika yang merupakan satu-satunya anak dari pernikahan pertama mereka, merasa terasingkan. Ia hidup sendiri karena merasa tak akan berarti di dalam keluarga kedua orangtuanya.

Tanpa di sadari, air matanya mengalir. Ia rindu mereka. Rindu bersama-sama seperti dulu, saat semuanya masih utuh. Ia membaringkan tubuhnya ke atas kasur kualitas rendah yang susah mengeras karena sudah bertahun-tahun dipakai. Meski ia bekerja di perusahaan besar, tak membuatnya langsung hidup mewah. Ia harus menabung untuk kehidupannya di masa depan. Sebab ia merasa tak memiliki siapapun selain dirinya sendiri.

Kelamaan Fika tertidur. Ia lupa kalau perutnya belum terisi malam ini. Tapi, tak mengapa karena Ia sudah terbiasa dan harus berhemat juga.

___

Bangun pagi ini, kepala Fika terasa begitu pusing. Mungkin karena ia menangis semalam. Kemudian ia bergegas mandi dan berangkat ke kantor. Semakin dekat ke ruangannya, ia semakin tak bersemangat.

"Pagi, Fika."

Fika tersentak kaget. Lantas ia langsung membungkukkan tubuhnya sedikit."Pa...pagi, Pak Gamma. Maaf saya enggak lihat."

Sementara ketiga temannya itu mengintip di balik kubikel sambil terkekeh. Sepertinya Fika memang selalu terkena sial dalam menghadapi petinggi di kantor.

"Kamu pucat. Kurang tidur kayaknya." Gamma memerhatikan bola mata Fika yang menguning.

Fika tersenyum."Ah enggak, Pak. Saya baik-baik saja. Hari ini Bapak yang di sini ya. Pak Cello enggak masuk?"

Gamma tersenyum penuh arti."Kayaknya kamu lebih seneng kalau Pak Cello enggak masuk ya. Memangnya...adik saya itu kenapa?"

"Enggak apa-apa sih, Pak. Pak Cello baik kok. Tidak sombong dan hemat." Fika tersenyum lebar.

"Hemat?" Kening Gamma berkerut karena bingung.

"Hemat bicara," kata Fika tanpa merasa berdosa.

"Hemat pangkal kaya," suara dingin itu membuat Fika membatu seketika.

Gamma terkekeh mendapat hiburan sepagi ini. Sementara itu seorang wanita cantik langsung berdiri di sebelah Gamma, memerhatikan Fika dengan segala keberaniannya mengatakan hal tentang bosnya.

"Maaf, Pak," ucap Fika pelan. Bahkan nyaris tak terdengar.

Cello berlalu begitu saja tanpa menanggapi ucapan Fika. Pria itu masuk ke dalam ruangannya.

"Aduh, Pak. Maafkan saya." Kini Fika malah meminta maaf pada Gamma.

"Enggak apa-apa. Cello itu memang kayak gitu. Sabar aja." Quin terkekeh.

"Ibu...isterinya Pak Gamma?" Tanya Fika.

Quin menggeleng."Bukan. Aku Quin, sepupunya Kak Gamma sama Cello."

"Oh, Iya, Bu. Saya Fika. Drafter di sini." Wajah Fika merona karena malu dengan segala tingkah lakunya pagi ini.

"Ya sudah, kamu balik kerja aja. Kami mau menemui Pak Cello dulu." Quin terlihat menahan tawa. Setelah ini ia akan punya bahan ejekan untuk Cello.

Fika mengangguk."Permisi, Pak, Bu."

Fika menuju ke kubikelnya dengan wajah pucat.

"Kenapa, Fik?" Bisik Dewi.

Fika menggeleng."Enggak apa-apa. Wi."

"Seriusan?" Zacky tak yakin sahabatnya itu sedang baik-baik saja. Wajahnya saja terlihat pucat dan terlihat tak memiliki semangat.

Fika mengangguk."Iya. Udah balik kerja deh."

Ketiga temannya itu bertukar pandang. Lalu mengangkat bahunya masing-masing dan kembali fokus kerja. Diam-diam Fika Mengetik di ponselnya.

 Diam-diam Fika Mengetik di ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Crazy BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang